Madalane House

653 99 22
                                    

Madalane House adalah rumah mewah bergaya victoria. Desain arsitektur rumah ini sekilas mirip dengan rumah bergaya tudor dengan atap yang tinggi. Rumah ini
memiliki banyak jendela sehingga memungkinkan banyak cahaya matahari yang masuk.

Eksterior Madalane House memang sangat klasik, dengan warna cat yang gelap dan tidak terlalu mencolok, menambah aksen sederhana pada
eksterior rumah tersebut.
Meskipun terkesan rumit karena bentuk rumah yang terdiri dari beberapa bagian, namun Madalane House
terkesan anggun ditambah dengan warna eksteriornya yang khas.

Di tamannya tumbuh bunga Lily yang cerah, bunga Lavender yang menyejukkan dan pohon Sycamore yang berdiri dengan anggun. Tetapi, taman di bagian utara terdapat ilalang setinggi lutut orang dewasa. Sangat kontras bila dibandingkan dengan taman depannya yang cerah.

Inspektur Cruizzes memandang Madalane House dengan perasaan takjub. Setelah puas memandangi rumah bergaya victoria tersebut, ia mengetuk pintunya. Pintu itu pun terbuka perlahan-lahan dan menampakkan seorang gadis yang masih muda. Umurnya sekitar 20 tahunan. Rambut coklat kemerahannya dikuncir satu secara asal. Kulitnya berwarna putih kemerahan.
Wajah cantiknya menunujukkan bahwa dirinya berasal dari Rusia. Tetapi, dari caranya memandang Inspektur menunjukkan bahwa otaknya tidak sebagus wajahnya. Dalam arti, tidak cerdas.

"Selamat pagi, Tuan. Ada yang dapat saya bantu?" tanya gadis itu dengan suara lembutnya yang tidak dibuat-buat. Aksen Rusianya kentara sekali.

"Bonjour, Mademoiselle. Saya Inspektur Cruizzes dari Scotland Yard-"

Gadis itu berteriak kecil. Mata hijau cerahnya melotot. Tangannya gemetar. Reaksinya sungguh berlebihan. Menyadari tingkah lakunya sendiri yang memalukan, ia menunduk dan segera meminta maaf.
"Silahkan dilanjut, Tuan. Maaf, saya hanya panik."

"Oh tidak apa, Mademoiselle. Bien, saya ingin bertemu dengan majikan Anda. Rosemary Walgrave," kata Inspektur Cruizzes sambil tersenyum ramah dan yah, agak menawan.

"Baik, Tuan," gadis itu cepat-cepat masuk untuk menyampaikan pesan kepada majikannya. Setelah beberapa menit, ia kembali lagi dan mempersilahkan Inspektur Cruizzes untuk masuk.

Ruang tamu Madalane House penuh dengan aksen yang terbuat dari emas dan ornamen keperakan. Lampu chandelier menggantung dengan indah di atap ruang tamu. Terdapat cermin besar berbingkai emas di sisi lain ruang tamu. Lantai kayunya yang dipelitur ditutupi dengan karpet pola oriental yang besar.

Ruang tamu Madalane House dihiasi dengan dinding yang memiliki pola bunga besar dan lukisan-lukisan kuno yang mahal. Dinding yang dicat warna coklat gelap terkesan mewah dan bersemangat, tapi masih memberikan sentuhan luar biasa elegan. Melihat ruang tamunya saja sudah membawa kita kembali pada zaman Ratu Elizabeth. Walaupun terkesan sangat formal, tetapi tetap ramah dan hangat.

Inspektur Cruizzes menjaga agar langkahnya tetap seimbang, karena ia yakin barang-barang antik disekitarnya mempunyai harga yang sangat mahal. Dan ia tak mau membuang-buang sepeser pun dari gajinya hanya untuk membeli barang-barang kuno seperti itu. Ia memandang lagi ruang tamu Madalane House, ia teringat akan rumah-rumah bergaya Gothic, Tudor, Elizabeth dan Inggris Rococo yang ia jumpai di Bournemouth.

"Selamat Siang, Tuan Cruizzes. Maaf kalau Anda sudah menunggu lama."

"Oh maaf saya tidak sadar akan kehadiran Anda, Mademoiselle. Saya sanggup berlama-lama di sini, rumah Anda menakjubkan sekali," wajah Inspektur Cruizzes memerah karena malu. Ia tidak sadar kalau Rosemary Walgrave sudah berdiri di depannya.

"Tak apa, Tuan. Anda Inspektur dari Scotland Yard 'kan? Seharusnya saya memanggil Anda dengan sebutan Inspektur. Bodohnya saya," kata Ms. Walgrave dengan ramah.

Umur Rosemary Walgrave sekitar 50 tahun. Kulitnya berwarna putih pucat dengan bintik-bintik merah kecil, khas orang Inggris. Rambut pirangnya dikuncir satu dengan rapi dan diberi penjepit rambut di sekitarnya. Wajahnya dihiasi dengan keriput-keriput aneh dan matanya memiliki kantung mata yang sudah parah. Bibirnya berwarma hitam dan ujungnya lancip seperti tikus. Kuku-kuku tangannya dibiarkan tidak dipotong dan dicat dengan warna merah darah. Lengkap sudah gambaran seorang nenek sihir. Yakinlah sudah bahwa ia memiliki penyakit mental, karena seharusnya wajahnya tidak setua itu mengingat umurnya yang masih 50 tahun.

"Tidak apa, Mademoiselle. Saya ke sini berhubungan dengan kasus yang ada di Panti Asuhan St. Greal dan saya ingin bertanya seputar keponakan Anda," kata Inspektur. Ia sudah mengeluarkan kertas dan bolpoinnya. Matanya menatap Ms. Walgrave dengan pandangan jijik.

"Becca baik-baik saja 'kan? Oh anak malang itu. Silahkan bertanya apa saja, Inspektur. Saya akan menjawab sesuai dengan apa yang saya ketahui," kata Ms. Walgrave sambil tersenyum dengan menakutkan. Ms. Walgrave menjilat bibirnya sendiri yang kering dan pecah-pecah, cara melakukannya sama seperti keponakannya.

"Rebecca baik-baik saja, Mademoiselle. Mengenai kasusnya, apakah Anda tidak diberi tahu oleh Mrs. Despard?" tanya Inspektur dengan penuh selidik.

"Oh benar, hampir saja saya melupakannya. Theresa tadi menelepon saya dan menceritakan kasus anak bodoh dari pasangan Gaskel," Ms. Walgrave memainkan kuku-kukunya dengan berlebihan.

"Anda mengenal pasangan Gaskel, Mademoiselle?"

"Tidak begitu. Waktu itu saya pernah mengundang mereka untuk makan malam di sini atas permintaan Oswald - ayah Rebecca. Mereka itu temannya Oswald. Tak kusangka adikku berteman dengan orang macam mereka itu. Mereka itu banyak cakap."

"Bien, Mademoiselle. Bisa Anda ceritakan mengenai Rebecca?"

Hening beberapa saat. Ujung-ujung bibir wanita tua itu berkedut hebat. Sehingga menambah kejelekan di wajahnya.

"Ia anak yang manis, Inspektur. Tentu Anda sudah pernah bertemu dengannya. Saya merawatnya sejak 6 tahun yang lalu. Tetapi kerjaannya hanya mengurung diri di kamar, mungkin ia masih mengenang kedua orang tuanya. Seperti yang Anda tahu dari Theresa, saya berhenti merawatnya karena penyakit terkutuk ini."

"Sejak kapan Anda menderita karena penyakit Anda, Mademoiselle?"

"Sekitar 6 tahun yang lalu, Inspektur. Saya seperti mendapat serangan di dalam mimpi. Semacam penyakit mental. Anda sendiri bisa lihat 'kan? Tubuh saya sehat-sehat saja, tapi jiwa saya terganggu. Wajah saya yang semakin hari semakin tua, padahal umur saya masih 50 tahun."

Inspektur Cruizzes hanya tersenyum dan mengangguk pelan, tahu bahwa Ms. Walgrave akan berkata lagi.

"Kenapa kau harus mengusut kasus ini, Inspektur? Toh mungkin saja Gaskel kecil yang sengaja menghabisi nyawanya sendiri. Becca anak yang manis, lagipula mustahil anak seusia Becca menjadi pembunuh," kata Ms. Walgrave. Kini kelopak matanya yang berkedut.

"Tidak ada yang mustahil di dunia yang keji ini, Mademoiselle. Di salah satu buku Agatha Christie saja, Josephine si anak manis yang menjadi pembunuh."

"Oh persetan dengan novel, Inspektur. Sadarlah! Ini dunia nyata," kata Ms. Walgrave setengah berteriak. Menambah kejelekan di wajahnya.

"Ah ya saya mengerti. Tetapi, jangan lupakan kalau itu pun bisa terjadi," jawab Inspektur Cruizzes tanpa mengurangi kesopanannya.

"Tak ada lagi yang dapat saya katakan, Inspektur. Semoga Anda dapat menemukan pembunuh kecil itu," kata Ms. Walgrave diselingi dengan tawa yang kencang dan meremehkan. Persis seperti nenek sihir.

"Tres bien. Merci beacoup, Mademoiselle. Au revoir!" kata Inspektur Cruizzes sambil membungkukkan badan dengan hormat. Lalu keluar meninggalkan Madalane House.

~ Murder In St. Greal ~
W. S.

Murder In St. GrealWhere stories live. Discover now