18. Kedatangan Dia

22.6K 2.5K 139
                                    

Meninggalkan Mas Libra, aku segera bergegas keluar untuk menemui Adrian. Tidak kupedulikan teriakan Mas Libra yang menyuruhku untuk menunggunya.

Dari ruang tengah sayup-sayup aku mendengar suara tawa milik mertuaku dan juga Adrian. Seketika hatiku langsung diliputi kemarahan yang besar. Permainan apalagi yang coba diperankan oleh si brengsek itu kali ini?

Ibu adalah orang pertama yang menyadari kehadiranku. Posisinya yang duduk berhadapan dengan Adrian membuatnya dapat melihat kemunculanku dari dalam. Berbeda dengan Adrian yang duduk membelakangiku.

"Sini Nak," Ibu tersenyum menyuruhku untuk duduk di sampingnya.

Mendengar ucapan Ibu, Ayah dan Adrian segera berbalik untuk menoleh melihatku. Keduanya juga sama-sama menyunggingkan senyumannya kepadaku.

Tak ingin menimbulkan kecurigaan, aku mencoba membalas dengan menampilkan senyum tipis sambil berjalan mengambil tempat di samping Ibu.

"Ada apa?" tanyaku langsung kepada Adrian tanpa embel-embel panggilan sopan. Malas sekali rasanya membiarkan ia berlama-lama di rumah ini.

Seketika suasana ruang tamu yang tadinya ceria berganti menjadi hening. Dari ekor mataku dapat kulihat Ayah dan Ibu tampak terkejut melihat sikapku yang tidak sopan kepada Adrian.

"Aku hanya ingin melihat keadaanmu. Kebetulan tadi aku ada urusan di sekitar sini. Jadi tidak ada salahnya datang mengunjungimu, sekalian bersilaturahmi kepada Om dan Tante." Adrian berkata tenang kepadaku tanpa sedikit pun ada beban di matanya.

Aku baru sadar ternyata ini orang sudah putus urat malunya.

Berbeda denganku, Ayah dan Ibu malah terlihat kagum dengan sikap sopan penuh kepalsuan yang ditunjukkan Adrian di depan mereka. Padahal kalau boleh jujur, ingin rasanya aku mengusirnya saat ini juga. Namun hal itu urung kulakukan karena takut membuat permasalahan baru saat ini.

Tak lama kemudian Mas Libra datang menyusulku ke ruang tamu. Sesaat aku melihat ada kilatan tajam di mata Adrian saat keduanya bersalaman.

"Sesekali datanglah ke rumah melihat keluargamu." Adrian kembali melanjutkan perkataannya yang sempat berhenti tadi karena kedatangan Mas Libra. "Kita kan keluarga, alangkah baiknya bila kita semua kompak. Papa dan Mama mertua pasti senang bila kita semua berkumpul di rumah."

Aku mendengus kesal melihat Adrian. Sandiwara apalagi yang sedang dimainkannya saat ini. Tentu saja dia mengetahui dengan jelas kenapa aku tidak pernah mengunjugi Papa. Tapi di depan Mas Libra dan mertuaku dia berperan sebagai ipar sekaligus menantu yang baik.

"Tidak perlu mengajari kami. Aku lebih tahu bagaimana keadaan keluargaku sebenarnya." Suaraku terdengar dingin menyahutinya. Tidak peduli bila aku sekarang di cap buruk oleh kedua mertuaku. Asalkan aku bisa mengusir Adrian dari rumah ini secepatnya.

"Mereka merindukanmu."

Aku tertawa sinis, sejak kapan keluargaku merindukanku? Di sini terlihat jelas Adrian sedang membual.

"Lain kali kami akan berkunjung ke sana. Terima kasih atas perhatiannya." Tiba-tiba Mas Libra angkat suara.

Mataku seketika menatapnya gusar. Untuk apa Mas Libra menanggapi perkataan Adrian.

Adrian mengangguk senang. "Tentu saja. Kuharap kalian akan datang berkunjung secepatnya," Adrian berkata tanpa melepaskan tatapannya dariku. "Kabari aku bila kalian berencana datang."

Dalam hati aku berkata tidak akan pernah mau berkunjung ke rumah itu lagi, namun tentu saja hal itu tidak kuutarakan di depan semuanya.

Untungnya Adrian tidak berlama-lama berada di rumah ini. Setelah berbincang sebentar kepada Mas Libra yang menurutku seperti basa-basi belaka, pria itu pamit undur diri kepada kami semua.

Suami PilihanWhere stories live. Discover now