16. Mungkinkah... Wildan?

54 15 5
                                    

Selamat membaca...

Pisau yang berada tepat di hadapannya membuat kedua mata Reza melotot begitu kaget hingga dia terjengkang ke belakang, sungguh jika maju sedikit saja ujung lancip dari pisau itu pasti sudah menggores hidungnya dan mungkin sekarang dia akan sangat panik karena berusaha menghentikan darahnya yang keluar.

"Ya ampun gue kaget banget," Reza mengelus dadanya.

Usai menghembuskan napas panjang, Reza bangkit sembari membersihkan pantat celananya yang kotor.

"Lo mau bunuh gue Dan?"

"Emang lo mau gue bunuh?"

Sialan, pertanyaan macam apa itu?

Wildan pun tersenyum hingga giginya terlihat, agak cringe tapi masih lebih baik daripada bermain dengan pisau tadi yang nampak mengkilap seperti baru saja diasah.

Wildan melipat kembali pisaunya dan memasukan benda tajam itu ke dalam saku hoodie yang dia pakai.

"Ngapain lo bawa pisau begitu?"

Bukan hanya kepo, Reza juga ngeri dekat-dekat dengan Wildan kalau dia membawa pisau seperti itu. Takut kalau-kalau Wildan melukainya bahkan sampai membunuhnya dengan pisau itu.

Bisa saja kan? Meski teman tapi membunuh, sebab Reza nggak tahu apa yang ada di pikiran seseorang yang membawa pisau dengan wajah santai seperti itu.

"Buat jaga-jaga."

"Emang apa yang akan lo lakuin kalau seandainya ada orang jahat sedangkan lo bawa pisau kayak gitu?"

Tangan kanan Wildan bergerak kembali mengambil pisaunya. Dia mengusap ujung pisau itu dengan jari tangannya lantas menanggapi pertanyaan Reza.

"Simple, dude. Gue bisa tusuk matanya, jantung, hati, leher bahkan gue bisa acak-acak isi perutnya dan ngeluarin semua isinya hanya dengan satu pisau ini."

Oh sial, Reza semakin ngeri.

Wajah yang sekarang Wildan tunjukkan benar-benar seperti dia akan melakukan hal itu.

Pisau Wildan kini berhenti di depan perut Reza, hanya menahan napas yang Reza lakukan sejak Wildan menunjuk mata hingga perut Reza menggunakan pisau yang Wildan pegang.

"Lo udah nggak marah sama gue Dan?" tanya Reza berusaha keluar dari topik sebelumnya.

Pertanyaan itu juga membuat Wildan memasukkan pisaunya ke dalam saku hoodie.

Tawa Wildan terdengar, hal selanjutnya yang dia lakukan adalah menepuk lengan Reza sembari tersenyum nampak tulus hingga Reza lupa bagaimana wajah mengerikan yang sempat Wildan tunjukkan sebelumnya.

Hanya dengan senyum itu hati Reza dapat menghangat, apa mungkin Wildan sudah memaafkannya? Ah membayangkan hal itu saja dapat membuatnya terbang.

Tapi Reza nggak mau terbang terlalu tinggi, dia takut akan terhempas dan patah hati.

"Ngomong-ngomong lo abis dari mana mau ke mana Dan?" tanya Reza. "Tumben jalan kaki padahal rumah lo jauh dari sini."

"Gue abis jalan-jalan aja tapi hape gue ilang, gue lupa naro di mana pas mampir ke supermarket. Lo ada bawa hape? Pinjem dong buat nelepon orang rumah."

"Wah nggak normal, hape lo ilang tapi reaksi lo bisa sesantai itu."

"Gue bisa beli yang baru."

"Tapi kenangan di hape lo apa bisa dibeli kayak lo beli hape baru?"

Diam. Wildan benar-benar diam.

Reza pun merogoh kantong celananya dan berusaha menyalakan ponselnya. "Oh iya gue juga lupa, baterainya abis."

"Gue bawa powerbank."

Ponsel itu pun diberikan kepada Wildan, lumayan lama Reza menunggu sampai akhirnya Wildan mengembalikan ponselnya.

"Makasih Ja, ngomong-ngomong kenapa lo masih pakai seragam?"

"Sengaja sih, soalnya sekalian pulang sekolah gue ke sini buat ketemu Agas tapi ternyata gue telat, dia udah pulang kampung."

"Ah gitu.. terus lo mau ke mana sekarang?"

Reza mengacak rambut frustasi mengingat hal di atas, kenapa dia bodoh sekali??

Riwayat panggilan telepon.

Ya, itu. Sama sekali belum dia cek.

Jari tangan Reza mulai bergerak di layar ponselnya hingga kedua mata sipit itu terbelalak karena dia nggak menemukan satupun riwayat panggilan telepon pada saat Wildan meminjam ponselnya yang katanya untuk menelepon orang rumah.

Kalau Wildan nggak menelepon lalu apa yang dia lakukan dengan waktu yang lumayan lama ketika meminjam ponselnya?

Mungkinkah...

Nan tolongin gue.

Wildan yang mengirim pesan seperti itu kepada Nanda? Lalu dia juga menghapus riwayat chat tersebut agar nggak ketahuan olehnya.

Bisa jadi tapi Reza sungguh masih nggak percaya dan agak sulit memercayainya.

Apa tujuan Wildan kalau dia benar-benar melakukan itu?

Kenapa Wildan setega itu? Dia pasti tahu kan akibat dari perbuatannya?

Di teras rumah malam hari ini Reza benar-benar dilanda perasaan yang sulit dia jelaskan.

Hanya karena seorang Wildan.








Bersambung...

RAINBOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang