2

323 36 4
                                    

Ayu sedang bersama teman-temannya di sebuah cafe dekat sekolah sambil menunggu Ivan selesai latihan basket.

"Lo nervous gak?" tanya Wenda. Ayu meneguk minumannya dan menjawab, "Enggak, kenapa gue harus nervous?" dia bertanya.

"Karena hari ini lo bakal berduaan sama Ivan," jawab Natasya.

Ayu menghela nafas, "Let it go, dia bukan selebriti atau apa," jawab Ayu.

"Gue gak mau setuju sama Natasya tapi dia ada benernya, Ivan tuh cowok paling karismatik," ucap Wenda.

"Bahkan lebih karismatik daripada cowok yang terus lo omongin? Siapa namanya? Ruben kan?" Ayu menggoda Wenda, bukan rahasia lagi kalau Wenda suka dengan salah satu anggota osis yang bernama Ruben, semua bermulai karena Ruben membantu Wenda menemukan kelasnya ketika dia pertama kali pindah ke sekolah ini 2 tahun yang lalu.

Ayu menghela nafas, "Jadi maksud kalian gue akan langsung terpesona olehnya?" dia bertanya.

"Begitulah kata orang-orang," jawab Natasya.

Ayu menggelengkan kepalanya tidak percaya, "Gue rasa gak mungkin gue akan terpesona oleh seseorang hanya dari pertemuan pertama," ucap Ayu.

"Lo gak lihat temen lo? Si Wenda benar-benar terpesona oleh sahabatnya Ivan di hari pertama dia masuk sekolah," Natasya mengarahkan jarinya ke Wenda yang merona seperti orang gila hanya karena mereka sedang membicarakan Ruben.

Ayu melihat jam, sudah hampir jam 4 sore, "Yaudah, nanti malem gue bakal kasih tau how the tutoring went." Ayu berdiri dan berpamitan kepada teman-temannya.

-

Sudah pukul empat lewat sepuluh menit, dan Ayu berkata pada dirinya sendiri bahwa dia akan menunggu lima menit lagi sebelum berkemas dan pergi. Dia menggelengkan kepalanya dan kembali mencatat. Ivan membuat masalah besar tentang menjadi serius, tapi dia bahkan tidak muncul. Ayu memutar bola matanya dan menulis sedikit lebih keras, ujung penanya menancap di kertas dengan kasar.

Dua menit sebelum Ayu pergi, pintu perpustakaan terbuka. Dengan wajah cemberut, Ayu mendongak, siap membentak Ivan. Namun, dia melihat anak laki-laki yang berjalan ke arahnya dan berhenti.

Ivan ternyata jauh lebih tinggi dari yang dia kira. Dia masih mengenakan celana pendek dan kaus yang berkeringat, tapi penampilannya yang acak-acakan dikurangi dengan senyum cerah namun penuh penyesalan di wajahnya.

"I'm so sorry," ucap Ivan sambil duduk di kursi di seberang Ayu. Ivan memberikannya senyuman lebar yang membuat Ayu melawan keinginan untuk tersenyum. "Tadi coach gue nahan gue dan ceramahin gue supaya gak kasih lo waktu yang sulit, padahal dengan gitu dia malah bikin gue telat." Ivan menjelaskan.

"Gak apa-apa," Ayu berbohong, masih merasa sedikit kesal. "Jangan terlambat lagi, oke?"

Ivan duduk tegak dan mengangguk penuh semangat, "I promise," katanya. Dia mulai mengeluarkan buku-bukunya dan bertanya, "Oke, apa yang pertama?"

"Fisika," ucap Ayu.

Ivan otomatis mengernyitkan hidungnya, dan Ayu merasa itu lebih menawan dari yang seharusnya. "Harus banget?"

"Ini tutoring, kan?" Ayu bertanya.

"Tapi kita harus saling mengenal dulu," Ivan mencoba, tersenyum padanya.

Ayu balas tersenyum sebelum membuka buku pelajarannya dengan tajam. "Buka bab lima," kata Ayu padanya, masih tersenyum.

"Yes, ma'am," Ivan menghela nafas dan pasrah pada nasibnya.

-----

Tutoring pertama berjalan dengan baik, Ivan bahkan menawarkan untuk mengantarnya pulang. Ketika dia memasuki rumahnya, dia langsung mengirim chat kepada teman-temannya.

luvs ❤️

Ayu:

Alright Nat, lo mau makanan apa?

Natasya: 

NO WAY. REALLY?!

Wenda: 

Wow dia bener-bener membuat lo terpesona sampe lo ngaku gini. Gue bisa ngerti kenapa orang-orang di sekolah kita bisa jatuh cinta sama dia.

Natasya

Kalian ngapain aja???

Ayu:

Kita belajar.

Natasya

Bukan itu yang gue maksud.

Ayu:

Kita belajar terus kita pulang.

Wenda:

Dan gak ada hal menarik yang terjadi?

Ayu:

Not you too Wen...

Gue bantuin dia belajar fisika, that's it.

Natasya:

So how did he charm you?

Ayu:

KIta ngobrol dan gak tau deh, dia bener-bener ramah.

Wenda:

Kayaknya ada yang mulai suka nihh....

Natasya:

OOOOO AYU HAS A CRUSH......

Ayu:

I give up, kalian berdua nyebelin.


-----

Setelah mengantar Ayu pulang, Ivan tidak langsung pulang, ia pergi menemui teman-temannya.

"Dia cantik." Hanya itu yang diucapkan Ivan saat duduk di depan teman-temannya

"Kok lo gak pernah ketemu dia sih?" Wendi bertanya-tanya, anehnya Ivan tidak mengenal Ayu padahal Ivan pada dasarnya mengenal semua orang.

Ruben menghela napas, "Jauh-jauh deh dari Ayu."

Ivan menatap Ruben, "Apa?! Gue cuman bilang dia cantik." Ruben menggelengkan kepalanya dan tersenyum, "Gue tau lo, gue tau apa yang bakal lo lakuin," ucapnya.

"Stop making me sound like some predator." Ivan memukul lengan Ruben.

Ruben tertawa, "Maksud gue, cuman dia satu-satunya harapan lo untuk lulus, jadi jangan coba-coba untuk pacaran sama dia dan kemudian lo malah gak lulus," Ruben menjelaskan. 

Ivan menatap Ruben dengan pandangan tersinggung, "Bold of you to assume I'm trying to date her."

"Ruben bisa ngomong gitu karena dia tau you flirt with a lot of girls," ucap Wendi. 

"Gue...." Ivan kehabisan kata-kata, tidak tahu harus menjawab apa, "It's just flirting." kata Ivan. "Ngomong-ngomong, gue cuman pikir dia cute, jadi kalian bisa tenang karena gue akan lulus."

"Bagus karena lulus tanpa lo akan menjadi yang terburuk," ucap Ruben.

Ivan tersenyum padanya, "Wow, lo bener-bener sayang sama gue."

Wendi memukul lengan Ivan, "Sayanglah, kan kemaren Ruben beliin lo kue."

Ruben menatap mereka berdua dengan tidak percaya, "Kalian ukur kasih sayang orang dari makanan?"

Wendi memicingkan matanya, "Apakah itu pertanyaan retoris?" Dia bertanya. "Kita menganggap makanan secara serius, you know this," ucap Ivan sementara Ruben hanya bisa menggelengkan kepalanya.

The ValedictorianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang