51. Bersama Dokter

1.9K 154 29
                                    


Happy, reading..🤗🤗🤗

❌❌❌

Waktu berlalu dengan cepat, Devi sudah berada di ruang perawatan dua jam lalu. Ia juga sudah sadar dari obat bius yang tadi pagi di suntikkan di tubuhnya.

Saat ini ia tengah berbaring menikmati siaran televisi yang menayangkan gosip para artis papan atas tanah air. Ia saat ini sedang sendirian, karena keluarganya terpaksa harus pulang sebentar untuk menyampaikan bela sungkawa pada keluarga dari salah satu karyawan papanya.

Pintu ruangannya di ketuk dari luar lalu terbuka, Devi menoleh ke arah pintu tersebut. Di sana nampak dokter Diky datang bersama seorang perawat.

"Siang, mbak Devi? Apa kabar?" sapa dokter Diky sembari mendekat.

"Siang dokter. Devi baik, Alhamdulillah"

"Alhamdulillah. Oh iya, saya periksa dulu ya?"

"Silakan, dokter"

Mendapat persetujuan, dokter Diky segera memeriksa kondisi kesehatan Devi pasca operasi. Agar bisa terdeteksi ada atau tidaknya reaksi pasca operasi dengan organ lain.

"Alhamdulillah, tidak ada yang perlu di khawatirkan, semua baik. Mbak Devi jaga pola makannya, ya? Nanti kalau sudah sembuh, minum kopinya juga di kurangi. Sukur-sukur bisa berhenti malah lebih bagus"

"Insya Allah, dokter"

"Iya. Ini papa mama mbak Devi kemana? Kok sepi?" tanya dokter Diky, yang baru menyadari tidak adanya anggota keluarga sang pasien di ruangan itu.

"Oh, papa sama mama juga Abang dan ipar, sedang pulang dok. Ada sedikit urusan mendadak" jawab Devi sembari tersenyum tipis.

Deg

Senyum Devi berhasil menciptakan debaran halus di dada dokter muda tampan berkacamata itu. Sebenarnya bukan kali ini saja ia merasakan demikian. Tadi pagi ketika ia mendampingi dokter bedah memberikan tindakan pada Devi, ia berulangkali terkesima dengan wajah ayu alami yang di miliki pasiennya itu.

"Dok?" panggil Devi pelan namun, dokter Diky tidak menyahut.

"Dokter!" panggil Devi agak keras, sehingga membuat sang dokter tergeragap.

"Maaf. Maaf, saya tidak dengar" sahut dokter Diky kikuk.

"Nggak apa-apa"

"Iya. Mbak Devi udah makan siang?"

"Belum, dok"

"Ya udah, biar saya bantu makan, ya? Sus?" panggilnya pada si suster yang bersamanya.

"Iya, dok?" sahut si suster.

"Suster bisa kembali ke ruangan dulu, saya mau rawat mbak Devi sebentar."

"Baik, dok" jawab si suster.

Suster tersebut pun segera berlalu dari ruang rawat Devi. Meninggalkan Diky yang kini mengambil mangkuk berisi bubur yang ada di nakas di samping brankar Devi.

"Permisi ya, mbak? Saya bantu mbak Devi nya makan"

"Iya dok, terima kasih sebelumnya"

"Sama-sama"

Dengan di suapi dokter Diky, Devi mulai memakan makanan lembek tanpa rasa itu. Andaikan ia tak ingat banyak orang yang menggantungkan nasib padanya, tentu ia lebih memilih memakan makanan yang memiliki rasa pedas untuk membangkitkan semangatnya. Sayangnya sejak semalam, ia adalah pesakitan yang tidak bisa berbuat banyak selain menuruti anjuran dari dokter.

Semangkuk bubur di tangan dokter Diky telah tandas berpindah ke lambung Devi. Setelah itu, sang dokter membantu memberikan minum.

"Obatnya, mbak. Bisa nelen obat, kan?"

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Where stories live. Discover now