27 A | B a g a s k a r a

111 6 0
                                    

Fyi, ASLI PARAH, AKU GANTUNGIN DUA TAHUN. HUHU JAHAT BANGET, IYA TAHU. DARI AKU LULUS SMA SAMPE SEKARANG SEMESTER LIMA. MAAF YA, BESTIE .....

BTW NIH, UDAH LUPA SAMA ALUR CERITANYA, KAN? OKE, TOLONG DIBACA PREVIOUS CHAPTER DULU, YA! HAHAHA.

SELAMAT BERTEMU ALTHAF KEMBALI

***

Terima kasih sudah ada. Meski saya sering terluka, kamu tetap alasan utama saya tak ingin mendua.

"Adalah?" Althaf menaikkan satu alisnya tingi-tingi, tanda begitu tak sabar mendengar.

Sesaat Arista mengatupkan kedua bibirnya. Memusatkan penglihatannya hanya pada Althaf dan memastikan bahwa lelaki di depannya kini menyimak dengan sungguh-sungguh. "Lo mirip orang yang gue suka. Dari postur tubuh sampai sifat-sifatnya sekalipun. Beda di umur, dia tiga belas tahun lebih tua dari kita," tuturnya lugas tanpa bertele-tele.

"Terus?"

Helaan nafas Arista mulai terdengar tatkala ia tak mendapat balasan seperti yang diharapkannya. Althaf selalu begitu, terkesan acuh meski sebenarnya sangat peduli bagi seseorang yang mampu memahami sikap anehnya tersebut.

Mendapati Arista tak kunjung berbicara, Althaf kembali bertanya, "Lalu kenapa?"

"Dia sekretaris papa, dia gagal di pernikahan sebelumnya," sambungnya lagi. Kembali dia mengatupkan bibir sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya. "Gue suka dari dia sering ke rumah karena panggilan papa. And I don't know why gue bisa sesuka ini sama dia. Gue takut ngobrol dengan papa tiap kali papa mulai curiga dengan perasaan yang coba gue sembunyikan."

"Hm? Terus?" Lagi-lagi respon Althaf terdengar sangat buruk, akan tetapi Arista berusaha tak ingin ambil pusing, selagi Althaf masih menyimak ceritanya.

"You know what? Papa gue selektif banget masalah cowok yang deket sama gue. Apalagi ini, selisih umur jauh banget. Gue takut banyak orang terluka karena perasaan gue, entah papa yang marah, mama yang selalu jodohin gue dengan anak temannya jadi kecewa, atau dia yang harus kehilangan pekerjaannya? Atau bahkan masa lalu dia belum selesai penuh? Gue gak bisa bayangin sebanyak apa—,"

"Kenapa mikir sejauh itu? Gak baik," repet Althaf memotong sepihak prasangka gadis berambut pendek itu.

Selalu melebih-lebihkan prasangka, padahal belum tentu akan kejadian juga, adalah Arista, dan Althaf tidak suka yang demikian.

"Harusnya lo bisa buat gue suka sama lo. Lo harusnya gak punya Zara. Lo harusnya suka sama gue. Lo harusnya buat kita jadi pasangan terbaik hari ini sampai selamanya. Biar semuanya gak serumit ini," cerca Arista tanpa jeda.

Gadis berambut pendek ini mulai terbawa suasana. Karenanya ia jadi sedikit mencondongkan badan ke depan, hingga sedikit menepis jaraknya dengan jarak Althaf.

"Dengan lo nyalahin takdir kayak gini apa takdir bakal berubah? Enggak, kan? Come on, lo bisa tunjukin perasaan lo ke semua orang. Confident dulu, yang penting lo lega. Urusan mereka suka atau tidak, kita gak bisa memaksakan semua orang harus suka dengan pilihan kita, kan?" ucap Althaf yang langsung mendapat anggukan persetujuan Arista.

"Jatuh cinta itu gak salah, Ar. Yang salah itu mulut mereka yang asal beropini tanpa ikut merasakan sulitnya kita untuk ngontrol perasaan itu." Begitu khatam Althaf.

Arista tersenyum tipis. "Gue boleh peluk lo sebagai dia yang gue suka?" harapnya sungguh-sungguh. Ia takut penolakan, sungguh. Althaf sangat tidak tertebak kepribadiannya,terkadang hangat, terkadang dingin.

BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang