Sembilan

20 3 0
                                    

Dengan langkah tergesa Mahesa berlari dari parkiran rumah sakit menuju IGD. Di belakangnya ada Jay yang berlari mengejar kawannya setelah memarkirkan mobil. Saat sedang bekerja di akademi tadi, tetangganya menelpon dan mengatakan bahwa terjadi sesuatu kepada ibunya. Beruntung sahabatnya ikut menemaninya bekerja selepas kuliah dan membawa mobil. Jadi, mereka langsung menuju ke rumah sakit dan meninggalkan motor Mahesa di akademi. Nanti biar saudara Jay yang mengambilnya di sana.

Tiba di depan ruang IGD, pemuda mungil segera berlari mendekati tetangganya yang duduk di bangku tunggu, "Gimana keadaan ibu, Mas Yoga?"

"Belum tahu, dokternya belum keluar. Tadi tuh aku datang ke rumah kau hendak antar kue kering bikinan mamak. Ku ketok-ketok tak ada yang muncul. Lalu aku hendak balik tapi dengar suara gaduh di dalam. Kubuka lah pintunya yang ternyata tak dikunci. Pas kucari keberadaan mamak kau di seluruh penjuru rumah, akhirnya kutengok mamak kau ada di kamar mandi dekat dapur dengan kondisi sudah berdarah-darah. Makanya langsung kupanggil ambulance dan mengabari kau setelahnya. Semoga saja aku tak terlambat membawa mamak kau kemari."

"Terima kasih ya, Mas Yoga. Kita berdoa saja supaya bunda tidak apa-apa."

Tak lama kemudian dokter keluar dan mengatakan bahwa ibu Mahesa berhasil di selamatkan. Setelah administrasi selesai diurus, ibunya akan dipindahkan ke ruang perawatan. Mahesa mengucap terima kasih sebelum dokter berlalu dari sana. Maka, Jay segera berjalan menuju tempat administrasi untuk mengurus biaya rumah sakit. Mahesa hendak menolak, tetapi kawannya sudah terlanjur menghilang di balik belokan. Perhatiannya beralih pada tetangganya yang masih berada di tempat.

"Syukurlah mamak kau baik-baik saja."

"Iya, Mas. Alhamdulillah. Sekali lagi terima kasih. Mas, bisa minta tolong rahasiakan ini? Bilang saja bunda sakit biasa jika Tante Ratih bertanya."

"Ah, siap. Kau bisa percayakan padaku. Semoga mamak kau lekas sembuh ya. Aku balik dulu. Nanti mamakku bisa mengamuk lalu porak poranda lah dunia."

Mahesa terkekeh pelan mendengar ucapan jenaka dari tetangganya, "Hati-hati pulangnya, Mas. Sampaikan terima kasihku ke Tante Ratih. Nanti pasti aku makan kuenya."

"Siap, siap. Kuenya ada di meja makan. Aku balik sekarang saja. Baik-baik kau di sini. Jaga mamak kau ya?"

Pemuda berambut cepak mengangguk paham kemudian menatap kepergian tetangganya dengan tatapan sendu. Tak lama setelahnya Jay kembali dan mengatakan bahwa urusan administrasi sudah selesai. Beberapa suster pun datang lalu memindahkan ibunya ke kamar rawat VIP karena memang tadi Jay minta ditempatkan di sana. Mahesa sempat melayangkan protes, tetapi sahabatnya hanya menunjukan cengiran dan merangkul bahu pemuda mungil itu lalu menyusul ke ruang rawat.

"Pokoknya gua bakal ganti duit lo kalau udah gajian ya? Ngga boleh nolak."

"Iya deh. Tapi setengahnya aja. Kita patungan atau ngga sama sekali. Oke?" Akhirnya mereka sepakat patungan untuk membayar biaya perawatan ibu Mahesa.

Kini keduanya sudah berada di ruang perawatan dengan Mahesa duduk di sebelah ibunya dan Jay duduk di sofa. Pemuda jangkung memainkan ponselnya untuk meminta tolong pada kakak lelakinya mengambilkan motor sahabatnya. Kemudian mengabari Kala juga di grup chat mereka bersama para gadis-gadis. Semoga saja sahabatnya tidak marah kalau ia memberi tahu mereka. Apalagi di grup itu juga ada Cantika yang tidak pernah menyerah untuk mengejar si pemuda imut.

Keluarga Cemara (6)

Gais, gua mau ngasih tahu.

Bundanya Mahesa sakit dan

dirawat di rumah sakit.

Survive? [01 Line of Treasure]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang