Prolog 🕊️

82.5K 3K 41
                                        

Ini cerita murni hasil pemikiran sendiri!

Dilarang membawa cerita lain ke sini!

Plagiat diharap menjauh!

Cek pembaca dari mana aja, baca ini kapan?

Kalau suka, jangan lupa vote, coment, dan rekomendasikan ke akun media sosial kalian.

*******

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*
*
*
*
*
*
*

Seorang gadis dengan pakaian sekolah kotor dan basah terlihat sedang duduk di halte bus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Seorang gadis dengan pakaian sekolah kotor dan basah terlihat sedang duduk di halte bus. Jalanan yang diguyur hujan lebat menjadi saksi jika saat ini dirinya sangat terluka.

Memar di wajah. Luka di sudut bibir.

Tangannya bergerak mengusap wajahnya yang terasa perih. Deretan kendaraan melintas di hadapannya menembus lebatnya hujan di ibukota.

Ia merogoh saku roknya untuk mengambil benda pipih miliknya.

Tangannya bergerak mencari nomor sang kekasih, dan menghubunginya.

"Ar, aku sakit." Gadis itu langsung bergumam saat sambungan telefon sudah terhubung.

"Gak usah lebay! Lo aja yang lemah!" Bentakan keras terdengar menyapa telinganya. Dan setelahnya telefon terputus.

Aymar mengulum bibirnya menahan air mata agar tak keluar dari matanya.

Ia kembali menghubungi ayahnya. Setelah beberapa detik terdiam, akhirnya terhubung.

"Pah, aku sakit."

"Jangan manja, Putri. Kamu udah gede." Lagi, kontak terputus sepihak.

Tak ingin berhenti di sana, Aymar mencari nomor sang kakak laki-lakinya.

"Kak, aku sakit," katanya.

"Bisa gak, sih, lo jangan ngeluh terus?!"

"Maaf, Kak." Kali ini, Aymar yang memutus telefon.

Tangannya mulai bergetar. Udara dingin berhasil menembus kulitnya yang hanya beralaskan seragam sekolah.

Dengan satu-satunya harapan yang ia punya, tangannya kini mencari kontak sang mama.

1 detik ...

2 detik ...

"Mah, aku sakit."

"Kamu udah besar. Belajar rawat diri sendiri!"

Air mata sontak luruh begitu saja saat telefon diputus oleh ibunya. Aymar meletakkan ponselnya di atas pangkuannya. Menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis.

Cuaca yang buruk membuat halte bus hanya diisi oleh dirinya.

Harapan yang selalu ia yakini akan selalu ada, perlahan memudar. Ia tak percaya lagi dengan harapan untuk orang yang putus asa.

Ia berniat untuk mengakhiri semua.

"Aymar capek."

Menarik?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Menarik?

Silakan pantau terus cerita ini.

DANDELION [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now