bangun

340 44 0
                                    

"Apaan?!"

"Renjana bangun. Buruan Lo kesini."

"Bruhhhh" seketika Sada menyemburkan minumannya yang baru saja Ia pesan 15 menit yang lalu. Tidak peduli dengan kopi hitam di tangannya yang masih mengepul hangat, Sada memilih meninggalkannya di meja kantin rumah sakit.

Jam sudah menunjukkan pukul 19.45 saat Sada memilih untuk turun ke lantai dasar rumah sakit demi membeli segelas kopi hitam, niatnya agar Ia bisa terjaga malam ini karena perkiraan dokter yang mengatakan Renjana akan sadar tidak lama lagi. Namun justru saat kopinya baru sampai di tangannya, laki-laki itu malah mendapat kabar dari Farel yang bergantian menjaga kamar Renjana dengannya.

Buru-buru laki-laki itu menaiki lift menuju lantai 4. Beruntung lift saat itu tengah sepi, karena rumah sakit sendiri sudah hampir tutup waktu kerja kecuali di bagian unit darurat.

Bahkan langkahnya dipacu kencang menuju ruang ICU begitu pintu lift terbuka.

"Bangsul!" Farel terperanjat saat bahunya ditarik Sada dari belakang tiba-tiba. Padahal dirinya baru saja mau memasuki kamar Renjana, karena laki-laki itu sedari tadi terus menerus bicara seolah memanggil seseorang.

"Mama... Mma-mamahh..."

"Renjana?"

Sada terdiam saat melihat bagaimana sosok Renjana hanya diam sambil menatap kosong ke arah langit-langit, sedangkan mulutnya terus menerus memanggil sosok Mamanya. Tangannya menengadah seolah ada sesuatu yang ingin Ia gapai diatas sana.

"Renjana." Sada mengguncang bahu anak itu, membuat Renjana menoleh dan tersenyum.

"Sa... Ssada?" Senyumnya masih manis seperti biasanya, namun kali ini dengan wajah dan bibir yang pucat, juga pipinya yang mulai menirus dan badannya yang semakin mengurus. Di lehernya terpasang neck brace atau bidai leher yang terlihat merepotkan di mata Sada. Banyak alat ventilator juga yang terpasang membuat laki-laki itu semakin terlihat menyedihkan.

"Syukur Lo udah bangun." Sada menarik sebuah kursi agar Ia bisa duduk di sebelah bangsal Renjana.

Farel datang di belakangnya, menepuk bahu laki-laki itu. "Tolong panggilin dokter." Pinta Sada dan laki-laki itu mengangguk.

"Itu... Siapa ya? Kayaknya... Renjana pernah liat..."

Sada mematung saat menatap Renjana seolah-olah sedang berusaha mengingat.

"Farel. Inget?" Tanya Sada berusaha menahan rasa sesak di hatinya.

Tampaknya Renjana sedikit berusaha mengingat kembali. Matanya menerawang ke atas dengan mulut yang sedikit terbuka, "Farel, ya...? Pernah dengar namanya..."

Mati-matian Sada menahan sakit yang perlahan semakin menjalar di dadanya. Rasanya Ia ingin berlari ke penjara saat ini, memanggil Gilang dan Ganesh, lalu memukuli kedua orang itu sampai keduanya bisa merasakan juga apa yang Renjana rasakan. Dunia terlalu jahat baginya. Meski dua orang itu sudah dihukum, Renjana tetap menanggung akibat dari perbuatan keduanya.

Padahal Renjana disini tidak salah apa-apa. Ia hanya seorang laki-laki baik yang dihadirkan Tuhan, yang membuka mata Sada jika masih ada orang dengan hati setulus dan selembut itu. Namun, dunia ini terlalu jahat untuk ditinggali oleh seorang Renjana.

"Permisi.. Biar saya periksa dulu saudara Renjananya. Bisa menunggu diluar?" Sada mengangguk saat seorang dokter datang untuk memeriksa Renjana. Perlahan Ia berjalan menjauh, dengan hati yang semakin terasa sakit.



 Perlahan Ia berjalan menjauh, dengan hati yang semakin terasa sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dunia emang jahat:(


Dari Aku, Renjana 17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang