13. Surat Pengunduran Diri

2.1K 178 7
                                    


Hai, assalamualaikum..

Apa kabar?..

Aku balik lagi, nih.. dengan membawa rindu yang ku tahan.. eeeaaakkk

Wkwkwkkk..

Oke, selamat membaca ya???

❌❌❌

   
Hari kedua Devi terbaring sakit. Ia masih di haruskan beristirahat total. Ia pun masih harus di bantu infus, untuk memulihkan kesehatannya. Semalam ia sudah memanggil seorang dokter perempuan kenalannya, untuk merawatnya selama sakit.

     Pagi ini ia seperti pesakitan sungguhan. Ia hanya duduk bermalas-malasan di ruang tengah. Sambil menikmati acara di televisi, yang sebenarnya tidak ada yang menarik baginya. Karena ia termasuk orang yang cepat bosan dengan tayangan televisi.

Dalam diamnya, ia mendengar suara langkah kaki masuk. Ia hafal suara langkah itu. Siapa lagi kalau bukan langkah kaki mbok Wati. Karena hanya wanita itu yang ia punya saat ini.

"Dari mana mbok?" tanya Devi, setelah mbok Wati meletakkan dua kantong kresek di atas meja di depannya.

"Dari warung mbak, belanja stok di dapur. Sama beli figura, buat gantiin yang kemarin. Mbok minta maaf ya, mbak? Karena udah lancang sama mbak" jawab mbok Wati canggung.

"Iya, Devi maafin. Tapi, nggak usah di bingkai juga nggak apa-apa sih mbok, sebenarnya. Biar nanti Devi taruh di kardus aja" sahut Devi dengan tenang, tanpa menoleh pada mbok Wati.

"Jangan mbak, biar mbok yang pasangkan, ya? Sekali lagi, mbok minta maaf ya mbak, soal kemarin. Mbok udah kelewat batas" ucap mbok Wati sembari menunduk.

"Lupakan, mbok" jawabnya singkat, mbok Wati tidak enak mendebat.

Akhirnya, wanita paruh baya itu menepi ke dapur untuk menata barang belanjaan ke dalam kulkas, dan ke dalam rak makanan.

Sepeninggal mbok Wati, ada yang mengucap salam dari luar. Sepertinya lebih dari satu orang.

"Waalaikum salam, silakan masuk saja. Pintunya nggak di kunci" sahut Devi agak keras, supaya terdengar sampai ke depan.

Bunyi pintu terbuka pun terdengar beberapa saat kemudian. Beberapa langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya duduk bersandar.

"Pagi mbak, Devi?" sapa seseorang tersebut. Devi menoleh, dan mengulas senyum, mendapati siapa yang bertamu ke rumahnya.

"Selamat pagi juga, mari silakan masuk" sambut Devi mempersilakan tiga orang ibu-ibu tetangganya untuk duduk bersamanya.

Ke tiga orang ibu-ibu yang terdiri dari Bu Ani, Bu Eni, Bu siti, segera mangambil duduk di sekeliling Devi.

"Maaf lho mbak, mengganggu istirahatnya mbak Devi. Kami baru denger dari mbok Wati, katanya mbak sakit. Makanya kami baru ke sini sekarang" ucap Bu Ani.

"Wah, terima kasih udah meluangkan waktunya ke sini" sahut Devi tersenyum sendu. Bayangan wajah sang mama tercetak di matanya.

"Mbak Devi sakit apa?" sambung Bu Siti.

"Tekanan darah saya rendah Bu, Asam lambung juga. Karena udah beberapa hari sulit makan, makanya di infus deh" jawab Devi apa adanya.

"Owalah... Jangan kecapaian kerja mbak, sekali-sekali istirahat. Kesehatan juga penting" nasehat Bu Siti.

"Iya Bu, terima kasih nasehatnya" sambut Devi ramah.

"Oh iya mbak, ini ada sedikit buah buat mbak Devi. Semoga bisa menambah tenaga" sela Bu Eni.

"Terima kasih banyak, pakai repot segala. Tapi, pemberiannya saya terima ya Bu?"

"Harus dong, mbak!" seru tiga ibu-ibu itu hampir bersamaan.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora