11. BENTUK DARI LUKA

65 15 79
                                    

Haiii semuanya!! Akhirnya bisa up lagiii. Hari ini author lega bangettt soalnya hari terakhir UTS wkwk

Satu emoji sebelum baca part ini??

-Happy reading!-
Jangan lupa buat tinggalin jejak berupa vote, komen, dan share ceritanya ke temen-temen kalian, yaa sebagai bentuk apresiasi karya aku:)

***

PART 11 : BENTUK DARI LUKA

"Ternyata air mata bukan satu-satunya bentuk dari luka. Tapi, senyuman di atas rasa sakit bisa menjadi bentuk dari sebuah luka yang dalam."

-Samudra Jovanka

***

Nadira membulatkan matanya saat melihat sebuah koper berukuran sedang dipegang oleh papanya di ambang pagar rumahnya. Jantung Nadira berdegup sangat kencang. Ada apa gerangan?

"Pa, ini, kan, koper aku. Ken-"

Nadira menghentikan ucapannya saat Niko menyodorkan koper itu ke arahnya. Hatinya semakin gelisah. Air mata yang sudah mengering di wajahnya sepertinya akan kembali membasahi wajahnya. Kedua mata Nadira sudah terasa perih. "Pa, ini kenapa? Kenapa Papa bawa koper Nad-"

Niko berdecak malas. "Mulai hari ini, kamu angkat kaki dari rumah ini. Saya tidak sudi memberi tumpangan tempat tinggal sama anak kayak kamu, Nadira!"

Jleb.

Air mata itu kembali mengalir. Nadira memandang papanya bingung. "Tapi, Pa, apa salah aku?" lirihnya.

"Kamu ngapain nanya, Nad?! Ini gara-gara kamu nggak bisa ngasih duit ke saya!" bentak Niko.

Hancur rasanya mendengar perkataan papanya. Waktu terasa berhenti berjalan. Kalimat yang dilontarkan papanya membuat hatinya semakin sakit saja, padahal sejauh ini dia selalu memberikan uangnya. Bahkan, dia rela hanya mendapat sedikit uang dari hasil penjualan novelnya.

"Pa, aku...aku minta maaf. Jangan usir aku, Pa," isak Nadira. Dia hanya bisa berlutut, memegang salah satu pergelangan kaki papanya. Dia tak mungkin marah-marah sekarang, dia harus bisa membujuk papanya agar tidak mengusirnya dari rumah.

Niko menyentak pergelangan kakinya, membuat Nadira terduduk di tanah. "Saya nggak peduli! Pergi sana! Kamu selama ini cuma jadi beban saya!"

Nadira bangkit berdiri, menatap papanya sebelum dia pegi dari tempatnya. Dia pasrah, meskipun berat meninggalkan rumah ini. Dia menoleh sebelum benar-benar menjauh dari rumahnya. Papanya masih berdiri di sana.

"Pa, Papa serius usir a-"

"PERGI!" bentak Niko yang jaraknya dua meter dari Nadira.

Nadira tersentak, kemudian pergi dengan berlari kecil bersama air matanya. Entah mengapa papanya bisa semudah itu mengusirnya. Apa benar papanya menyayanginya? Lantas, mengapa papanya sendiri mengusirnya dari rumah? Apa itu artinya papanya tidak menyayanginya lagi?

Sepuluh menit kemudian, dia sampai di ATM minimarket yang letaknya tak jauh dari lokasinya ribut dengan Raskal tempo hari saat pertemuan pertamanya dengan Samudra. Dia mengusap wajahnya, memastikan air mata tak ada di sana. Dia mendorong pintu ATM itu dan mulai mengatur napasnya.

Samudra [Terbit]Where stories live. Discover now