LIMA

155 24 20
                                    


Tasha tahu bahwa gak semua hal bisa dia kontrol.

Semakin Tasha gede, semakin Tasha sadar kalau dia harus bisa membedakan mana yang bisa dia kontrol dan mana yang engga. Karena ketika dia bisa membedakannya, maka Tasha pasti bisa buat gak berlarut-larut mikirin hal-hal yang gak perlu.

Ya emang, secara teori Tasha jago bener. Tapi ketika berteori gitu, dia melupakan satu variabel paling penting dari semua ini.

Iya, lawannya.

Basel atasannya, dan atas nama profesionalisme, dia sadar mau gak mau dia pasti terjebak sama Basel—suka gak suka. Dia masuk kedalam keadaan ini dengan kesadaran penuh dan sukarela. Dia berpikir, toh gak usah pikir-pikir'lah. Uangnya oke, dan dia kira dia bisa bersikap seolah gada apa-apa.

Tapi ternyata gak gitu yah didunia nyata.

Ternyata...jadi dewasa itu harus nerima kenyataan kalau didunia nyata semuanya itu begitu sulit.

"Heh! Punya paspor ga lo?"

Tasha mengerjap, tersadar dari lamunannya. Ternyata Aruna lagi tersenyum lebar berdiri didepan meja kerjanya. Kemudian dia sadar kalau dia ada dikantor. "Ah...oh, paspor? Gak ada mbak, kenapa?"

"Karena'kan ada manufacture visit ke Busan. Elo'kan sekretaris bos, jadi pasti harus ikut."

"Busan? Busan Korea?!" pekik Tasha tanpa sadar, dia langsung menutup mulutnya. Rasa excited itu membuat senyumnya merekah. "Sorry sorry, maksud aku, kita ada visit ke Busan Mbak?"

"Iya, elo ada paspor gak?"

"Errr...gak ada, paspor'ku abis masa berlaku dari lama."

"Ya udah, ntar elo ke si Ijul ya di lantai 8, bilang elo mau bikin paspor. Nanti biar dibantuin buat gabungin sama yang mau bikin dari Tiarhardja."

"O..oh oke."

"Biar nanti invoice bikinnya, Ijul aja yang kerjain, biar sekalian reimburse."

"Siap mbak, nanti abis makan siang aku kesana."

"Makan siang? Loh, bukannya makan siang elo'kan nanti sama bos mau visit vendor?"

Pertanyaan Aruna bikin Tasha melongo.

Dia?

Visit sama Basel?

Tasha merutuk dalam hati. Biar gak kelihatan bodoh-bodoh banget, Tasha langsung berbohong cepat. Dia menutupi keterkejutannya dengan senyuman cerianya. "Oh, iya. Ampun aku lupa!"

"Ya udah, siap-siap sana," Aruna melirik jamnya. "15 menit lagi harus'nya elo cabut tuh."

Fakta itu bikin Tasha melotot kaget, dia berdiri dengan cepat. Hal itu bikin kursinya mundur dan nabrak kaca ruangan Basel, bikin suara berdentang keras. Dengan refleks dia menutup mulutnya. MAMPUS.

"OH! SORRY SORRY!"

Beberapa mata menatapnya heran, beberapa tertawa.

UGH, udah mau kepala tiga, tapi kenapa sih Tasha tuh masih aja ceroboh gak ketolong!

***

"Saya duduk di depan'kan ya pak?"

Pandangan menghakimi dari Basel itu harusnya gak bikin dia takut.

Dulu dia pernah gentar, tapi gadis berumur 15 tahun itu beda'kan dengan wanita ini! Tasha udah gede, masa iya dia masih takut dengan Basel?! Hah!

'TAPI, DIA EMANG NYEREMIN BEGO!'

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RomanciteWhere stories live. Discover now