satu

439K 22.4K 772
                                    

Assalamu'alaikum
Happy Reading

.
.
.

"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, wallahu waliyut taufiq."

SAH!

Semua kerabat yang menyaksikan pun sama-sama mengucap hamdallah, kemudian mengaminkan do'a yang dibacakan oleh penghulu. Mereka mengukir senyuman bahagia, tetapi berbeda dengan sang pengantin pria yang hanya menampilkan wajah datar dan dinginnya.

Dari arah tangga, turunlah sang pengantin perempuan yang sangat cantik dengan balutan gamis pengantin sederhana dan kerudung menutup dada. Jangan lupa juga wajahnya yang tampak sangat cantik dan anggun dengan polesan make up.

"Umma, Lisha balik lagi ke kamar aja ya?" bisik pengantin perempuan tersebut kepada sang Umma yang sedang menuntunnya. Alisha Putri Fadhilah namanya.

"Heh! Jangan macam-macam, nanti suami kamu lumutan," balas Umma Hani dengan mencubit pelan pinggangnya.

"Kalo lumutan ya bagus dong, kan Lisha gak jadi nikah," bisiknya lagi hingga mendapatkan pelototan dari sang empu.

"Jangan ngadi-ngadi." Dengan kepala yang semakin menunduk, Alisha menggerutu pelan.

"Salim, Sha," perintah Umma Hani kepada Alisha yang kini sudah duduk manis di samping seorang pria tampan nan dingin, suaminya.

"Takut, Umma ...," lirih Alisha seraya menunjukkan wajah melas kepada sang Umma.

Karena terlanjur jengkel, Umma Hani langsung mengambil tangan putrinya dan menjabatkannya dengan tangan sang menantu. Alisha yang kaget pun membelalakkan mata ke arah Ummanya. 

"Udah nurut," ucap Umma Hani, kemudian melenggang pergi meninggalkan Alisha yang benar-benar kesal dengan Ummanya.

Dengan tangan yang dingin dan berkeringat, Alisha pun mencium punggung tangan pria yang sudah sah menjadi suaminya itu.

Sebelah tangan  pria tersebut terulur menyentuh ubun-ubun Alisha, sedangkan tangan satunya lagi menengadah. Begitu pun Alisha ikut menengadahkan kedua tangannya, mengaminkan do'anya. Tiba-tiba tubuh Alisha menegang kala benda kenyal menempel di dahinya, bahkan pipi yang dipolesi blush on itu tambah merah dan jantungnya pun berdugem di dalam sana. Para tamu yang menyaksikan pun bertepuk tangan dan mengukir senyum turut bahagia, tidak lupa juga mereka mengabadikan momen tersebut.

"K-kak Zai," panggilnya kepada sang suami, Zaidan Raes El-Fatih.

Zaidan menoleh ke arah Alisha yang kini sedang menatapnya dengan tatapan sedikit melas. Zaidan pun menaikkan sebelah alis bermaksud bertanya, tetapi Alisha yang tidak peka hanya balik menatap Zaidan dengan tatapan polos dan bingung.

"Apa?" Akhirnya pun Zaidan bersuara.

"Ini kapan selesainya?" tanya Alisha karena dia benar-benar sangat lelah berdiri, apalagi dia memakai sepatu hak. Bukannya menjawab, Zaidan malah menghampiri orang tuanya. Sekarang Alisha merasa dirinya itu ditinggal sedang lelah-lelahnya.

Tidak lama kemudian Zaidan pun kembali lagi dan langsung mengulurkan sebelah tangannya. "Hah?" beo Alisha tidak mengerti.

Tanpa aba-aba, Zaidan langsung menggendong Alisha ala Bridal style. Tentu saja hal itu membuat Alisha kaget dan refleks mengalungkan tangannya ke leher Zaidan. Zaidan menggendong Alisha menuju kamarnya, tetapi sebelum itu ia kembali menghampiri para orang tua.

"Ma, Pa, Umma." Yang dipanggil pun mengalihkan pandangannya. Mereka menatap Zaidan dan Alisha yang berada digendongan sang empu dengan cengo. Alisha merasa malu sehingga dia pun menyelusupkan kepalanya ke dada bidang Zaidan.

"Ada apa Zai?" tanya Mama Disa, ibunya Zaidan.

"Ke kamar," jawab Zaidan singkat yang tentunya dimengerti oleh Mama Disa.

"Oh iya kamu sama istri kamu istirahat aja gih. Pasti Alisha lagi kecapean tuh."

"Boleh?"

"Boleh banget lah, jangan lupa buatin cucu selusin ya," sahut Mama Disa cepat, dianggkuki oleh Umma Hani dengan tersenyum lebar.

Saat hendak menaiki tangga, Zaidan merasa ada yang menepuk pundaknya. "Jangan kasar-kasar ya my Bro," ucap Papa Zaki--papanya Zaidan dengan memasang wajah sok serius.

Dengan malas, Zaidan menganggukan kepalanya dan melanjutkan langkahnya.

"WESSS MY BRO TUNJUKAN KESAKTIANMU!" teriak Papa Zaki mengepalkan tangan ke atas memberi semangat, tetapi tidak dihiraukan oleh Zaidan. Bukannya tidak sopan, tapi kalau dia meladeni drama Papanya, itu tidak akan selesai-selesai sampai satu abad pun.

"Aws ... sakit sayang ...," rajuk Papa Zaki kepada Mama Disa yang mencubitnya. Tanpa memedulikan sang suami, Mama Disa langsung saja meleos pergi dan menggandeng tangan Umma Hani. Dia terlanjur malu gara-gara teriakan suaminya itu karena para tamu menjadi menatap mereka aneh.

"Gini amat punya anak datar sama bini sensian," gerutunya pelan. Kadang dia juga merasa heran, kenapa anak laki-lakinya itu dingin dan datar sekali? Berbeda dengan dirinya yang suka membodor dan humornya rendah.

"Kenapa Om?" tanya Arfi, satu-satunya Abang Alisha.

"Gak," jawab jutek Papa Zaki lalu meninggalkan Arfi.

"Lah, aneh," ucap heran laki-laki berjas navy itu. Arfi ini sahabat dekat Zaidan, jadi tidak heran kalau dia sangat akrab dengan keluarga Zaidan. Oh iya, soal Ayah Arfi dan Alisha, dia sudah meninggal akibat kecelakaan dulu.

Balik lagi ke pasangan pengantin baru, kini Zaidan mendudukkan Alisha di sofa yang tersedia di kamar milik Alisha dan tentunya juga menjadi kamar Zaidan.

Alisha tersentak ketika Zaidan berjongkok di hadapannya. "K-kak gak usah," larangnya saat Zaidan hendak membukakan sepatu hak yang dipakainya.

"Kak," larangnya lagi seraya menarik kakinya, tetapi kalah cepat karena Zaidan terlebih dahulu menahannya. Saat akan protes lagi, Zaidan menatap datar dirinya membuat Alisha pasrah saja.

Zaidan membuka kotak p3k yang ada di meja, kemudian dia pun memoleskan salep ke kaki Alisha yang memerah. Sedangkan Alisha mati-matian menahan suara jantungnya yang berdetak cepat.

"Shh," ringis Alisha sambil menatap kakinya yang sedang diolesi salep oleh Zaidan. Namun, sedetik kemudian dia salah fokus karena melihat wajah Zaidan yang sangat tampan dari jarak sedekat ini , sampai-sampai ia tidak menyadari kalau Zaidan telah selesai mengobati kakinya.

Begitu pun dengan Zaidan, saat hendak menyimpan salepnya kembali, dia menatap Alisha yang juga sedang menatap dirinya. Mereka merasakan hal yang sama, yaitu jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Ekhm," dehem Zaidan memutuskan kontak mata yang terjalin selama beberapa detik itu. Alisha pun langsung mengalihkan tatapannya dan menatap ke segala arah karena gugup.

"Mau tidur?" tanya singkat Zaidan dibalas anggukan oleh Alisha karena dirinya juga merasa sangat mengantuk akibat semalam tidak bisa tidur.

"Ganti baju dulu."

"Kakak mau sekalian ganti baju juga?" tanya Alisha membuat Zaidan menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu mau bareng?" tanya balik Zaidan.

"Enggak!" bantah cepat Alisha, astagfirullah bukan itu maksudnya. Dia juga meringis dalam hati, bisa-bisanya  dia berkata seperti itu hingga membuat Zaidan salah mengartikan.

"Terus?"

"Maksud aku, kalau kakak mau ganti baju, nanti aku pinjemin baju dulu sama Bang Arfi." Zaidan mencekal tangan Alisha yang hendak berjalan keluar kamar.

"Biar Saya saja. Kamu ganti baju saja, hati-hati jalannya," ucap Zaidan, kemudian melangkahkan tungkainya menuju kamar Arfi meninggalkan Alisha yang kini pipinya memerah, dan sepertinya banyak kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Meskipun Zaidan mengucapkannya dengan nada datar, tapi dampaknya itu membuat dirinya berdebar.

--ToBeContinue--

See you next part
Wassalamu'alaikum

ZAIDAN | my cool husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang