01: Kehidupan Yang Sengsara

16.9K 751 36
                                    

"Sudah berapa kali sih saya bilang, kamu harus kasih saya uang minimal lima ratus ribu setiap Minggu, kamu pikir uang segini cukup buat bayar listrik, air, dan lain-lain?!" bentak seorang wanita paruh baya yang memakai daster dan mencepol rambut khas Emak-emak sambil melempar uang pecahan 50 ribu ke wajah lelaki di depannya.

Namanya adalah Rohiyah, dia Ibu tirinya, Ayahnya menikah dengan wanita ini sehari setelah kematian Ibunya, jadi ia sangat yakin kalau wanita ini pasti sudah berselingkuh dengan Ayahnya sebelum Ibunya meninggal.

"Bulan ini tidak banyak tawaran untuk kuli bangunan, itu saja saya sudah sambil jadi kuli angkut di pasar." Paparnya langsung. Ia adalah Erik Sendiaga, lelaki berumur 20 tahun.

"Trus saya peduli? Gak! Tugas kamu itu cuma cari uang, jadi jangan bantah!" suara Rohiyah makin kencang terdengar, terlihat seorang pemuda lain yang keluar dari bilik kamar sambil mengucek mata, pasti Adik tirinya itu terbangun karena kehebohan yang dibuat Rohiyah.

"Ada apasih Bu pagi-pagi berisik, aku jadi keganggu tau!" ketus pemuda itu dengan wajah masam, namanya Delon Pamungkas, usianya setahun lebih muda daripada dirinya.

Rohiyah yang sejak tadi ngomel-ngomel langsung tersenyum lembut saat melihat kehadiran anak kandungnya. "Aduh maaf ya Nak, habisnya nih Kakakmu gak becus cari uang!" lalu melirik sinis dirinya.

Delon langsung menatap tajam Erik, "Kakak tuh cuma perlu cari uang lima ratus ribu seminggu apa susahnya sih!" ketus Delon membuat Erik langsung mengepalkan tangannya dengan napas tertahan. Adik dan Ibu tirinya ini memang tidak tau diri.

"Sudah-sudah pergi kamu, cari uang lagi, jangan balik kalo belum dapet!" lalu dengan kasarnya Rohiyah mendorong Erik sampai hampir terjatuh di teras rumah, Erik sekali lagi menahan napas, lalu berjalan keluar dari rumah berbahan kayu itu.

Bruk!

"Adoh! Kahau jalanhh yang beher!"

Erik tersentak, menatap Ayahnya yang mendorong-dorongnya dengan tubuh sempoyongan.

"Ayah mabuk lagi?"

"Heeee! S-siaphaa yaang mabyok hahaha!" lalu lelaki yang rambutnya hampir beruban semua itu melipir sempoyongan melewati dirinya sambil tertawa-tawa gila.

Erik kali ini sampai memejamkan matanya menghadapi kenyataan hidupnya sendiri, sengsara, hanya satu kata itu yang cocok menggambarkan kehidupannya.

"Tuhan ..." Erik mendongak, menatap langit dengan setetes air mata terjatuh. "Kenapa hidup hamba seberat ini?" keluhnya serak menahan sesak.

***

"Ini upah kamu."

Erik menerimanya dengan penuh syukur, "terimakasih banyak, Pak." Balasnya dengan suara riang.

"Kamu gak capek Rik kerja banting tulang begini? Lebih baik kamu pikirkan lagi tawaran saya kemarin, kamu kerja saja di kota, tinggalin keluargamu yang gak berguna itu." Ujar Pak Sofian merasa iba, ia adalah tetangga sekaligus Bos nya, terkadang selain menjadi kuli Erik memang bekerja buruh tani kalau sudah benar-benar tidak ada job.

Erik tersenyum samar menanggapi tawaran menggiurkan Pak Sofian itu, "mau bagaimanapun juga mereka adalah keluarga saya."

"Walah Rik-rik, kamu jadi anak baik banget, kalau kamu anak saya pasti sudah saya rawat dengan baik, gak kayak Bapakmu yang pemabuk itu!"

Erik sekali lagi tersenyum, namun kali ini lebih lebar. "Bapak bisa aja, yasudah saya pamit dulu kalau begitu."

"Oh iya-iya, hati-hati kamu."

Erik mengangguk sopan, selanjutnya melenggang pergi. Ia menyempatkan membeli beras dan kebutuhan dapur di warung dulu sebelum pulang, karena kalau tidak pasti ia akan kena semprot lagi oleh Ibu tirinya yang suka nyinyir itu.

Dinikahi Tante Kaya Raya (End)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz