Tertinggal

73 17 14
                                    

Sebuah pesawat melintasi ruang angkasa dengan cepatnya. Menghampiri sebuah planet bernama Hiulara, planet terestrial yang terletak di sebelah barat galaksi. Planet ini adalah planet layak huni, setidaknya sampai penduduknya memutuskan untuk meninggalkannya.

Pesawat itu melintasi ruang angkasa yang dipenuhi sampah yang beterbangan.

Sebuah perangkat kecerdasan buatan semacam asisten pilot berbicara. "Selamat datang di Hiulara, dunia yang tertinggal. Hati-hati dengan objek di sekitar." Asisten pilot itu mengeluarkan suara seorang perempuan.

Seorang lelaki duduk di kursi pilot. "Sampahnya bahkan hampir memenuhi ruang angkasa," ucapnya. Ia adalah Baschara, seorang lelaki berusia 26 tahun yang bekerja sebagai peneliti lapangan sekaligus pilot.

Pesawatnya ia kendalikan untuk menghindari sampah ruang angkasa yang mengambang di tengah-tengah langit gelap. Seakan tidak mau kalah jumlah dengan bintang-bintang yang terlihat. Sampah-sampah ini membuat pesawat yang Baschara kendalikan tidak bisa melaju dengan cepat.

Di sebelahnya, di kursi kopilot terdapat seorang perempuan. Ia adalah Ryana, asisten Baschara. "Tak heran kenapa Hiulara ditinggalkan begitu saja."

Baschara mengendalikan pesawatnya yang bernama Frelser.Membuat pesawatnya terbang ke kiri-kanan untuk menghindari objek-objek yang beterbangan di depan. Jumlahnya sulit dihitung, sangat banyak hingga hampir membuat sistem cincin yang terdiri dari sampah. Rata-rata sampah tersebut terbuat dari material logam.

"Kita semakin dekat dengan lapisan atmosfer Hiulara," ucap asisten pilot, sebut saja Mai.

"Baiklah, Mai. Berikan informasi terkait planet ini. Udara, gravitasi, kadar air, dan yang lainnya," ucap Baschara.

"Hiulara. Status udara, tercemar. Gravitasi, 1,1 G. Kadar air, sulit sekali menemukan air di sini. Apa anda butuh rincian lain?"

"Aku rasa yang tadi sudah cukup," balas Ryana.

Baschara melihat ke jendela depan. "Jika kita menemukan cara mengembalikan tempat ini menjadi tempat tinggal yang nyaman, kita akan mendapat penghargaan yang tinggi."

Ryana menoleh ke arah Baschara. "Kau terlihat sangat ambisius. Proyek pengembalian planet tidak semudah yang terkira, bahkan jauh lebih kompleks ketimbang proyek teraformasi, kau tau?"

"Kau benar. Memperbaiki tak semudah membuat. Tapi, apa kau mau menemaniku mencapai target?" balas Baschara.

Ryana memalingkan wajahnya yang memerah dari pria itu. "A- itu, ya. Aku tentu saja mau."

"Syukurlah. Ternyata kita sama-sama ilmuwan gila, ya?" ucap lelaki berambut biru gelap itu sembari tersenyum.

Tiba-tiba muncul sebuah pesan. Layar hologram yang berada di dasbor pesawat itu langsung memutarnya.

"Salam. Aku Daren Zalumynas, kepala Badan Planetologi dan Lingkungan Hidup. Senang dapat kabar kalau kalian berdua sudah hampir tiba di Hiulara. Jangan lupa memberi laporan penelitian harian dan jangan sungkan untuk meminta persediaan ketika habis. Proyek Hiulara akan berjalan dengan baik jika kalian bekerja keras."

Pesan itu berhenti dan layar hologram pun mati. Yang tadi itu adalah salah satu pejabat pemerintah yang menugaskan Baschara dan Ryana dalam misi penelitian ini.

Baschara dan Ryana tidak berkutik dan hanya mendengarkan pesan tadi. Pesawat Frelser berada di atmosfer dan semakin dekat menuju daratan Hiulara. Terlihat daratan yang terdapat banyak gedung-gedung tinggi tertinggal. Tidak hanya itu, sampah-sampah juga menggunung dan berserakan di atas daratan. Jika melihatnya langsung, semua orang tidak akan percaya bahwa planet ini pernah ditinggali.

Deep SpaceWhere stories live. Discover now