Bab 25

29.1K 2K 38
                                    

Hubungan mereka yang renggang dan tak ada komunikasi selama beberapa minggu, tak lantas membuat Galen berhenti memperhatikan Clara. Tanpa setahu wanita itu, Galen mengamatinya dari jauh. Bahkan melalui orang lain sekalipun. Karena Galen tahu, Clara sedang tidak aman.

Galen tahu kapan Clara pergi dari apartemennya dan kapan pulang. Meski pria itu tak menampakkan dirinya di hadapan Clara. Bahkan Galen tahu yang terjadi di pesta Nicholas dan teman-temannya. Galen memang punya mata-mata yang untungnya bisa dengan mudah bergabung dengan teman-teman Nicholas. Hal itu jelas saja membuat Galen marah karena Clara diperlakukan seperti itu. Orang macam apa yang tega mempermalukan pacarnya sendiri di depan orang banyak? Cih.

Seakan ada bisikan dalam hatinya untuk segera menjemput Clara. Namun ada pula keragu-raguan, karena merasa rasa khawatirnya berlebihan sebagai seseorang yang dianggap bukan siapa-siapa. Hingga akhirnya, niat Galen urung dan tetap di unitnya. Tetapi ia tetap memantau lewat lubang intip di pintunya, apabila Clara melewati unitnya.

Hampir sejam, tak ada tanda-tanda kemunculan Clara. Hingga akhirnya, Galen berinisiatif untuk pergi mencari Clara. Namun, begitu ia baru saja membuka pintu, langkahnya terhenti kala melihat Clara baru saja keluar dari lift. Keadaannya basah kuyup, matanya sembab, pun raut wajahnya tak bersemangat.

Sama halnya dengan Galen yang terdiam di tempat, Clara pun berhenti dan menatapnya dengan sayu. Galen bingung hendak apa, meski dalam lubuk hati terdalamnya, ingin merengkuh sosok yang nampak rapuh itu. Namun secara mengejutkan, Clara tiba-tiba saja menghambur dalam pelukannya dengan isak tangis yang dalam. Galen membalas pelukan itu dengan erat, berharap kali ini wanita itu benar-benar kembali padanya.

***
Beberapa kali Galen mengecek keadaan Clara yang masih tertidur di ranjangnya. Karena basah kuyup tengah malam tadi, ia jadi menggigil sepanjang malam dan berujung demam. Ia mengamati wajah polos Clara yang tak dibaluri make up. Biasanya wanita itu selalu benci jika tampil tanpa make up di hadapan Galen. Karena ia merasa dirinya hanya terlihat tampak cantik jika berdandan. Padahal Clara tak kalah cantiknya dengan wajah polos begini.

Pergerakan kedua mata Clara yang perlahan membuka, membuat Galen siaga. Ia menjauhkan tangannya yang tadi mengelus pipi wanita itu.

Clara menatap langit-langit sejenak, mengumpulkan kesadarannya. Kepalanya terasa pusing dan ia merasa lelah, dirinya seakan ditimpuk beban berat. Pandangannya tertuju pada Galen sekilas dan kemudian terpejam sejenak. Ia ingat dengan apa yang ia lakukan tadi malam, dengan bodohnya malah lari ke pelukan laki-laki yang ia anggap hanya mainan.

Clara kemudian mengubah posisinya menjadi duduk bersandar di kepala ranjang, dibantu Galen. Pria itu segera memberikan segelas teh hangat, yang akhirnya bisa meredakan kemacetan di tenggorokan Clara.

"Gimana perasaan kamu? Kepalanya pening, nggak?" Pertanyaan Galen diangguki lemah oleh Clara. "Mau ke dokter aja?"

"Nggak usah. Nanti juga sembuh. Thanks." Jawab Clara dengan suara serak.

Galen manggut-manggut. Lantas ia beralih mengambil mangkuk yang ada di nakas. Untung saja bubur yang ia masak tadi masih hangat.

"Ini, saya buatkan bubur."

Clara menatap Galen dan semangkuk bubur di tangannya bergantian. Ya ampun, padahal baru saja kemarin dijahatin sama Clara, tapi dibalas dengan begini.

"Makasih."

Clara hendak meraih mangkuk itu untuk ia makan sendiri, namun Galen justru mengambil sesendok dan menyuruh Clara untuk buka mulut.

Sudah dimasakin, mau disuapi pula.

Clara menurut saja, meski kini pikiran sedang memerangi hatinya untuk segera pergi dari sini. Ia tak ingin membuat pria ini terlalu repot karenanya. Ingat, mereka tidak akan mungkin bersama. Jadi jangan memberi harapan bahkan berharap.

Shoulder to Lean On (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt