꒰⚘݄꒱Akhirnya kau bersuara

761 144 36
                                    

[Name] rasa, ada sesuatu yang tak beres dari Jean. Entah mengapa, sejak semalam tingkah Jean benar-benar aneh di mata [Name]. Pemuda itu bersikap seolah-olah mereka akan berpisah untuk selamanya dan tidak bisa bersama.

Kendati demikian, [Name] tak ingin mencerca Jean dengan sederet pertanyaan yang menambah beban pikiran kekasihnya itu. Jean sudah cukup lelah dengan kacaunya Shiganshina, pertanyaan dari [Name] rasanya hanya akan menambah beban pemuda itu.

Pun Jean bersikap seperti itu [Name] rasa karena insting pemuda itu sebagai seorang prajurit. Jean selalu berpikiran menjadi seorang prajurit selalu ditemani oleh maut yang nyata.

"Mengapa kau melamum?"

Lamunan panjang [Name] buyar ketika mendengar sang ibu bertanya padanya sembari mendudukkan diri di hadapannya. Gadis itu terkesiap lalu mengusap wajahnya dan bergeleng kecil. "Bukan apa-apa," alibinya.

Sang ibu menghela nafas. "Apa kau memikirkan Jean?" Terkaan sang ibu sangat benar.

Kedua mata menyendu, gadis itu menopang dagunya lalu memejamkan kedua matanya. "Aku hanya takut dia terluka."

Mengerti akan kekhawatiran anak gadisnya, ibu [Name] mengusap tangan [Name] yang tergeletak di tapak meja. "Tenangkan dirimu dan jangan panik."

Nafas ditarik dalam-dalam. [Name] mengangguk mengerti.

Tok! Tok! Tok!

[Name] menoleh ke arah pintu rumahnya yang terketuk. Beranjak berdiri, gadis itu akan membukakan pintu. Ketika pintu terbuka, ia mendapati sosok dokter Rose berdiri dengan wajah penatnya.

"Dokter Rose, ada apa?" tanya [Name].

"Shiganshina rupanya kekurangan tenaga medis. Bisakah kau ikut denganku ke Shiganshina untuk mengobati orang-orang yang terluka?"

[Name] terdiam. Seketika dirinya teringat dengan pesan Jean untuk tidak menyentuh Shiganshina hingga keadaan aman. Pun seharusnya [Name] memang diwajibkan tetap tinggal di Shiganshina sebagai tenaga medis yang dikerahkan. Namun, entah bagaimana cara Jean mendapatkan izin agar [Name] bisa pulang ke Trots.

"Meski kau sudah mendapat surat resmi untuk pulang, hanya saja kali ini Shiganshina membutuhkan tenaga medis tambahan-"

"Baiklah." [Name] menyela sembari tersenyum tipis. "Masuklah terlebih dahulu."

***

Shiganshina memang benar-benar membutuhkan tenaga medis tambahan. Bahkan korban yang [Name] lihat bertambah lebih banyak dari semalam. Banyak dari mereka yang menerima cedera serius karena terkena runtuhan dinding.

Melihat kekacauan pulau Paradis yang disebabkan oleh Eren membuat sisi kemanusiaan [Name] teriris. [Name] mengenal Eren, mereka pernah berbicara dalam beberapa kesempatan dan ketika tahu bahwa Eren akan meluruh lantahkan dunia luar benar-benar membuat [Name] skeptis.

Eren selama ini terlihat hampa. Namun, siapa yang menduga, pemuda hampa itu memiliki keputusan iblis dalam sejarah.

"Aku butuh perban yang lebih banyak!" [Name] sedikit berteriak pada salah satu perawat ketika persediaan perbannya mulai menipis.

Ketika sampai di Shiganshina, [Name] tak langsung mencari di mana keberadaan Jean. Gadis itu hanya fokus pada pekerjaannya. Rasanya, di tengah situasi seperti ini, perasaan pribadi harus sedikit disingkirkan.

"Ini perbannya, dokter [Name]."

[Name] menerima perban pemberian perawat dan dengan segera membalut tubuh pasiennya yang mengalami ruka robek lebar di punggung. "Terimakasih," ujarnya pelan tanpa mengalihkan perhatiannya. "Kau tolong pegang tubuhnya," tambahnya.

𝐏𝐑𝐎𝐌𝐈𝐒𝐄 || Jean Kirstein || FAP ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang