Say it First ! ~ 38

5.4K 385 46
                                    

Boleh dong, sebelum baca Tap Bintang nya dulu!

Happy Reading!

🌱🌱🌱

Setelah dua puluh lima menit mendengar ceramah panjang dari sang Mama, akhirnya Barla berhasil terbebas dari dalam sangkar. Kini ia sedang berdiri didepan Apartemen sahabat nya, sudah lama ia tidak berkunjung kesini. Bahkan ia lupa, kapan terakhir kali kunjungan nya kesini, saking sudah lamanya.

Randy adalah harapan terakhirnya untuk bisa menemukan keberadaan Malla, dan Barla yakin Randy pasti mengetahui soal keberadaan Malla. Itulah alasannya berdiri didepan pintu apartemen Randy seperti ini.

Tangan Barla kembali menekan Bell pintu apartemen Randy, tapi masih tak kunjung mendapat sambutan dari sang empunya.

Apa Randy masih di kantor ya? Pikirnya. Buru-buru ia segera merogoh ponselnya, kemudian menelepon Randy. Salah Barla sendiri sih, harusnya ia menelpon Randy terlebih dahulu sebelum datang ke sini. Jadi ia tidak perlu repot menunggu lama seperti ini didepan apartemen orang lain.

"Gue di apartemen lo, nih." Seru Barla buru-buru, ketika sambungan teleponnya mendapat jawaban.

"Wait. Bentar, gue udah di lobby." Sambungan telepon pun terputus, kerena Randy sendiri yang memutusnya terlebih dahulu setelah ia berhasil memberitahukan posisinya.

Barla sendiri tak ambil pusing dengan Randy yang mematikan teleponnya secara sepihak. Ia kembali memasukkan ponselnya pada saku celana bahannya. Lalu melanjutkan aksi menunggu nya.

Kurang lebih lima menit, yang ditunggu-tunggu akhirnya menampakkan dirinya juga. Randy berjalan keluar dari arah lift, laki-laki itu masih mengenakan setelan jas kantornya.

"Lo, lembur?" Tanya Barla sambil melirik penampilan Randy yang terlihat sedikit kusut, meski tubuhnya masih terbalut jas mewah. Sekarang sudah jam delapan malam, wajar kalau Barla menanyakan hal itu.

Randy hanya mengangguk singkat, tangannya bergerak mengetikkan beberapa digit pin pintu apartemennya. Setelah berhasil ia pun membuka pintu, lalu berjalan lebih dahulu tanpa repot mempersilahkan Barla untuk masuk terlebih dahulu. Sementara Barla, ia mengekor dibelakang tubuh Randy, meski tak dipersilahkan, oleh sang empunya Apartemen.

"Lo, kesini pasti ada maksud dan tujuan, kan?" Tebak Randy, seraya membuka lemari pendingin nya, kemudian mengambil dua kaleng Coca-Cola.

Barla, kini sudah duduk di salah satu stool. Tangannya sudah terlipat diatas meja bar, mini pantry Randy. Pandangan Barla terus mengikuti kemana tubuh Randy pergi, sampai Randy duduk disebelahnya, pandangan Barla masih tetap terkunci pada tubuh tegapnya Randy.

"Malla dimana?" Tanya Barla langsung pada intinya, tanpa harus repot menambah kata-kata pendahuluan.

"Yang suaminya Malla kan, lo. Bukan gue. Kenapa nanya nya ke gue?" Kilah Randy, sambil menyodorkan satu kaleng Coca-Cola ke hadapan Barla. Setelah itu, ia mencari pengalihan dengan membuka kaleng Coca-Cola, lalu menenggaknya.

Ekspresi wajah serta gerak-gerik Randy, terlihat sangat santai bahkan nyaris seperti orang yang tidak tahu apa-apa. Tapi, seberapa keras Randy mencoba untuk bersikap biasa-biasa saja, Barla tetap yakin kalau Randy mengetahui posisi Malla.

Kenapa Barla bisa seyakin itu? Karena Barla bisa menebak, jika Randy tidak mengetahui Malla ada dimana, laki-laki itu pasti akan bertanya balik ataupun akan terlihat panik. Tapi lihat sekarang, Randy terlihat biasa-biasa saja. Dan itu, semakin membuat Barla curiga.

"Gue serius." Sahut Barla, masih dengan nada suara tenang. Namun tatapan matanya sangat mengintimidasi.

Randy menghela nafas panjang, menaruh kaleng Coca-Cola dengan penuh hentakan, lalu mengacak rambutnya dengan kesal. "Bisa gak sih, kalau kalian ada masalah. Gak usah lari ke gue?" Dengkus Randy dengan frustasi.

Wedding Solution✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن