50 - Jeff's Confession

832 112 7
                                    

Aku dan Jeff berjalan menyusuri koridor terbuka yang menjadi perantara antar satu gedung ke gedung lainnya. Suasananya tampak asing meski aku pernah kuliah di sini. Pepohonan yang daun-daunnya sudah berwarna jingga kemerahan berbaris rapi di sisi kiri kami, membuat udara jadi lebih segar meski di sebelah kanan langsung bertemu jalan dan banyak kendaraan berlalu lalang di sana.

Aku sudah mengirim pesan kepada Nate agar mengabariku jika sudah mau pulang.

Selama di jalan, ponsel Jeff beberapa kali berdering, tetapi pria itu hanya memeriksa dan menolak panggilan tersebut seperti si penelepon adalah pengganggu. Aku hanya diam menyaksikan itu meski sejujurnya agak mengganggu mendengar nada deringnya yang tidak enak dan terlalu nyaring. Kalau dulu, aku tidak akan segan-segan mengungkapkan betapa aku tidak menyukai musiknya, setelah itu dia akan langsung menggantinya.

Lagi-lagi teringat akan potongan-potongan kebersamaan kami sebelum aku membencinya.

"Bagaimana kabarmu?"

Lucu dia baru bertanya setelah kami berjalan cukup jauh.

"Kukira kau bisa menebaknya sendiri. Aku baik, seperti yang terlihat." Aku membalasnya dengan nada agak malas. Kulirik Jeff sebentar dan nyaris kaget karena dia sudah lebih dulu menatapku.

"Itu tidak terlihat baik di mataku."

Apa semua orang terlahir dengan kemampuan membaca suasana hati orang lain? Aku bisa memaklumi Nate karena kami memang bersaudara, tetapi Jeff? Bahkan Alby pun pernah menebak bahwa sesuatu sedang mengganggu pikiranku. Oh, atau aku yang menunjukkannya terang-terangan?

Dan aku benci berada di situasi di mana aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

"Bagaimana denganmu?" Awalnya aku sama sekali tidak berniat ingin balas menanyakan kabarnya, tetapi aku perlu melakukannya demi mengalihkan topik pembicaraan.

Jeff tidak langsung menjawab, dia hanya tersenyum seolah-olah sesuatu yang baik ada di depan matanya.

"Kuharap bisa terus sebaik ini," sahutannya hanya membuatku mengangguk ringan.

Kami tidak bicara lagi dan itu bagus. Aku memeriksa jam melalui ponsel sekaligus memeriksa apakah Nate mengirim pesan, tetapi tidak ada. Terkadang aku tidak menyadari kalau ponselku bergetar atau berdering singkat.

Aroma kopi sudah tercium dari sini, saat kulihat ke depan dengan saksama, kutemukan sebuah kedai kecil yang posisinya tepat di depan jalan masuk kantin kampus. Tempatnya sederhana, seperti food truck, tetapi hanya kontainernya yang dipakai. Di depan tempat memesan, terdapat beberapa kursi tinggi. Kupikir itu hasil kreatifitas mahasiswa di sini.

Jeff menarik satu kursi untukku, sementara dia tetap berdiri sambil membaca papan menu di hadapannya. Kubiarkan dia juga memesan untukku ketika dia juga mempersilakan aku untuk melihat menunya. Lagi pula, aku sedang tidak ingin memesan menu khusus saat ini. Kopi jenis apa saja akan kuterima.

Siapa pun yang mengurus kedai kecil ini, patut diberi apresiasi. Mereka membersihkan rak kopi, meja saji, sampai konter memesan dengan baik. Tidak banyak orang yang bisa membersihkan tempat sempit yang penuh benda seperti ini, terkadang masih ditemukan cipratan-cipratan bahan kopi di sela-sela benda. Itu membuatku jijik dan biasanya menjadi alasan untuk tidak memesan di sana. Sebagai seseorang yang suka kebersihan, aku yakin akan sering membeli kopi di sini--dengan syarat, aku masih mahasiswa di sini.

"Katanya kau akan menyukai kopi di sini." Jeff menarik kursi di sebelahku dan mendudukinya.

"Katanya?" Aku mengulang kata-katanya karena itu berarti sesuatu. "Kukira kau sudah pernah ke sini, karena kau tampak sangat yakin saat berkata bahwa mereka menyajikan kopi yang enak." Aku tidak salah mengingat itu, 'kan? Dia sendiri yang berharap aku mengiakan ajakannya.

Heart to Break [✔]Where stories live. Discover now