chapter 1

248K 10.4K 229
                                    

1.......

2.......

3.......

4.......

5.......

Satu persatu benda berbentuk kapsul dan tablet yang berasa pahit itu dibiarkan pemuda bernama Ali larut dalam air di wastafelnya. Setelah larut semua Ali menatap dirinya di cermin. Tercetak seulas senyuman yang begitu tipis seolah mencemooh dirinya sendiri yang harus melewati keadaan seperti ini untuk kesekian kalinya. Tapi siapa yang peduli? Bahkan dirinya sama sekali tidak peduli. Bukankah ia sudah memilih menyerah sejak lama? Tapi tetap saja sang pemegang takdir yang memiliki kehendak penuh. Dibasuhnya wajahnya kembali sebelum keluar dari kamar mandi.

Setelah selesai mandi Ali memakai kaus putih polosnya kemudian ditutupnya dengan jaket denimnya dilengkapi pula jeans hitamnya. Pakaian sepertinya ini sangat menggambarkan seorang Ali. Ia tidak terlalu suka dengan banyaknya kombinasi warna. Menurutnya itu akan sangat mencolok, sedangkan pemuda itu sangat tidak suka menjadi pusat perhatian. Bahkan jika bisa ia ingin hidup sebagai batu saja yang terkadang tidak disadari orang-orang keberadaannya.

Ali mengambil kunci mobilnya di nakas lalu segera keluar dari kamar bernuansa serba hitam dan putih itu. Tampaknya mencari udara segar lebih baik ketimbang berdiam diri di kamar yang membuat dadanya malah bertambah sesak.

***

"Ali obat kamu sudah diminun?" Tanya seorang wanita yang sedang membolak balikkan berkas ditangannya saat melihat Ali turun dari tangga. Ali terus melangkah tanpa menjawab. Telinganya seolah tuli atau memang sengaja menulikannya, entahlah.

"Nanti siang mama akan ke Singapore. Pulang kuliah jangan lupa kamu ada jadwal check up, " ucap wanita yang menyebut dirinya itu mama mengingatkan.

Ali sama sekali tak menoleh, ia kembali melanjutkan berjalan berlalu keluar dari rumahnya. Tentu sikap lelaki itu yang terlampau dingin membuat sang ibu menghela nafas panjang. Selalu seperti itu, apapun yang keluar dari mulutnya selalu diangkap angin lalu.

Ali langsung mengemudikan mobil sportnya. Audi keluaran terbaru berwarna hitam mengkilap itu keluar dari kompleks perumahan elit. Memecahkan keheningan yang terjadi membuat Ali memutuskan menyalakan musik. Bukan musik dengan beat cepat yang terkesan berisik, Ali lebih suka lagu yang memiliki tempo lambat membuat suasana jauh lebih tenang.

Ali tersenyum sinis mengingat ucapan mamanya tadi. Seorang wanita yang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Hanya mengingatkannya tanpa berniat menemaninya. Yang selalu dia katakan hanya,

"Ali obatnya sudah diminum?"

"Jangan lupa check up"

Ali sudah benar-benar bosan dengan kata-kata itu. Di rumah bisa dihitung dengan jari berapa hari setiap bulannya wanita itu menetap. Walaupun ia di rumah namun Ali juga jarang bisa bertemu dengannya. Entahlah disebut apa hubungan ibu dan anak seperti itu, Ali juga tidak tahu. Ali tidak ingin terlalu ambil pusing. Meskipun awalnya ingin rasanya memberontak tapi kini sudah jauh lebih terbiasa. Mungkin memang mereka harus menjalani hidupnya masing-masing saja.

***

"Permisi, fakultas kedokteran disebelah mana ya?" Tanya seseorang terlihat begitu kebingungan. Setelah pusing mencari dan memilih untuk menyerah, akhirnya pilihannya jatuh bertanya pada seorang lelaki yang sedang duduk menyendiri menunduk menatap ponselnya.

Ali yang sedari tadi fokus pada ponselnya kini beralih menatap orang dihadapannya. Ternyata ada seorang gadis dihadapannya. Saat merasa orang dihadapannya tak menarik Ali kembali fokus pada ponselnya.

"Maaf, aku lagi ngomong sama kamu," ucap gadis itu sopan. Ali kembali menatap gadis itu. Tatapannya masih luar biasa datarnya membuat gadis itu meneguk ludah susah payah. Tampaknya ia salah memilih orang untuk bertanya.

With YouWhere stories live. Discover now