14

67 4 0
                                    

Wanita yang terlihat anggun dan berwibawa adalah sosok penguasa hati Devan, ia adalah ibunda Devan yang biasa di panggil Mami. Namun, kini ada wanita lain yang bertengger di hati Devan yaitu Marsya.

"Mi, tapi janji ya jangan galak-galak." Rengek Devan.

Wanita berkacamata itu sedang memangkas daun-daun dari tanaman kesayangan nya. Ia hanya menoleh pada putranya dan berdecak pelan.

"Dia harus tangguh Dev. Dia akan jadi menantu mami yang jelas-jelas harus melindungi mami." Wanita bernama Irina itu terkekeh.

"Ck, kok jadi pelindung mami?" Devan tak terima.

"Iyalah! Dia akan merawat mami nantinya." Sahut Irina.

"Ya..Ya.. Baiklah." Devan mencebik pelan.

"Bawa ke sini, malam ini kita makan malam bersama, okey?" Irina mengusap puncak kepala putranya.

Devan menatap wajah anggun nan berwibawa milik ibunda nya.

Anggukan kecil membuat Devan yakin akan pilihannya.

***
"Duh!" Marsya kembali menukar dress biru miliknya dengan dress berwarna hitam.

Ia terlihat bingung. Ia takut mengecewakan Devan jika mami Devan menolak dirinya karena status janda yang ia sandang.

Sebuah pesan masuk ke ponsel Marsya yang memberitahu jika Devan sudah akan sampai. Wanita itu kembali menatap dirinya di cermin.

Dress hitam selutut dengan model sabrina, flatshoes berwarna maroon dan juga sebuah tas tangan kecil bercorak floral menghiasi penampilan nya. Rambut panjangnya di gerai dengan sedikit gelombang. Cantik, itu yang akan keluar dari pikiran siapapun yang melihat penampilan Marsya.

Devan mematung menatap wanita yang beberapa hari lalu membuat ia mati gaya di ranjang.

"Dev?" Marsya mencolek lengan pria tampan dengan kaos polo hitam itu.

"Cantik banget!" Devan mengecup bibir Marsya.

Wanita itu mencubit dada Devan.

"Main sosor aja!" Marsya meraih ponselnya dan mengecek bibir nya yang baru saja di kecup Devan.

Pria itu terkekeh lalu menggandeng tangan Marsya. Hanya 30 menita waktu yang di butuhkan Devan untuk membawa kekasihnya ke rumah mewah miliknya. Marsya sesekali menghela nafasnya.

"Santai aja yang.." Devan menggenggam tangan dingin Marsya.

"Kalo mami kamu gak suka aku, tolong dengerin mami kamu ya Dev.." Marsya menatap pria tampan di hadapannya.

Pria itu hanya mengedipkan matanya dengan jahil.

Pintu utama yang bediri kokoh membuat Marsya semakin tak karuan. Beberapa ART tersenyum menyambut Devan dan Marsya.

"Mi.. Aku udah sampe." Sapa Devan pada ibundanya yang tengah menonton televisi. Irina menoleh dan ia hanya mengangguk pada Devan tanpa menyahut. Devan hanya menghela nafasnya dalam.

"Harus kuat sama mami ku, oke?" Bisik Devan pada Marsya.

"Selamat malam tante.." Marsya menunduk hormat dan meraih tangan Irina lalu menciumnya sopan. Irian terhenyak.

"Malam. Duduk dulu." Perintah nya.
Marsya duduk dengan Devan yang ada di sisinya.

Irina duduk di hadapan mereka.

"Dev, kamu bisa bantu mama carikan kacamata di kamar?" Pinta Irina. Devan hanya memutar bola matanya karena sudah bisa menebak apa yang akan ibundanya lakukan.

"Dev?" Irina kembali bersuara.

"Iya, Mi." Devan mengusap puncak kepala Marsya.

Marsya duduk dengan tenang. Marsya tahu, Irina tengah menguji nyalinya hal itu terlihat dari bagaimana Irina berbicara dengan lugas dan tegas namun tetap ramah.

"Satu kantor sama Dev?" Tanya Irina.

"Ngga, tante. Aku kerja di kantornya Pak Dante." Beritahu Marsya. Ia sudah tahu jika Irina sudah mengenal Dante dan keluarganya.

"Oh ya? Bagian apa?" Irina membetulkan letak kacamatanya.

"Sekretaris Pak Dante, tante." Marsya tersenyum. Irina tersenyum.

Dan mengalirlah obrolan antara Marsya dan Irina. Diam-diam Irina mengerti kenapa putranya menyukai Marsya, selain cantik ternyata Marsya itu adalah wanita yang ramah juga cerdas dan berwawasan luas.

"Yuk makan, Sya." Ajak Irina. Wanita paruh baya itu menggandeng tangan Marsya dan sontak saja Marsya merasa terkejut namun ia tetap bereaksi seluwes mungkin.

"Mi, kaca mata---" Dev mendengus pelan ketika sadar jika Irina sudah mengenakan kacamata.

Irina tergelak melihat kejengkelan anaknya. Begitu juga dengan Marsya yang tertawa mengejek Devan.

"Ayok makan." Irian mengusap punggung Marsya. Devan tersenyum melihat bagaimana Marsya bisa menaklukkan hati Irina.

Janji senjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang