Tegar satu

13 0 0
                                    

"Hai ngelamun aja" tegur lebat sambil duduk di sebelahku.
"eh" sapaan lebat menyadarkan aku dari lamunan. "Sejak kapan kamu disini?" tanya ku kalap akan kehadiran lebat secara tiba-tiba.
"makanya jangan ngelamun aja!" Jawab ketus lebat.
Aku masih terpikirkan betapa teganya dia denganku. Seolah ia tak sama sekali menghargai semua apa yang telah aku lakukan untuknya. Meninggalkanku dengan cara yang menyakitkan, meninggalkan luka yang...
"ya kan" sambil menunjukkan jari kearahku. "hey jangan kebanyakam ngelamun. Kau ini masih muda kerjaanmu cuman ngelamun aja" ucapnya sambil tersenyum kecut kearahku.
Aku usap wajahku dengan telapak tangan kanan.
"kau masih mikirin dia ya?" tanya lebat memecah suasana hening beberapa saat.
Aku anggukkan kepala, artinya 'iya'.
Lebat tersenyum kecut kearahku "wanita seperti dia tidak pantas untuk kau pertahankan gar, sudahlah lupakan. Cari yang lain" lebat mengahiri kalimatnya dengan kebasan tangan.
Suasana coffee shop malam hari ini tidak begitu ramai seperti hari-hari sebelumnya. Ya, mungkin karena hari ini adalah hari awal rutinitas mingguan, di tambah cuaca di luar sana yang lagi hujan lokal, tak begitu lebat. Tapi, layak untuk di jadikan alasan orang-orang malas keluar rumah- asik dengan berselimut benda bernyawa.
Disini tempatku berimajinasi, coffee shop dengan tata ruang yang menyenangkan, klasik tapi tak ketinggalan zaman. Hembusan asap putih mengepul di langit-langit ruangan coffee ini. Baunya enak, tak seperti bau rokok pada umunya.

***

Patah hatiku berasal dari kejadian satu bulan lalu.
Aku dan andini adalah sepasang kekasih yang telah merajut kasih satu tahun terakhir. Hubungan kami seperti pada pasangan umunya. Tapi, hubungan kami harus kandas dengan sangat menyakitkan sebelum tujuan kami terealisasi. Entah, itu tujuanku sendiri atau tujuan dia juga. Selepas kejadian itu kami benar-benar memutuskan untuk tidak saling kenal.
"kamu yakin mau benar-benar berangkat?" tanya andini untuk memastikan keputusanku sebelumnya.
Aku menoleh menyakinkan andini "iya, aku sudah yakin. Doakan semoga berjalan normal".
"tanpa kau suruh pasti aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu" balas andini dengan raut muka sedih tertunduk.
Aku melangkah lebih dekat dengan andini "terima kasih. Andini" aku menghela nafas untuk bisa berbicara lebih tenang.
Terlihat raut wajah andini berat melepaskanku untuk pergi.
"nanti ketika kita tak saling tatap langsung, jangan berpikiran yang tidak-tidak ya? ini aku lakukan demi kita. Demi masa depan kita. Bukannya kita sudah berjanji untuk saling percaya, walau jarak memisahkan. Saling komunikasi itu wajib katamu. Dan jaga hati agar kita nanti bisa bersama-sama sampai salah satu diantara kita dipanggil-Nya" ujapku menirukan kata-kata andini pada suatu masa.
Andini mulai perlahan menengadah ke arahku. Bola mata kecoklatan andini yang berkilauan menatapku, kita saling tatap untuk waktu yang lama. Semburat cahaya matahari membuat raga kita menjadi hangat, seperti hangatnya tubuh kami yang saling berpelukan.
"aku yakin. Kamu akan baik-baik saja. Dan pulang untuk kembali bersamaku" suara andini menahan rasa tangis dipelukanku.
"Iya aku akan melakukannya demi kamu" sambil aku peluk lebih erat tubuh wanita yang selama ini membuat hariku penuh warna.
Ternyata itu hanya drama klasik, yang dibuat seolah-olah ini kisah percintaan yang romantis, nyatanya enggak sama sekali. Kau main api dibelakangku. Kau tutupi dengan berbagai kasih sayang palsumu.

***

Hari demi hari kami lewati dengan baik. Saling mengabari satu sama lain. Meskipun intensitasnya berkurang. Aku menyadari itu, mungkin karena kita sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Pesan dan telepon selalu kami lakukan sampai pada akhirnya aku pulang lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan. Butuh kerja ekstra untuk bisa cepat merampungkan tugas pekerjaan ini. Kepulanganku ini aku sengaja tidak memberi tahu andini, agar kesannya nanti bisa sebagai surprise kecil-kecilan buat hubungan kita.
Setelah beberapa menit yang lalu turun dari pesawat yang merapat ke hanggar. aku bergegas melawati lobi dan segera naik taksi menuju kontrakan andini. Di taksi ini aku sudah membayangkan betapa terkejutnya andini melihat aku yang sudah pulang lebih awal dari jadwal yang sudah aku beri tahu  sebelumnya. Apa lagi di tambah dengan isi kotak merah kecil ini. Tidak bisa aku bayangkan betapa senangnya dia.
Taksi menelusuri kota yang  mempertemukan aku dan andini, di kota ini juga aku dan ia mengungkapkan perasaan hati. Banyak kenangan yang terjadi begitu cepat. Disudut kota ini juga kami sering menghabiskan waktu sepulang kerja, bersama dengan sebuah jagung manis semanis senyumnya, berlatar langit yang memerah jingga di ujung kota.
Taksi berjalan meninggalkan aku di depan kontrakan andini. Tapi, didepan kontrakan andini terlihat sebuah mobil terparkir rapi. Aku berusaha berpikir positif. Mungkin saja itu mobil teman-teman andini yang lagi mengerjakan tugas pekerjaan sebagai junalistik atau hanya berkunjung saja.
Kulangkahkan kaki sampai akhirnya tepat di depan pintu rumah andini. Perasaanku terasa ganjil, ada yang tidak beres dengan kondisi kontrakan andini. Hanya ada satu pasang sepatu laki-laki di depan pintu kontrakan dan Ketika jari tangan akan mengetuk daun pintu. Terdengar suara samar tawa andini dan seorang laki-laki dari dalam, saking penasarannya dengan suara laki-laki itu aku urungkan niat untuk mengetuk pintu. Aku mencari celah agar aku bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam kontrakan andini ini.
Betapa terkejutnya aku melihat dari celah cendela. Andini yang berpakaian minimalis duduk di pangkuan seorang laki-laki yang polosan dibagian atasnya, tiduran diatas sofa, Saling bersitatap,. Kejadian itu berjalan cepat dan akhirnya mereka berciuman mesra yang membuat aku geram, nafasku tak beraturan. Aku hembuskan nafas agar lebih tenang dalam situasi ini, tak lama aku langsung mendobrak pintu kontrakan andini. Mereka berdua menatapku tercengngan, kaget. Mereka masih dalam posisi yang sama. Tanganku mengepal menahan amarah yang sewaktu-waktu bisa meletus kapan saja. Aku berusaha menahan amarahku.
Aku tatap setenang mungkin wajah andini "jadi ini balasanmu?" aku menghela nafas
"te,-". Andini sambil turun dari pangkuan lelaki itu.
Sontak kupotong kalimat andini "kau pintar sekali ya! Menyembunyikan kebusukanmu dengan rapi. Tapi tidak untuk saat ini." ku hembuskan nafas agar bisa lebih tenang dan untuk menghindari kekerasan.
Andini menghampiri memegang lenganku yang sudah mengeras sedari tadi, membujukku untuk mendengarkan penjelasannya. Sedangkan lelaki itu hanya bisa diam tak bisa berkata-kata, duduk tertunduk di atas sofa mengenakan pakaiannya..
"tak perlu kau jelaskan lagi, ini sudah menjadi bukti bahwa kau tak bisa memegang janji, tidak bisa diajak untuk saling berkomitmen. Aku sangat kecewa denganmu" aku hembaskan pegangan andini.
Aku pergi dengan luka yang kau tinggalkan. Kejadian barusan telah menghapus semua rasa senang bersamu dulu. Aku tidak tau, sudah sejak kapan kau tega melakukan ini padaku. Aku hanya bisa berpesan padamu. Jika laki-laki yang baik akan menjaga pasangannya dengan baik, dan terima kasih atas luka yang telah kau berikan. Semoga di lain waktu kau bisa bahagia.

CanduTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon