Throw Back

15 1 0
                                    

(Special Pov.)

Entah, aku udah melamun berapa lama. Yang pasti, selama tangannya masih menggenggam tanganku, dunia terasa berhenti berputar. Dan yang kulihat, hanya genggaman itu. Lagi dan lagi. Aku kenapa sih? 

Aku mendongak. Berusaha melihat wajahnya, walau yang kulihat semata hanya rambut hitam lebatnya. Kemeja biru tua yang ia kenakan sangat serasi dengan jeans panjang dan Boots kulit yang ia pakai. Walau tidak terlalu terlihat, dia menggantungkan sebuah kacamata di kerah kemejanya. 

Dan sebenarnya, aku masih bertanya tanya tentang sosoknya. Aku belum bisa melihatnya dengan sempurna. Suaranya sangat familiar. Aku pernah mendengar suara itu. Tapi dimana ya? Siapa? 

Lamunanku terhenti saat perlahan, stan kedokteran yang dari tadi kucari cari mulai terlihat di balik kerumunan orang orang. Akhirnya! Perlahan, aku bisa merasakan, dia melepaskan genggamannya sembari berbalik. Menghadapku. 

" Sudah sampai, ya"  akhirnya setelah berdiam diri cukup lama, dia kembali bersuara. Dengan suara khasnya yang berat. 

" E-eh iya. Maaf ya untuk yang tadi" balasku sambil terbungkuk bungkuk. This is quiet embarrassing. 

" Iya" kemudian dia bersiap berbalik pergi. 

" Eh, mau mampir ke stan kedokteran dulu? Siapa tau mau lihat lihat?" 

" Gak" 

Anjir, ni orang jutek amat dah. Ekpresi dan intonasi kata kata singkatnya tadi sama semua. Datar. Dan aku baru sadar, kalau ada masker hitam, yang menutupi area hidung, sampai dagunya. 

" Udah kan? Ga ada lagi?"

 Etdah, sombong bener. Menyadari tidak ada yang bisa dibicarakan lagi, dia bersiap berbalik untuk kesekian kalinya. Aku hanya mengangguk kikuk. Masih berusaha mengenali wajahnya. 

" Iya. Sekali lagi, makasih ya- .." aku berhenti, sedikit kebingungan karena aku belum mengetahui nama laki laki ini. Aku melihat wajahnya lagi, mencoba menebak.  

" Geezan

" Panggil saja, Geezan"

_._._

" Ck, si Shery mana sih" 

Gua hanya bisa menggerutu gusar, ketika panggilan yang kutujukan untuk Shery tidak diangkat.  Sudah sekitar setengah jam sejak Shery pergi. Dan dia masih belum mengabarkan apa apa. Yakali gua harus nyari dia di aula segede ini? Walau tidak serame tadi, masih banyak kerumunan kerumunan besar. 

" Anjr. Jangan jangan dia beneran di culik" 

" Ngomong apa sih, Key" teguran Lail, membuat gua menyengir pelan sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal. 

" Hehe, gapapa. Shery gak bisa dihubungin. Padahal udah dari tadi" jawabku yang membuat Lail sedikit mengernyit. 

" Coba hubungin teman sejurusannya. Takutnya nyasar. Aula gede banget" saran Lail yang membuat gua mengangguk angguk. 

Nah iya. Apa lagi Shery kadang suka nge-lag. Siapa tau ada orang asing yang mancing dia keluar dari area aula terus culik dia di luar. Mungkin aja kan? Eh tapi gak mungkin. Soalnya Shery pasti teriak kalau dia diapa apain. Dan teriakannya itu macam toa. Mungkin bisa kedengaran sampai monas. 

Gua mencoba untuk mencari kontak salah satu teman sejurusan Shery. Kalau tidak bareng gua, gua paling sering liat dia sama Agnes, mahasiswi Kedokteran blesteran Singapura.  Untung saja, kontaknya tersimpan di hape. 

GeezanWhere stories live. Discover now