Bab 18

1.5K 85 2
                                    

Hanna memandangi setiap objek yang dilalui oleh mobil yang ditumpanginya. Keadaan didalam mobil itu sangat sunyi. Tak ada yang ingin memulai percakapan atau mengangkat topik terlebih dahulu.

Ibu Nur yang berada disamping putrinya menatap lurus kejalanan. Pandangan wanita setengah abad itu terlihat kosong, tak ada binar bahagia seperti kedatangannya pertama kali ke Jakarta untuk mengunjungi cucu barunya.

Baby Zayn, bayi yang baru seumur jagung itu nampak tenang didekapan sang bunda. Ia terlelap sambil mengemut ibu jarinya yang tidak memakai sarung tangan.

Dikursi kemudi, pak Didin sedang menyetir dengan khusuk. Sesekali lelaki paruh baya itu melihat samping jalan atau membuka sebungkus permen untuk mengalihkan diri dari kecanggungan didalam mobil. Tak jarang, sopir dadakan yang dipanggil dari kantor keluarga Alfathih itu melirik putra sulung sang majikan yang duduk disampingnya.

" Maaf pak, ini jalannya kemana lagi ya? ". Tanya pak Didin memecah keheningan.

Davin menoleh, lalu menunjuk pada Google maps diponsel yang diletakan diatas dashboard.

'Kalau itu mah saya juga tahu pak, maksud saya nanya tuh supaya keadaannya gak canggung begini gitu lho'. Batin pak Didin.

"  Nanti mampir ke pasar sebentar ya, pak " Hanna menatap kedepan kemudian kembali memalingkan kepalanya lagi saat ia bertemu pandang dengan Davin melalui spion.

" Baik bu ".

Keadaan kembali hening. Sampai kemudian, mobil yang ditumpangi Hanna dan keluarganya berada diarea pasar yang terlihat cukup ramai.

" Disini saja pak ". Pak Didin mengangguk dan memberhentikan mobilnya ditempat yang mudah untuk melakukan parkir.

Setelah mobil berhenti, Hanna menitipkan putranya pada sang ibu lalu keluar dan kemudian masuk kedalam pasar untuk mencari sesuatu.

Davin yang melihat istrinya keluar segera melepaskan sabuk pengaman dan ikut turun dari mobil. Ia berlari kecil untuk menyusul istrinya yang sudah hilang dibalik tembok pembatas.

Pria itu mengedarkan pandangan saat netra coklat terangnya tak menemukan keberadaan sang istri. Ia memandang teliti pada setiap bilik penjual dipasar tradisional tersebut. Namun nihil, istrinya tak bisa ia temukan sama sekali. Keadaan pasar yang begitu ramai membuat ia kesulitan untuk menjangkau wanita yang dicintainya itu.

Berusaha untuk kembali mencari, pria dengan stelan mencolok ditengah keramaian itu melanjutkan langkahnya menyusuri setiap sudut pasar, mata elang yang dimilikinya bergerak lincah untuk menemukan sang istri yang menghilang dari pandangannya.

Puk

Sebuah tepukan pelan dibahunya membuat Davin terlonjak dan berbalik dengan segera.

" Nana!"

Mengetahui siapa yang kini berada dihadapannya, pria itu segera menarik Hanna kedalam pelukannya dan berucap menyebut nama wanita itu dengan lirih. Ia tak peduli jika hampir seluruh penghuni pasar itu menatap kearah mereka dengan aneh.

" Mas lepas. Malu dilihat orang lain ". Ucap Hanna pelan. Wanita itu melepas pelukan mereka dengan perlahan sambil menundukan pandangannya. Malu.

" Kamu darimana? Saya cari kok gak ada? " Davin berusaha menetralkan suara napasnya yang memburu.

" Kamu ngapain ikut turun. Kenapa gak tunggu dimobil aja? " bukannya menjawab, Hanna justru bertanya dengan sedikit pelototan dimatanya.

Awalnya ia tidak tahu jika Davin mengikutinya masuk kedalam pasar. Jika saja tadi ia tidak mendengar bisikan para anak muda yang sedang memilih aksesoris di sebelah penjual sayuran, ia mungkin tidak tahu jika pria yang hampir berkepala tiga itu menyusulnya dan hampir tersesat dikeramaian.

Perfect Parents: Hanna's Family ( SELESAI )Where stories live. Discover now