bab 6

334 62 12
                                    







Jihyo berdiri dipuncak bukit dan melihat kebawah menembus pepohonan. Dulu wilayah ini adalah ladang dan hari ini gelombang udara dingin sudah datang. Membawa awan-awan gelap keatas danau serta angin yang menggigit. Tak lama lagi mungkin hujan akan turun.

Jauh dibawah, dia melihat soobin mengemudikan mesin pemanen di kebun anggur, dengung mesinnya terdengar saat angin berhenti bertiup. Ada bau tertentu pada akhir musim panas, udara begitu harum oleh buah anggur. Sebagai bungsu dari dua bersaudara Park, jihyo merasa tidak memiliki tempat dalam bisnis keluarga. Chanyeol si jenius kimia peramu anggur, bisa bicara berjam-jam tentang ragi dan fermentasi gula. Namun jihyo tak memfokuskan pendidikan diseputar budidaya anggur.

Bam menyundul tangannya dan menjatuhkan sebuah bola. "Lagi?" Tanya jihyo. Anjing itu tak menjawab, hanya menatap, memintanya melempar bola. "Baiklah sayang". Kata jihyo sambil melempar bola itu kedalam hutan. Jihyo sudah menghabiskan waktu seharian ini untuk menyelesaikan proyeknya, mengukur, membuat catatan. Ruang kecil itu menyenangkan dan ia akan membuatnya menjadi tempat yang luar biasa.
"Hei, jihyo!"
"Hei eon! Kenapa kau kesini?".
"Kupikir aku ingin mampir, melihat apa yang kau lakukan disini". Ucap Joy membuka topinya hingga rambut panjangnya terurai.

Mereka diam sesaat, entah bagaimana keindahan hari yang mendung itu terasa khidmat.
Saat itu tiba-tiba ponsel milik Joy berbunyi. Dia mengeceknya dan menekan sebuah tombol. "Hai, jungkook, ada apa?". Tanyanya.
Mendengar nama pria itu, jihyo merinding. Dia harus membiasakan diri, pikirnya. Pria itu ada dimana-mana.
"Dia melakukan apa? Dimana? Dia baik-baik saja? Baiklah. Baiklah. Oke, aku akan sampai disana sepuluh menit lagi". Wajah Joy tampak pucat.
"Ada apa?" Tanya jihyo, jantungnya berdebar ketakutan.
"Yeonjun. Dia melompat ke air terjun. Mabuk bersama dua pemuda dan satu gadis". Joy menoleh kepada jihyo. "Dia tidak apa-apa. Tapi Jungkook membawa mereka berempat ke kantor polisi. Kau mau mengemudi?".

Beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di kantor polisi yang berjarak tak jauh dari kediamannya. Yeonjun ada disana dengan wajah kesal dan tatapan menantang, duduk didepan meja jungkook. Syukurlah dia kelihatan baik-baik saja. Jungkook juga ada disana, dan Kamal Hueningkai, si bocah tengil.
"Sayang, kau tidak apa-apa? Kau ini tolol ya? Aku tidak percaya kau bertindak begitu bodoh!" cecar joy.
"Sungguh eomma? Kau bilang aku bodoh?". Yeonjun mendongak tak percaya menatap ibunya.
Jihyo melirik jungkook yang kelihatan cukup menakutkan, wajahnya sedikit berkerut, lengan terlipat di bawah dada. Kalau pria itu meregangkan bisep, kemejanya bisa koyak, dan itu mestinya tidak jadi perhatian jihyo saat ini.

Di belakang jungkook, Kamal meniru pose atasannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di belakang jungkook, Kamal meniru pose atasannya. Efeknya tidak sama. Kamal tersenyum pada jihyo dan melambai kecil, lalu ingat bahwa dia penegak hukum, sehingga kembali mengerutkan kening.

Menurut jungkook, yeonjun dibujuk untuk menunjukan air terjun di tanah keluarga park oleh teman-temannya. Anak itu membawa enam kaleng bir. Setiap anak meminum dua kaleng bir lalu melompat dari batu kedalam air, berenang dan bersenda gurau ketika pendaki yang tersesat menghampiri dan menebak dengan tepat bahwa mereka masih dibawah umur. Jungkook membuat mereka sangat ketakutan dengan muncul disana.

Love choice (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang