20 | The Different ✔️

1.2K 132 5
                                    

20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

20. The different

Keesokan harinya. Semenjak kejadian itu, baik Alva maupun Melvin tidak lagi berinteraksi. Kali ini, mereka betul-betul berjauhan. Alva yang enggan tahu-menahu soal Melvin, pun Melvin yang tidak lagi bertanya-tanya tentang Alva. Membuat jarak yang semula terdengar mustahil untuk tercipta, kini terasa membentang jauh.

Hampa yang hinggap dengan tak tahu dirinya membuat Melvin mengabaikan banyak orang. Cowok itu bahkan lebih betah diam menatap plafon ruangan dengan pandangan kosong, dibanding memainkan ponsel. Padahal benda persegi panjang itu telah menampilkan banyak notifikasi yang otomatis muncul ketika ia mendapat tethering yang didapat dari fasilitas Rumah Sakit. Namun benda itu justru tergeletak begitu saja di atas meja nakas. Mengenaskan.

"Melvin bosan, ya?"

Pertanyaan Rivaldi bagaikan angin lalu. Melvin tidak memberi respon apapun. Itu yang membuat Rivaldi frustrasi hingga ia hanya bisa mengembuskan napas panjang.

Tahu bahwa bagaimana pun caranya membujuk Melvin akan berujung percuma, jika bukan dari keinginan anak itu sendiri, akhirnya Rivaldi memilih beranjak. Lalu meninggalkan Melvin dengan berbagai kalimat di kepala. Perihal keputusan yang akan ia ambil, sekaligus bagaimana agar ia dapat mengembalikan Melvin seperti sedia kala. Meski kedengarannya pasti akan sulit, namun Rivaldi tidakkan menyerah.

Begitu pintu kamar kembali ditutup, Rivaldi tidak lekas melangkahkan kaki guna menjauh. Ia justru duduk di kursi tunggu yang letaknya persis di samping pintu kamar rawat Melvin.

Helaan napas panjang terdengar. Rivaldi menangkupkan kepala. Kini ia tidak hanya memikirkan bagaimana cara membawa Melvin pulang ke penthouse--tempat di mana ia tinggal--. Melainkan beberapa hal lain yang mana salah satunya ia harus meminta izin kepada Vera--yang lebih berhak atas Melvin, untuk mengambil alih Melvin darinya.

Kedengarannya Rivaldi seperti ingin merebut, memang. Tetapi mengingat keadaannya yang sudah tak lagi sama, Rivaldi juga tidak akan diam saja. Membiarkan Melvin tetap berada di rumah yang sama dengan Alva sama halnya membiarkan Melvin menetap pada lara yang tak kunjung hirap.

Kepala Rivaldi rasanya hampir mau meledak saking panasnya. Bagaimana tidak? Rencananya datang dari California lalu kembali pulang sampai akhirnya menetap di Indonesia untuk menemukan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan yang sebenarnya. Yaitu dengan bertemu Melvin, putra sang pujaan hati. Namun tidak pernah terpikirkan sebelumnya jika jalannya tidak semulus itu. Rivaldi harus dihadapkan dengan kesulitan lebih dulu. Ia memang harus bersusah-susah dulu.

Tapi satu hal yang Rivaldi syukuri. Kedatangannya ke Indonesia berada di waktu yang tepat. Karena beberapa masalah yang terjadi, banyak hal juga yang dapat Rivaldi pahami. Yakni bagaimana Melvin tumbuh, apa saja yang pernah terjadi dan mungkin akan ia hadapi di masa depan. Semua itu seperti sudah diatur oleh takdir.

Bumantara dan LaranyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang