16. ya ampun, gue kenapa sih?

1.9K 411 88
                                    

topinya topi yg mau beli topi 🤭
beli topi 1 gratis bulu jenggot 1 😆

Tina POV

"Gue perhatiin dari kemarinan elu suntuk dah Tin, kenapa?"

Aku menoleh ke arah Irma, kami sedang membungkus paket pesanan kemeja yang tidak ada henti-hentinya.

"Keliatan ya?" Aku malah balik bertanya.

"Ya keliatan lah, kalau gak keliatan masa gue nanya. Ntar yang ada gue di bilang nanyain sesuatu yang aneh lagi" Irma memperlihatkan cengiran lebar.

Kepalaku celingak-celinguk mencari keberadaan Philipp di ruangan.

"Nyari Philipp? Tadi dia keluar, palingan lagi jajan, suntuknya elu sampe gak sadar ya dia tadi ijin bilang mau keluar" Tangan Irma memanjang meraih tempat solasiban.

Aku meringis. Jujur saja, aku lebih suka dengan Irma yang peka seperti ini daripada Irma yang selalu menanyakan hal-hal absurd.

"Ir" Panggilku setelah lama termenung.

"Nyaut, kenapa nona CEO?" Irma bertanya dengan cengiran lebar.

"Gak jadi deh" Kataku ragu.

"Dih, gak jelas" Irma mencibir.

"Ke siniin lagi kemeja-kemejanya, tumben kerja lu lelet banget ngebungkusinnya" Lanjutnya dengan mengulurkan kedua tangannya ke arahku.

Tanganku menggeser tumpukan kemeja-kemeja yang baru terbungkus plastik polybag putih bening.

"Bersyukur banget ya jualanan kita laku gini, sample sweaternya kata a Ifan kapan di kirim?" Tanya Irma menyebutkan nama pemilik pabrik pembuat pakaian yang telah berkerja sama dengan kami sejak pertama kali kami membuka usaha ini.

A Ifan, kami memanggilnya a karena beliau berasal dari Bandung dan pabriknya pun berada di kota kembang.

Aku tidak segera menjawab pertanyaan Irma tetapi malah kembali termenung.

Penghasilan kami memang sangat-sangat membaik sejak Philipp menjadi model.

Gimana nasib aku dan Irma kalau Philipp beneran nyari kerjaan lain?

Perkataan gue memang kasar banget, gue yakin Philipp tersinggung makanya dia memutuskan mau nyari kerjaan lain dan pindah dari rumah secepatnya.
Tanpa sadar pundakku merosot dengan helaan nafas panjang keluar dari mulut.

Ya kapan lagi mengeluarkan unek-unek yang selama ini aku pendam karena waktunya sangat tepat.

Kalua Philipp beneran nekat nyari kerjaan baru gimana? Aku menepuk kening kening berkali-kali, menyesal pasti belakangan.

"Ini anak kenapa sih? Muka suntuk aja gue udah bingung liatnya Tin, dia bukannya ngejawabin pertanyaan gue malah nepuk-nepuk kening"

"Elu ngantuk ya? Gue susulin Philipp deh, mau kopi Good D*y gak? Di blender apa pake es aja?" Tawar Irma.

"Gue gak ngantuk, eh tapi bolehlah beliin Good D*y nya yang vanilla latte di blender Ir, kejunya yang banyak" Aku mendongak setelah tanganku berhenti menepuk kening.

"Oke" Irma berdiri dengan semangat.

Setelah Irma keluar aku kembali termenung.

Mataku mengedar melihat tumpukan paket berisikan kemeja siap kirim yang tersusun rapi di pojokan.

Kalau Philipp gak jadi model apa pesenan bakalan sepi? Dan keadaan kami kembali seperti dulu lagi?

Nggak, pokonya Philipp gak boleh nyari kerjaan baru, gak kenapa gue ngasih uang jatah bulanan buat masak ke ibu lebih banyak.

My Ex Step BroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang