Alasan Berubah

1.6K 95 2
                                    

Ghani memasuki rumah menjelang tengah malam, entah karena benar-benar disibukkan oleh pekerjaan atau ada kegiatan lain yang membuat waktunya benar-benar minim di rumah.

Ghani menatap heran pada keadaan rumah yang sepi dan gelap, biasanya meski dia pulang larut Nia tetap menunggunya di ruang tamu.

Dia memasuki kamar dengan perlahan, dan bertambah heran ketika melihat tidak ada Nia. Ghani panik, dia buru-buru keluar kamar dan mencari keberadaan Nia.

Ghani bernafas lega ketika melihat Nia tertidur di ayunan kayu yang berada di balkon rumah mereka, Nia terbangun ketika merasakan ada yang menatap dirinya.

"Mas ? Kamu sudah pulang ?!" Nia melihat Ghani yang hanya diam berdiri di depannya

"Kenapa tidur di sini ?!" Ghani malah balik bertanya

"Oh, aku ketiduran Mas. Mas sudah makan atau mau mandi dulu ?" Nia berdiri, kini mereka saling berhadapan

"Aku sudah makan, sekarang mau mandi" Ghani berbalik dan akan meninggalkan Nia

"Sampai kapan Mas ?!" Ucapan Nia berhasil membuat langkah Ghani yang akan menuruni tangga berhenti

"Mau sampai kapan kita begini ?!" Ghani berbalik dan mendekat lagi ke arah Nia

"Maksud kamu apa ?!" Suara Ghani terdengar datar dan tenang, berbeda dengan Nia yang mati-matian menahan sesak di dadanya

"Kenapa cuma aku yang disalahkan atas kejadian ini ? Aku juga ga ingin kejadian itu terjadi. 2 tahun Mas, 2 tahun aku juga sangat menanti-nantikan momen itu. 2 tahun aku bertahan dari pertanyaan orang yang selalu menyudutkanku ! Dan sekarang tetap aku yang di posisi salah ?!"

Nia tidak kuat, dia menangis sesenggukkan. Dadanya terasa sakit, selama 2 bulan dia menahan emosi mencoba memaklumi Ghani yang terpukul akan kepergian calon bayi mereka. Tapi perkataan dari ibu mertuanya tadi yang menelponnya membuat Nia merasa marah.

"Perkataan Ibumu menyakiti perasaanku, Mas !" Nia berkata dengan pelan, Ghani sangat sensitif jika bersangkutan dengan ibunya

"Apa maksud kamu, Nia ?!"

"Apa kamu punya wanita lain Mas ?!" Nia menatap mata Ghani

"AGHNIA !!!" Ghani marah dan mengangkat satu tangannya ke udara, Nia yang melihat itu menutup matanya.

Hening, Nia sudah pasrah kalau tangan besar Ghani akan mendarat di pipi mulusnya. Nia sadar sudah memancing emosi Ghani, Nia sungguh frustasi dengan ucapan Ibu mertuanya di telepon tadi.

"Aku ga tau apa yang dikatakan Ibuku padamu, tapi yang pasti jangan pernah menyalahkan Ibuku, AGHNIA !!" Ghani berbalik ke arah balkon dan mencengkram kuat pinggiran pagar balkon untuk melampiaskan kekesalannya.

"Terus aku yang salah Mas ? Kenapa ? Kenapa harus aku yang salah ?!" Meski jantung Nia berdetak dengan kencang karena takut akan amarah Ghani, tapi Nia tetap harus meminta penjelasan akan perubahan sikap Ghani selama 2 bulan terakhir ini.

"Kamu ga nurut sama aku, Nia !"

"Aku harus berhenti kerja maksud Mas, kamu kan tahu itu cita-cita aku. Butuh waktu untuk aku mengambil keputusan itu Mas !"

"Aku kan sudah bilang fokus sama kehamilan kamu dulu. Kalau masalah keuangan, gaji aku sekarang sudah lebih dari cukup untuk kita hidup layak !"

"Ini bukan masalah keuangan Mas, aku percaya kamu bisa biayain aku dan anak kita nanti. Tapi aku butuh teman Mas !"

"Haha... Teman ?! Bullsit Nia, itu cuma alasan klise kamu supaya masih bisa bebas dengan suasana luar kan ?! Benar kata Ibuku, kalau kamu itu belum siap menjadi seorang ibu !"

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang