Si Ratu

2.2K 438 26
                                    

Beberapa bulan kemudian, sang Raja meninggal akibat sakit yang mengerikan. Seluruh kulitnya ditumbuhi bintik yang sangat gatal. Bintik-bintik itu kemudian membesar, bernanah, dan akhirnya pecah mengeluarkan cairan yang berbau busuk. Entah sebusuk apa. Selama ini aku tidak pernah dapat mencium bau dari dunia manusia.

Tapi aku tahu kalau baunya sangatlah menyiksa indera penciuman. Buktinya, semua pegawai dan anggota keluarga raja meninggalkan istana. Permaisurinya saja tidak pernah berada di sampingnya.

Kondisi raja malang itu begitu menyedihkan. Seluruh kulitnya mengelupas, kulihat beberapa belatung menggeliat dan berlompatan di sana. Para tabib sibuk membersihkan lukanya setiap hari, mengobati pria sekarat itu dengan obat-obatan yang kutahu tak akan pernah menyembuhkannya.

Selang seminggu kemudian, raja itu menutup mata dalam kondisi memprihatinkan. Pemakannya dilakukan tertutup. Meski petinya telah disegel rapat, bau busuk itu tetap menyengat dengan menyiksa para tukang gali kubur.

Setelah meninggalnya sang raja dan tak ada pewaris takhta yang diturunkan. Maka jadilah si Permaisuri Jahat dilantik menjadi penguasa selanjutnya. Tak ada sorak sorai atau sambutan meriah untuk menyambut ratu yang baru. Aku melihat sendiri dari dalam mahkota yang mengilat, bahwa rakyat ketakutan dengan wanita ini.

Kenapa?

"Kudengar dia adalah penyihir yang sangat hebat."

"Hei, raja dan ratu kita mati karena dikutuknya, aku yakin itu."

"Ya Tuhan, jadi selama ini ia mengincar takhta itu?"

"Bagaimana nasib kita selanjutnya? Aku takut padanya."

"Kau pikir aku tidak? Kuyakin kita akan sengasara dibuatnya."

"Semoga Tuhan melindungi kita semua."

"Aamiin."

Aku mendengar bisik-bisik masyarakat dari kaca jendela yang sudah usang. Pandanganku buram akibat debu yang menempel di depanku. Tapi indera pendengaranku masih tajam. Sekarang aku tahu, mereka semua takut pada Ratuku. Dan jujur, aku sendiri juga takut padanya. Bukan pada sikapnya yang semakin hari semakin tidak berhati. Aku takut, dia akan mendapat hukuman atas dosa yang selama ini ia tanggung. Ya Tuhan, tolong lindungi ratu itu untukku. Amin.

****

Langit tidak lagi cerah seperti biasa. Selalu ada mendung yang menghalangi hangatnya sinar mentari. Dunia seolah menjadi kelam di sini. Tak ada lagi orang kaya, semua sama miskinnya sekarang. Kenapa? Lihatlah dari dalam panci berkarat di tengah jalan itu.

"Serahkan uang kalian! Sudah dua bulan kalian tidak membayar pajak," perintah seorang prajurit bergada. Ia berteriak pada seorang wanita renta yang menangis terisak-isak memeluk anak perempuannya.

"Kami sudah tidak punya apa-apa lagi. Semua sudah kalian ambil tanpa sisa." Tangisannya semakin kencang, anak kecil dalam pelukannya berteriak histeris karena ketakutan. Tak ada orang yang berani keluar dari dalam rumah. Semua orang ketakutan.

"Kalau begitu, kau ikut kami ke istana." Prajurit bergada itu menarik lengan si wanita renta. Memaksanya untuk lepas dari anak tunggalnya tersebut.

"Tidak! Aku tidak mau pergi. Clara masih butuh aku. Tolong!" jeritnya. Wanita itu masih berusaha mati-matian memegangi anaknya. Seolah ia dan anak itu adalah satu jiwa yang tak dapat dipisahkan.

Aku memperhatikan sekitarku. Lalu beralih pada kaca jendela penduduk. Diam-diam, banyak yang menonton adegan tersebut dengan berurai air mata. Seolah pasrah.

Dan akhirnya, wanita itu dibawa pergi dengan paksa menuju sebuah kereta kuda. Anaknya yang masih kecil terus menangis dan ingin mengejar Ibunya. Buk! Anak itu terjatuh ke dalam kubangan lumpur. Tubuhnya belepotan debu dan pasir basah. Penduduk yang tak tahan melihatnya lagi langsung mengejar anak itu dari belakang dan menghentikan tangisannya. Menyuruhnya untuk pasrah dan menurut dibawa masuk ke dalam rumah.

Mirror Mirror on the Wall [TAMAT]Where stories live. Discover now