Gisel memainkan jari jari kakinya yang terbungkus high heels yang cukup tinggi. Matanya sedari tadi mengamati sekelilingnya tanpa bosan.
Setelah kejadian malam itu, akhirnya ia akan bertemu lagi dengan Harsa, Om John dan Tante Jennifer.
"Dinda ke sini sendiri apa sama Delvin tadi?" tanya Bunda Krystal.
"Sama Delvin, tapi dia cuma nganter sampe depan," jawab Dinda.
Dan disamping Kyrstal, ada suaminya yang hanya diam sambil mengotak-atik ponselnya. Gisel tak yakin, tapi sepertinya sang Ayah juga gugup.
"Mari, Pak."
Satu keluarga itu beralih pada seorang pelayan yang berjalan menuju ke arah mereka sambil dibuntuti oleh sepasang kekasih dan seorang anak muda dibelakangnya.
Gisel sangat gugup melihat wajah Harsa yang tak seceria biasanya.
Harsa pula menatap Gisel, seakan dari tatapannya ada sebuah kalimat yang ini ia keluarkan.
"John," sapa Karel.
"Ya, Karel," kata Johnny sambil memeluk Karel.
Suasana cukup hening, ditambah kedua keluarga itu menyewa satu ruangan khusus sehingga tak ada satupun pengunjung lain yang akan mengganggu.
Krystal dan Jennifer saling lempar pandang, setelah bertahun-tahun lamanya, ada secuil rasa rindu di dalam benak mereka.
Hey, bagaimanapun mereka pernah menjadi teman.
Dan tanpa disangka, Jennifer maju selangkah lalu mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
"Long time no see, Krystal."
Krystal cukup kaku untuk membalas salaman canggung dari Jennifer yang sekarang beralih dan tersenyum pada Gisel dan Dinda.
"Silakan duduk dulu," kata Krystal. Tangannya mengarah pada sederet kursi yang masih kosong.
Johnny berdehem, tertawa canggung, lalu disusul dengan beberapa tawa dari Krystal, Karel dan Jennifer.
"Canggung ya."
"Kita makan dulu aja kali ya? Baru ngobrol nanti," usul Karel.
Singkat cerita, suasana canggung mulai terasa mencair begitu Johnny beberapa kali mencoba mengeluarkan lawakan khas dari lelaki tiang itu.
Gisel merasa cukup heran melihat Harsa sesekali tertawa mendengar lawakan ayahnya.
Harsa udah ketawa lagi, batinnya.
Lagi-lagi Johnny berdehem, mengisyaratkan bahwa beberapa detik lagi mereka akan tiba di inti pertemuan malam ini.
"Oke, sepertinya saya yang harus mulai dulu,"—ia melirik Jennifer—"pertama, sudah sangat jelas baik saya maupun Jennifer meminta maaf karena sudah menciptakan keributan seminggu terakhir."
Tatapan Johnny beralih pada Jennifer. Diam-diam tangannya memegang tangan sang kekasih, membantu Jennifer agar tak gugup.
"Ada banyak hal yang harus disampaikan ke kalian, terutama ke Dinda, Harsa dan Gisel. Tapi dari itu semua, Tante cuma minta maaf karena pernah melakukan kesalahan besar. Tante rasa gak masalah kalau kalian marah dan gak mau maafin Tante, karena rasanya kesalahan Tante terlalu fatal untuk sekedar dapat permintaan maaf."
Gisel memajukan badannya, diam-diam membuat nafas Harsa tercekat.
"Aku rasa dibanding minta maaf, lebih bagus kalau Tante mau jelasin secara jelas. Biar gak ada yang abu-abu dan aku sama Mbak Dinda juga gak nebak-nebak lagi," ujar Gisel cukup mengintimidasi.
Dinda sendiri sudah cukup menahan diri, sehingga ia lebih membiarkan sang adik melakukan apapun yang akan dilakukan.
Berbeda dengan kedua anaknya, Krystal beberapa kali mencoba membuat sang anak tak terlihat arogan di mata Jennifer maupun Johnny.
Ia senyum tipis pada Gisel.
Jennifer sendiri segera mengangguk. Rasa gugup kembali menyerang begitu ia mendengar ucapan Gisel. "Iya, akan Tante jelaskan," katanya dengan cepat.
"Tante dulu teman Bunda kamu, kita sering pergi kemana-mana bareng sama kakaknya, Jessica. Tapi Tante bolak-balik ke luar negeri karena mantan suami Tante kerja diluar, jadi Tante mulai jarang kontakan entah itu sama Krystal atau Jessica.
"Waktu itu lagi libur, Tante balik ke Indonesia karena Tante gak sengaja lihat status teman Tante sama Krystal. Akhirnya Tante minta kontaknya dan Tante ngajak Krystal ketemu."
Jennifer mengambil jeda sepuluh detik.
"Tante gak pernah nyangka kalau waktu itu Krystal bakal bawa Karel ke sana, jadi Tante juga dikenalin ke Ayah kalian." Mata Jennifer menatap Dinda dan Gisel bergantian.
"Kalian pasti bisa tebak, setelah itu Tante juga dapet kontak Karel, bener-bener waktu itu pure karena emang Tante nganggep dia sebagai suaminya temen Tante. Tapi ada yang salah karena Tante mulai ngerasa ada perasaan ke Karel dan Tante bener-bener gak bisa cerita ke siapapun kecuali temen deket Tante, Tante Jesslyn."
"Lagi-lagi, semuanya gak berjalan sesuai apa yang Tante pikir. Siapa sangka Tante Jesslyn bakal ngadu langsung ke Karel dan karena itu juga Tante sama Karel ngerasa lebih dekat. Setelah itu ... Tante yakin kalian tahu lanjutannya."
Gisel hanya diam. Begitu pula dengan Dinda. Kalian tahu 'kan level marah seseorang justru lebih menyeramkan ketika diam?
Harsa merasa aneh melihat keduanya. Justru ia akan lebih merasa lega jika setelah ini Gisel dan Dinda akan marah-marah.
Melihat Gisel perlahan menundukkan kepalanya membuat hati Harsa cukup mencelos. Gisel, perempuan paling teguh yang Harsa kenal kini tengah menangis dihadapannya.
Krystal segera memeluk si bungsu, hampir saja air matanya ikut turun.
"Aku gak pernah bisa nyalahin perasaan seseorang, tapi Ayah kenapa? Di posisi Ayah udah punya Bunda?" tanya Gisel.
Karel diam saja. Membuat Dinda akhirnya turun tangan, menghampiri adiknya dan mengajaknya berdiri.
"Aku kira selama ini yang salah cuma Tante Jennifer, tapi ternyata Ayah juga. Dan lebih bodohnya lagi, disaat kayak gini Ayah malah gak bisa ngomong apapun. Ayah gak lihat daritadi cuma Tante Jennifer aja yang jelasin?" tukas Dinda dengan tajam.
Ditariklah lengan Gisel guna meninggalkan ruangan tersebut.
Sebelum tepat sampai di pintu, Dinda segera berbalik. Tangannya dilipat didepan dadanya.
"Jangan harap aku sama Gisel bakal pulang sebelum Ayah berubah."
•••
Nggak tau harus nulis apa..

KAMU SEDANG MEMBACA
ZER00'S
Teen Fiction"For your information, mereka itu namanya 𝗭𝗘𝗥𝟬𝟬'𝗦. Geng populer yang isinya sembilan cogan plus empat cecan hits di Smandatura. "Dari kanan ke kiri baris pertama ada 𝗥𝗲𝗻𝗷𝗮, 𝗞𝗮𝗶𝘃𝗮𝗻, dan 𝗡𝗶𝗹𝗮, baris kedua ada 𝗝𝗮𝗻𝗮𝗿, 𝗞𝗮𝗿...