21. theory

1.6K 402 117
                                    


Seekor kelelawar terbang di sekitar sisi luar jendela kamar tidurku saat aku baru sampai lagi di bangunan dorm. Warnanya hitam pekat, nyaris tidak terlihat karena menyatu dengan gelapnya malam dan bayang-bayang kelabu di dinding gedung tinggi ini. Dia tampak seperti sedang mencari sesuatu.

Itu pasti Xiao Dejun, dan yang sedang dia cari adalah aku.

Dengan mudah aku bisa mengenali wajah antagonisnya walaupun dalam wujud kelelawar. Sepertinya dia juga menyadari kedatanganku sebagai burung hantu putih gemuk. Alis kelelawar Dejun bertaut saat menoleh padaku. Kepaku ditelengkan sedikit, memberi dia isyarat untuk terbang naik ke rooftop.




"Lama banget, dari mana aja sih?" tanpa basa-basi dia langsung bertanya begitu kami berubah wujud lagi jadi cowok keren di rooftop.

"Lama banget, dari mana aja sih?" tanpa basa-basi dia langsung bertanya begitu kami berubah wujud lagi jadi cowok keren di rooftop

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Cuma keluyuran cari angin," bohongku.

Si Dejun ini agak sensitif kalau membahas Karin. Dari awal dia sudah menunjukkan rasa tidak suka dan waspada. Jadi lebih baik aku berbohong, sedang malas ribut.

"Karena kamu lama, aku udah patroli barusan. Overall, aman. Nggak ada satu pun algol dalam radius lima ratus meter," Dejun duduk di dekat tangki air besar.

Kulakukan hal yang sama di sebelahnya. "Terus anak-anak manusia itu lagi ngapain sekarang?"

"Sebagian tidur karena capek, sebagian pulang ke rumahnya, sebagian hang out, sebagian pacaran."

"Termasuk Renjun ya yang pacaran?" aku tertawa meledek. "Sabar ya, makanya jangan judes judes dong biar Ningning suka."

"Apa sih? Nggak ada hubungannya," dia sewot.

Reaksi itu membuat aku makin semangat meledek. "Eyy, nggak usah pura-pura gitu deh. Aku tau kamu suka sama si Double Ning, tapi nggak ada harapan soalnya dia pengabdi Renjun."

"Suka?? Ng-nggak kok!" kilah Dejun.

"Bohong~ keliatan banget kok."

"C-cuma gemes aja, bukan suka," dia bersikeras.

Bola lampu di kepalaku mendadak menyala. Aku bertepuk keras. "Nah, itu! Aku juga bukan suka sama Karin, tapi cuma gemes."

"Apa-apaan? Kenapa jadi dia?" Dejun memicing.

"Biar kamu nggak salah paham!" ujarku. "Kalau selama ini Karin belum aku bunuh, itu karena mukanya kasian dan kadang dia mirip bakpao, kan gemes??!"

Mendengar alasanku, Dejun terdiam. "Ck ck ck, siaga satu," decaknya lirih.

"Maksudnya?"

"Hati-hati sebelum perasaan itu jadi tumbuh lebih subur. Go Karin itu manusia, terlarang buat kaum metamorph ㅡkecuali kamu mau jadi manusia juga. Tapi itu juga nggak mungkin karena dia-harus-mati-secepatnya. Nggak mungkin kan kamu ikut mati?" ujar Dejun, sengaja menekankan bagian 'Karin harus mati'.

MetamorphTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang