9

197 27 2
                                    

🍊

"Harus beli bed baru lagi?"

Nami menampilkan wajah tak suka, "kasurmu yang di rumah lama bisa kau pindahkan, kenapa harus beli baru?!"

Jihoon menggaruk kepalanya, tampak cincin putih mengkilap terpasang di jari manis laki-laki itu. Ya.. semuanya berjalan sesederhana mungkin dan ini adalah hari kedua mereka menikah, di hari pertama mereka masih tinggal di rumah masing-masing atau lebih tepatnya Jihoon gunakan hari kemarin sebagai hari kepindahannya.

"Kau jangan berpikiran aneh, aku tidak masalah berbagi kasur. Ini cukup lebar untuk satu orang."

Gadis itu naik ke atas kasur dan menepuk kasur supaya Jihoon duduk di sampingnya.

"Aku harus hilangkan kebiasaan mu membuang uang untuk hal yang tidak penting."

Mata Jihoon berkedip berkali-kali, "oke aku tidak masalah tapi aku suka memeluk siapapun di sebelahku saat tidur."

"Aku tidur seperti orang mati, aku juga takkan menyadari ada sesuatu yang menyentuhku."

Itu artinya Nami tidak mempermasalahkan mau sekasur atau tidak. Lain halnya kalau Jihoon menghamburkan uang untuk barang yang sebenarnya sudah ada karena malas mengangkut ulang.

"Apa kita ada perjanjian?" tanya Nami.

"Kau kira ini pernikahan kontrak? Tentu saja janji ku di altar lusa kemarin adalah menerimamu sebagai istri dalam hidup dan mati."

"Kau bisa masak?" tanya gadis itu.

"Aku bisa belajar dari buku resep, setidaknya aku tidak terlalu buta bumbu dan cara memasak pada umumnya."

"Jadi kau akan baik-baik saja selagi aku tidak ada di rumah, kan?"

Jihoon mengangkat satu alisnya, "kau mengatakan itu seolah-olah jarang di rumah, aku benar?"

Nami melipat tangannya di dada, "baiklah kita bahas ini di sini, aku bukan tipe orang yang banyak bicara tapi kali ini di depanmu aku akan bicara lebih lama dari biasanya."

Jihoon membaringkan tubuhnya, "kalau kau tidak biasa menatap mata orang saat berbicara, berbaringlah, tatap saja langit-langit, aku akan dengarkan."

"Bukan begitu.." Nami menarik kaus putih Jihoon supaya laki-laki itu duduk seperti tadi, namun Jihoon malah tidur tengkurap dengan tangan menopang dagu.

"Terima kasih, sunbae.. Hidupku sudah lebih dari cukup, aku akan membalas semua kebaikanmu suatu saat nanti. Aku juga tidak menyangka akan menikah dalam waktu dekat, karena dari dulu aku berpikir jodohku sudah meninggal makanya aku disakiti berkali-kali. Senang mengenalmu, maaf sekali lagi untuk kata kasar ku dulu," ucap Nami sambil menatap suaminya intens. Dia memberanikan diri untuk berkomunikasi yang baik dengan pasangannya.

"Aku selalu menerapkan take and give dalam hubungan. Terdahulu, semua berjalan lancar, namun akhirnya orang-orang menyakitiku dan aku tidak bisa balik menyakiti mereka. Sunbae, apa yang kau kasih hari ini, akan aku balas, apa yang perasaanmu rasakan, akan aku balas. Maaf juga untuk membicarakan perceraian, aku sangat ragu waktu itu, aku selalu berpikir aku tidak berhak bahagia untuk menebus dosa orangtuaku yang merugikan banyak pihak. Seperti yang kau tahu aku banyak sekali problematika, sama seperti Kim Junkyu, kami masuk Psikologi untuk menyembuhkan diri," lanjutnya, Nami tersenyum tipis.

"Lambat laun kau pasti mengenal lebih dalam siapa aku sebenarnya, bagaimana sisi lain diriku yang mungkin bisa saja kau benci, jadi tolong sadarkan aku kalau aku mulai tidak seperti Song Nami yang kau kenal."

ORANGE | Park Jihoon [TREASURE]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang