𝙵𝚘𝚛𝚐𝚘𝚝𝚝𝚎𝚗

16 4 1
                                    

"Oke, Junie, ini kamarku. Aku cuma tinggal berdua dengan satu kakak laki-laki. Kak Subin namanya."

Junie mengedarkan mata polosnya ke penjuru kamar Suha, mengamati dan mengagumi segala yang manik hazelnya tangkap. "Kamar Suha tampak nyaman," pendapatnya.

Suha tersenyum bangga. "Tentu. Ayo, naik dulu ke kasurku. Kamu kelihatan lelah." Dia pun mengajak Junie menaiki ranjang tidurnya, dan membiarkan manusia kucing itu duduk di sana sambil terus menatap sekeliling.

"Suha tidurnya di sini?" Junie menyentuh permukaan kasur empuk itu.

Suha mengangguk. "Iya, itu gunanya ranjang tidur." Dia ikut duduk ke samping lelaki itu, dan mulai menjelaskan sedikit soal kehidupannya. "Kak Subin itu seorang dokter bedah di rumah sakit tengah Kota, jadi dia agak sibuk. Kami sering pindah untuk menghindari hutang yang melilit ayah kami. Ayah suka mabuk dan berjudi. Dia kasar dan kami selalu kabur darinya. Untung, dua tahun belakangan, dia tak mengetahui alamat kami sekarang dan tak pernah datang."

Junie mendengar meski otaknya kesusahan mencerna semua informasi itu. Alhasil dengan mata yang menyorot makin sayu, dia menyimpulkan, "Kakaknya Suha, seorang dokter yang kabur... lalu...?"

Suha tergelak akan tawa. Menggeleng samar. "Sudahlah, Junie, kamu bilang kalau menderita kehilangan ingatan, jadi tidak perlu serius mengingatnya, oke? Aku hanya ingin sekedar beritahu saja, meski aku tahu nanti kamu bakal lupa."

"Maaf ya?"

"Tidak perlu minta maaf." Suha lalu kembali tegak. "Heum, Junie bisa minum minuman hangat kan? Untuk manusia, itu akan membuat tubuh nyaman dan menghilangkan lelah."

Junie mengangguk mengiyakan. "Tentu. Junie juga bisa makan makanan manusia pada umumnya."

"Kamu ingat pernah makan makanan manusia?"

"Iya. Apapun itu, Junie bisa makan. Junie sangat suka makan."

Suha menahan senyum gemas, ingin sekali rasanya mengacak-acak kepala itu namun sepertinya sekarang belum pantas.

"Oke, tunggu ya. Biar aku ambilkan sesuatu dari dapur."

**

Suha ternganga. Mulai dari semua jenis makanan, seperti daging kalengan, snack jagung, stok kukis, roti panggang selai, dan segala jenis buah-buahan mulai dari pir sampai semangka yang disajikan, semuanya habis dilahap Junie.

Mungkin manusia kucing itu tak main-main saat bilang kalau dia "sangat" suka makan.

Suha yang tadinya ingin ikut makan bersama jadi mengurungkan niat. Dia sudah kenyang duluan karena melihat betapa lahap Junie menghabiskan santapannya.

"Junie..."

"Hmm?" Junie menyahut tanpa menoleh. Tetap fokus makan.

"Kamu kelaparan?"

Junie mengangguk kuat, masih serius melahap makan. "Tapi, tidak kelaparan pun Junie biasanya suka makan dengan lahap. Mama Junie pernah bilang Junie perlu makan sangat banyak agar bisa bertahan hidup."

Oke. Manusia pun butuh makan untuk bertahan hidup. Namun, ada porsi dan batasan tertentu, bukan? Kalau begini, lambung rasanya bisa bocor juga. Suha bahkan sudah mengintip-intip perut Junie yang dia cemaskan bisa meledak sewaktu-waktu.

Herannya, perut Junie masih sama saja. Ramping dan tak terlihat buncit dari sudut manapun.

Hingga saat semua hidangan yang Suha sudah bolak-balik sajikan telah habis semuanya, Suha pun bertanya hati-hati, "Junie... sudah kenyang?"

Junie mengangguk samar.

"Terima kasih, ya."

"Hm, sama-sama."

"Sekarang Junie jadi mengantuk kalau sudah makan."

"Oh? Kamu bisa tidur saja kalau begitu."

Lelaki itu mengangguk patuh, lalu mulai berbaring meringkuk, posisinya imut sekali.

Sambil membereskan piring dan alat makan Junie, Suha diam-diam melirik sosok itu. Sosok yang hari ini tiba-tiba muncul dan menyapa hangat hatinya. Dia tengah menutup rapat kedua matanya dan menarik ulur napas dengan lembut. Telinga kucing di atas kepalanya terlihat mengatup turun, tanda dia sudah lelap beristirahat.

Batin Suha bersyukur. Segenap rasa senang akhirnya kembali menghinggapi dadanya.

"Selamat tidur, Junie."

𝙆𝙞𝙩𝙩𝙮 𝙅𝙪𝙣 | yeonjunWhere stories live. Discover now