eps 1

37 4 3
                                    

Pukul setengah sepuluh malam seorang gadis menuruni tangga dengan gaun putihnya yang panjang. Rambut hitam legamnya yang diurai lurus itu memberinya kesan seolah sedang dalam suasana hati yang tidak stabil. Belum lagi lenggokan kakinya saat menuruni tangga yang tampak rampuh dan penuh ketidakberdayaannya itu. Tanpa bertanya, yang melihatnya pun akan tahu bahwa seseorang sedang galau.

Perempuan itu hanya termangu diam disetiap langkah demi langkah kakinya. Sorot matanya yang kosong seolah menyimpan sejuta kesedihan seluruh umat manusia. Suasana semakin mendukung tatkala di luar sedang hujan deras diiringi halilintar yang saling menyambar-nyambar. Sangat pas bagi setiap orang untuk merenungi beban hidup masing-masing.

Sesa namanya, seorang mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan di Universitas XXI. Jauh dari tempat tinggalnya, di kota X itu dia tinggal di sebuah kos. Kos lantai 2 yang hanya berisi 8 kamar. Lima kamar berada di atas, sedang tiga kamar lainnya berada di lantai satu. Berbeda dengan penghuni kos yang kebanyakan individual. Kos yang Sesa tempati antara penghuni satu dan yang lain sangatlah rukun. Walau mereka mempunyai kesibukan tersendiri namun mereka tetap saling bertegur sapa bila saling bertemu.

"Kini cintaku telah kau bagi." Sesa akhirnya membuka suara menyanyikan sebuah lagu dari Alda Risma.

"Tak sanggup kuhadapi semua kenyataan ini."

"Aku tak biasa."

"Bila tiada kau di sisiku."

"Aku tak biasa bila ku tak mendengar suaramu."

"Aaa...ku tak biasa huooooo..." Sesa menyanyi dengan wajah datarnya yang penuh kepedihan. Lagi... nyanyiannya yang datar mengundang perhatian penghuni lain.

"Inginku berkata kasar namun takut neraka," celetuk salah satu penghuni kamar bawah bernama Tiara yang merupakan senior Sesa di kampus. 

Saat itu Tiara sedang menjemur baju di depan kamarnya yang memang kos mereka disediakan mesin cuci jadilah tempat untuk menjemur baju menjadi suguhan pemandangan di depan kamar mereka. Hal ini terhubung dengan tempat jemur baju di lantai dua yang atapnya sudah di desain untuk menerima sinar matahari yang menembus sampai lantai satu. Tiara sendiri cukup akrab dengan Sesa karena mereka sama-sama mudah berbaur dengan orang lain.

"Wah suaramu yang terbaik. Hidup, Sesa! Hancurkan mahluk pribumi hahaa!" Dian teman seangkatan Sesa ikut menyahut dari lantai atas. Ia sedang bersandar di balkon menyaksikan kegalauan temannya itu. Sontak hal itu mengundang gelak tawa anak-anak kos yang lain.

Sesa hanya diam dan kembali melanjutkan nyanyiannya.

"Aku tak biasa."

"Bila tak memeluk dirimu."

"Aku tak biasa bila kutidur tanpa belaianmu."

"Wau.. suaranya Sesa berpower banget sampai rohnya mau ikut keluar," celoteh Tiara lagi yang masih menjemur pakaian.

"Ya Allah perkataan sampah macam apalagi ini," cibir Sesa sok kesal.

"Makin berani kamu ya!"

"Hehe, maaf mbak, canda. Mana berani aku begitu sama senior. Maaf ya kakak." Sesa langsung merajuk meminta maaf dengan sungguh-sungguh.

Melihat Sesa yang sepertinya sedang galau beneran mengundang minat Tiara untuk bertanya. "Ada apa, Sesa? Lagi patah hati ya?" 

"Entahlah, rasanya hatiku sedih."

"Jangan sedih dong. Hidup itu dinikmati bukan malah diratapi."

"Mbak, aku harus gimana ya? Aku mencintai pacarku tapi di sisi lain jantungku berdebar melihat pria lain. Mana rasanya kepikiran terus."

Tentang Kau dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang