Manusia Sawah dan Burung Pipit

21 3 16
                                    

Vote->Comment
+reading list (optional)
follow @tztakoyaki

***

genre: tale
Written in IDN

***

Di pagi hari, tanggal 12 April 2022, saya sedang berolahraga di sebuah lapangan kampus. Kira-kira tiga atau lima ekor burung pipit lewat di depan saya ketika saya sedang berjalan kaki mengitari lapangan. Sebuah narasi pun terlintas di benak saya. Saya memberhentikan diri sejenak dan duduk untuk menuangkan narasi itu.

Saya tidak tahu jika narasi ini sudah ada di kalangan masyarakat sebelum terlintas di benak saya, tapi percayalah, inilah yang terlintas di benak saya. Tolong sampaikan pada saya jika narasi ini sudah ada sebelumnya, niscaya saya akan menghapus bab ini.

Jika anda tertarik, kemarilah. Saya ceritakan sekarang.

***

Adalah seorang petani sukses yang hidup di sebuah desa. Sayang seribu sayang, beberapa hari belakangan, hasil panennya hampir gagal total akibat makhluk-makhluk yang berdatangan untuk memakan hasil panennya. Maka dari itu ia memutuskan untuk membuat sebuah manusia sawah dari jerami dan bahan lainnya demi menjaga ladangnya. Jadilah sesosok manusia buatan, elok nan gagah rupanya. Matanya berwarna kuning terang, hidungnya mancung, dan tinggi. Ternyata selain rupanya yang elok, sosok buatannya itu bertangan dingin, sehingga sang petani merasa bangga memilikinya.

Di suatu dini hari, ketika matahari masih tertidur, manusia sawah itu sedang berdiri menjaga ladang padi dan jagung milik tuannya. Ia berjalan sana sini, barangkali ada makhluk lain yang akan menginvansi ladang tuannya.

Tak lama kemudian, ia mendongakkan kepalanya dan melihat beberapa makhluk bersayap beterbangan. Makhluk itu berkicau-kicau, mengarahkan tujuan terbangnya pada ladang milik tuannya.

Baru kali ini ia merasa ketakutan ketika menjaga ladang tuannya. Selama ini, makhluk yang mendatangi ladang tuannya untuk memakan hasil panen yang telah matang adalah segerombolan tikus dan serangga. Ia tidak pernah berhadapan dengan makhluk-makhluk bersayap seperti segerombolan burung pipit itu yang mendatangi ladang tuannya. Kebimbangan menguasainya. Jika ia menghindari mereka, tuannya pasti akan kecewa padanya atau bahkan akan membuangnya, namun jika ia menghadapi mereka, ia bisa terluka.

Setelah bermonolog, akhirnya ia memutuskan untuk tetap menghadapi mereka. Ia berlari ke arah gerombolan burung pipit itu dan menghentakkan kakinya, mengancam burung pipit itu agar menjauh dari ladang tuannya.

Burung-burung itu terlihat ketakutan dan terbang menjauhi ladangnya. Ia pun menghembuskan napas lega karena berhasil mengusir mereka.

Siapa yang sangka bahwa keberhasilannya hanya berlangsung kurang dari semenit?

Burung pipit-burung pipit itu kembali terbang menukik. Bukan ke arah ladangnya, melainkan ke manusia sawah itu. Tepatnya ke kedua matanya.

Naasnya, ia tidak sempat menghindar, sehingga para burung pipit itu hinggap di matanya, mematuk-matuk matanya dan memakannya.

***




































Menurut kalian, mengapa burung-burung itu mematuk-matuk, memakan matanya? Silahkan berpikir.









































Apakah sudah selesai berpikir? Belum? Baiklah, saya beri waktu lagi.





































Waktu berpikir sudah selesai. Saatnya bagi saya untuk memberitahukan jawabannya.






























Untuk jawabannya, silahkan baca kembali paragraf pertama, kalimat kelima. Itulah jawabannya.


























"Matanya berwarna kuning..."
Memang indah, namun siapa sangka bahwa itulah yang mengantarnya pada malapetaka?

Semua adalah kesalahan petani. Jika saja ia tidak menggunakan dua biji jagung sebagai mata bagi manusia sawah itu, itu tidak akan terjadi.
































Pertanyaan terakhir.
Apa pesan moralnya? Silahkan pikirkan sendiri. Tidak ada jawaban yang salah untuk pertanyaan ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 12, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The PapertownWhere stories live. Discover now