Empat

415 49 16
                                    

Tasha

"Cuman bawa satu koper aja nih?"

"Hmm."

"Coat yang kemarin beli sama aku dibawakan?"

"Mm."

"Indomie Indomie! Bawa harusnya sih! Kamu'kan suka, nanti disana nyari ribet tau."

"Hmm."

"Ham hem ham hem mulu ih!"

"Ya abis, kamu tau gak sih, untuk cewek yang mau ditinggal cowoknya kuliah jauh, kamu itu santai banget!" gerutu Basel yang akhirnya berbalik dan berkacak pinggang. Cowok itu mengerutkan keningnya, matanya kelihatan sedih. "Kamu gak takut apa aku kepincut cewek disana?"

Tasha yang daritadi ngeliatin Basel sibuk sendiri langsung nyengir. Dia kemudian menepuk-nepuk dadanya dengan canda.

"Aku santai. Soalnya yang pergi kamu. Kalau yang pergi Kak Tama, aku bakalan kocar-kacir."

Omongan Tasha adalah pujian.

Karena emang bukan sebuah rahasia kalau diantara temen-temennya Basel, Tama adalah yang paling doyan gonta ganti cewek. Basel sih dikenalnya sebagai cowok galak, jadi Tasha ragu deh kalau cewek-cewek yang naksir Basel bakalan tahan sama cowok itu. Kecuali kalau udah kenal banget, kayak Tasha, udah jatuh cinta gak nemu deh tuh jalan keluarnya.

"Lagian kamu emang mau kepincut cewek disana? Cih, cewek kamu tuh kembaran ke-tiga Bae Suzy. Ya kali kamu mau nyari yang lebih," canda Tasha sambil ketawa. Dia memeluk bantal kursi kamar Basel lalu menatap Basel lekat-lekat. "Neoneun anhajihaeyo, na ara (kamu gak akan, aku tau)."

Usaha Tasha buat mencairkan atmosfer jelas gak berguna.

Karena alih-alih ketawa atas kepedeannya Tasha, Basel malah makin keruh mukanya.

Ya emang sejak tau kalau dirinya diterima di Boston University Basel nunjukin terang-terangan kalau dia gak senang. Ya emang sih pilihan universitasnya karena ibunya Basel, tapi yang setuju Basel sekarang keterima cowok itu juga yang marah-marah.

Aneh kelihatannya.

Tapi dia tau jelas alasan kenapa Basel sekesal itu pendaftaran asalnya malah keterima. Alasan bodoh yang bikin dia ngerasa tersipu sekaligus cemas.

Momen keheningan diantara dia dan Basel berlangsung agak lama setelah dia ngomong tadi.

Cowok itu gak bergeming, dia diem tapi masih sambil ngeliatin Tasha. Sampe akhirnya Basel menghela nafas lalu melangkah mendekat ke Tasha yang duduk di kursinya. Dia kemudian duduk dilantai depan Tasha. Tangannya memegang lututnya, tatapannya yang awalnya merunduk kini menatap Tasha. Cowok itu kelihatan bimbang, sebelum kemudian berkata pelan.

"Kamu...gak bisa ya nahan aku pergi..."

"Ya gak bisa, kamu mau aku dibenci ibu kamu."

"Tash please deh, ibuku tuh sayang banget sama kamu, ya kali..."

Tasha tertawa pelan, kemudian menepuk-nepuk pipi Basel. "Ya iya, tapi Tuhan tuh maha membolak balik perasaan. Ibu mana yang gak akan benci orang yang nyabotase masa depan anaknya hayo?"

"...aku gak mau pergi," lirih Basel, dari raut wajahnya cowok itu seolah mengaku kalah. "Kalau aku pergi...aku bakalan jauh dari kamu. Gimana...kalau hubungan kita jadi berantakan nantinya..."

Arght.

Serangan telak ke hatinya.

Tasha senyum-senyum ketika Basel membuang mukanya karena malu.

RomanciteМесто, где живут истории. Откройте их для себя