09. Pengakuan

28 14 0
                                    

Selamat membaca...







Tiga hari sudah berlalu sejak kejadian di warung malam itu.

Kini mereka bertujuh tengah berkumpul di tempat favorit mereka yang ada di sekolah yaitu di bawah pohon mangga yang letaknya dekat dengan lapangan.

Sejak baru datang sampai sekarang, suasana masih hening, nggak ada yang memulai percakapan. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.

Ngomong-ngomong hari ini cuacanya nggak begitu cerah seperti biasanya, langit agak mendung, angin berhembus kencang menerbangkan daun-daun yang berguguran.

Rambut mereka juga jadi goyang-goyang ketiup angin apalagi si Nanda yang rambutnya sudah lumayan panjang, dia makin sering membetulkan rambutnya ke belakang. Cakeup banget.

"Hngg," Reza masih menundukkan kepala. Dia berusaha memulai percakapan.

Reza pun memberanikan diri mengangkat kepala, menatap teman-temannya satu persatu. "Gue ada sesuatu yang perlu diomongin sama kalian semua."

Suara Reza menarik perhatian yang lain. Mereka menatap Reza, menunggu Reza mengatakannya.

"Sebelumnya gue minta maaf udah ngajak kalian ke warung itu," lanjutnya.

"Sebenernya gue minta tolong sama temen buat cariin warung yang estetik, gue juga minta temen gue buat bikin sesuatu yang agak horor di warung itu, tujuannya bikin kejutan buat kalian tapi gue nggak nyangka kejadiannya di luar ekspektasi gue." Reza menunduk, nggak berani menatap mata teman-temannya.

Sekarang dia sungguh takut, dia juga menyesal telah merencanakan hal bodoh seperti itu.

Merasa dicueki, Reza pun mengangkat kepala, menatap teman-temannya yang diam saja.

"Kalian berhak marah sama gue, makasih udah dengerin penjelasan gue."

Reza sudah bangkit dari duduknya, dia hendak pergi karena merasa nggak enak namun tangannya ditahan oleh Ozan.

"Udah nggak usah nahan-nahan gue, gue salah sama kalian," kata Reza.

Ozan mendongakkan kepala sembari berkata, "Ini hape lo ketinggalan Bang."

Reza langsung mengambil ponselnya, dia malu banget sampai garuk-garuk kepalanya yang nggak gatal.

Bahkan Wildan sempat mau tertawa terbahak-bahak ketika melihat ekspresi Reza namun Wildan berusaha menahannya sampai kelepasan kentut.

Untung bunyinya kecil, tapi Wildan nggak yakin teman-temannya nggak mendengar. Reza saja kelihatan nahan tawa.

Reza menutup mulutnya, "Ah ya, maaf."

Dia langsung pergi menjauh sebelum makin nggak kuat menahan tawa.

Nggak lama setelah itu, Reza kembali lagi dengan wajah memelas.

"Gue salah sama kalian, gue udah nyuruh orang sampai bikin kalian celaka. Gue bego banget. Sekali lagi maafin gue."

"Ya emang lo bego Ja siapa juga yang bilang lo pinter," kata Nanda. Santai banget.

Reza yang biasanya paling anti sama menangis, tiba-tiba meneteskan air matanya. "Gue bukan temen yang baik, nggak cocok temenan sama kalian."

"Emang lo jahat Ja, nggak cocok temanan sama kita," kata Ichan sambil melahap bakpaonya.

Hati Reza teriris mendengarnya. Maksud dia bukan begitu, kenapa Ichan malah menjawab seperti itu? Ah sudahlah.

"Kalau gitu, gue pergi ya," kata Reza. Padahal di dalam hatinya, dia mah ngarep ditahan.

"Tinggal pergi make lapor segala," kata Awan.

Reza tertohock. Akhirnya dia benar-benar pergi meninggalkan mereka berenam. Agak kesal tapi dia sadar diri, sudah kelewatan dengan teman-temannya. Dia yang bikin teman-temannya celaka.

Setelah Reza sudah nggak kelihatan, Bintang bersuara, "Bang Eja yang malang."





***






Di dalam kelas, Reza duduk di kursinya, menutup wajah dengan buku catatannya. Dia tahu, dirinya salah dia juga sudah mengaku tapi kenapa mereka begitu? Jahat sekali. Reza juga punya perasaan, dia sedih mendapat perlakuan seperti itu.

Sejak pagi, Reza terus mengoceh mengajak Awan, Nanda serta Wildan selaku teman sekelasnya untuk mengobrol tapi satu pun dari mereka nggak ada yang menanggapi ocehan Reza. Mereka malah sok sibuk dengan buku masing-masing.

Akhirnya Reza mengirimi Ichan pesan namun nggak dijawab. Bintang dan Ozan juga, boro-boro chat Reza dibalas, dibaca saja enggak.

Sebelum bel istirahat, Reza juga sempat koar-koar di grup mengajak makan di kantin, dia bilang akan mentraktir namun nggak ada yang merespon.

Capek.

Tapi Reza pantang menyerah.

"Napa lo Ja? Tumben-tumbenan nggak bareng sama geng lo. Musuhan ya?"

"Heh jangan diganggu ntar kena semprot."

Suara dari dua teman kelasnya nggak membuat Reza membuka buku yang menutupi wajahnya. Pikirannya sekarang, dia harus segera menemui teman yang dia mintai tolong itu. Kalau bisa Reza harus memberinya pelajaran.




















Bersambung...

RAINBOWWhere stories live. Discover now