Bab 3 | Selamatkan Sejarah

8 3 1
                                    

"Seperti yang kalian lihat, di depan kalian. Ini adalah replika teks proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik. Di sampingnya adalah replika dari tulisan tangan Bung Karno yang sengaja disimpan di sini karena ...."

Suara menguap Bata mengganggu pendengaran Elise yang tengah sibuk mencatat pokok penting penjelasan dari Pemandu Museum. Sesekali gadis itu berdecak, tetapi ia tetap mengikuti arahan dan memperhatikan satu persatu koleksi museum dengan tenang. Sementara, Kilith asyik merekam penjelasan dan koleksi-koleksi tua itu dengan kamera mahalnya. Gurat senang terlukis di wajahnya. Ia bahkan hampir melupakan Bata dan fokus pada rekamannya.

Hari ini sekolah mereka tengah mengadakan study tour ke salah satu museum sejarah di ibu kota. Sudah hampir dua jam sejak mereka sampai di sini dan mereka masih berkeliling, berusaha menjelajah seluruh isi museum. Elise dan Kilith tentu tertarik dengan penjelasan dan segala sejarah di balik benda-benda kuno yang berada di sini, tetapi tidak dengan Bata.

Pasalnya, sejak datang ke sini, pemuda itu sama sekali tidak menunjukkan minatnya pada isi museum. Berkali-kali ia menguap, mati-matian menahan kantuk sampai kepalanya membentur kepala Elise atau menyenggol Kilith yang sibuk merekam. Namun, tak ada yang menghiraukannya.

"Bangun!" Elise mengetuk kepala Bata dengan bolpoin yang digenggamnya karena lagi-lagi kepala Bata membentur kepalanya. Tentu Elise sangat terganggu karena benturan itu membuat kepalanya terasa pusing.

"Cuci muka, sana!"

Yang ditegur hanya menatap polos dengan raut bingung. Sekali lagi, Bata menguap. Kali ini, Elise menutup mulutnya dengan buku catatan yang dibawanya.

"Tutup, Bat. Nanti gue kesedot."

Lucunya, Bata malah tertawa dengan mata setengah terpejam.

"Elise, lihat, deh!"

Seruan dari Kilith dengan cepat membuat yang dipanggil menoleh. Sebelum Elise sempat bertanya, pemuda itu lebih dulu melanjutkan, "Lihat, deh, ini. Keren banget ga, sih, masih ada."

Seolah paham, raut wajah Elise berbinar. Dengan cepat ia menghampiri Kilith untuk memperhatikan replika bendera pusaka itu di dalam kotak kaca.

"Sayangnya replika, ya?" Elise menatap kecewa. "Tapi, tetep keren."

Memperhatikan kedua temannya yang tertarik pada benda-benda usang, membuat wajah Bata masam karena merasa terasingkan. Walau berada di jurusan sosial, Bata kurang tertarik dengan pelajaran sejarah, tidak seperti kedua temannya. Kendati demikian, nilai-nilainya tentu selalu bagus.

"Gue mau ke toilet," kata Bata tiba-tiba. Ia mendekati kedua temannya dan menarik lengan Killith. "Anterin gue, Kil."

Tanpa sempat menolak, Kilith hanya bisa protes jengkel pada sahabatnya itu. Padahal, ia masih ingin melihat benda legendaris itu dan bertukar cerita dengan Elise.

Sementara Elise sendiri tengah dilanda dilema. Tentu tidak mungkin bukan ia mengikuti ke mana kedua temannya itu pergi? Jadi, ia memutuskan untuk menyudahi melihat barang antik di depannya.

"Kalau begitu, gue balik ke rombongan, ya!"

Melihat temannya yang sudah hilang di kelokan koridor, mau tak mau Elise harus berbalik pergi. Namun nahas, begitu ia membalikkan badan, gadis itu tidak menemui siapa pun di ruangan museum ini. Sepi.

Wajah Elise berubah pias. Ia sama sekali tidak punya ide ke mana rombongan sekolahnya pergi karena di sini ada banyak sekali lorong yang menghubungkan dengan ruangan museum lain. Salah-salah, ia bisa tersesat.

Dilihatnya seorang pegawai museum yang berdiri di ujung lain koridor. Tanpa ragu, Elise bertanya padanya. Namun, jawabannya malah membuat wajah Elise kian pias.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WGAVerse: Tour Journal of Elise AmoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang