Chapter 3

2.7K 278 26
                                    



Jika awal pekan adalah bencana, bisa Jaemin katakan akhir pekan adalah kutukan. Menjengkelkan ketika dirimu tak bisa beristirahat dengan cukup, atau bahkan makan dengan teratur setelah enam hari bertanggung jawab pada pekerjaan. Tidak, Jaemin tidak bisa melakukan itu.

Rumah kecil tempatnya tinggal ini adalah sebuah warisan dari mendiang orangtuanya. Tak ada yang salah dengan rumahnya, toh tempat itu masih layak untuk ditinggali. Hanya saja salah seorang penghuni lainnya benar-benar menguras emosinya.

"Jisung! Bantu kakak mengangkat kasurmu!"

Jaemin yang berteriak di pagi hari adalah hal biasa di akhir pekan. Terkadang bahkan tetangganya mengetuk pintu untuk memberikan cemilan—bukan apa-apa, bibi tetangganya ini memang memiliki perhatian diatas rata-rata. Sangat baik, ingatkan Jaemin untuk mendoakannya di Gereja minggu besok.

Yang diteriaki hanya diam, tangannya sibuk memegang ponsel dengan posisi landscape. Ada yang bisa menebak apa yang remaja itu lakukan sekarang?

"Kakak memanggilmu berulang kali dan kau justru asik dengan game bodohmu itu?!!" Jaemin berdiri di depan sang adik dengan berkacak pinggang.

"Namanya mobile legend." Sahut Jisung pelan.

"Persetan dengan namanya. Sekarang bantu aku mengangkat ini atau uang jajanmu dikurangi!"

Jisung secepat kilat melempar ponselnya serampangan—yang untung saja mendarat dengan mulus di atas sofa ruang tamu. Ia lantas membantu sang kakak mengangkat kasur untuk dijemur di halaman belakang rumah.

Beberapa pekerjaan rumah di akhir pekan dilakukan oleh Jaemin, dengan sesekali omelan si manis karena sang adik yang selalu abai. Hingga tak terasa matahari mulai naik di atas kepala.

Sebuah ketukan mengagetkan Jaemin yang tengah menata pasir di pot sayurannya. Ia melangkahkan kaki menuju pintu depan, membukanya dengan suara decitan tak menyenangkan.

"Na Jaemin? Perkenalkan saya Kim Sunghoon."

Si manis mengernyitkan keningnya heran. Pria dengan setelan jas coklat ini datang dengan senyum manis. Tangan kanannya menenteng tas jinjing dengan warna senada. Ia lantas mempersilahkan si pria untuk masuk ke dalam.

"Sebelumnya maaf datang dengan mengejutkan. Saya perwakilan dari Bank Shinhan bermaksud untuk menyampaikan sesuatu. Apakah anda pemilik sah dari rumah ini tuan?"

Jaemin mengangguk ragu. Matanya masih awas menatap sosok di depannya.

Pria itu meletakkan tas jinjingnya di atas meja. Kemudian mengambil sesuatu dari sana.

Beberapa lembar kertas yang diletakkan dalam map ia sodorkan di depan Jaemin. Tangannya membuka lembaran ketiga, sebuah halaman dengan beberapa kalimat yang jujur Jaemin tak mengerti apa isinya. Yang paling menonjol adalah sebuah nominal yang ditulis dengan huruf lebih tebal dari lainnya.

"Dulu Ayah anda pernah menjalin beberapa kerjasama dengan bank kami. Termasuk upaya peminjaman dana hingga investasi." Ucap Sunghoon menjelaskan.

"Yang paling sering adalah peminjaman dana. Tuan Siwon bahkan memiliki keanggotaan khusus karena seringnya melakukan transakai. Anda bisa membacanya di bagian ini. Point kedua dalam surat perjanjian kontrak." Ia menunjuk bagian yang dimaksud dengan telunjuknya.

Jaemin mengikuti arahan pria di depannya. Pelan, ia mulai membaca suratnya. Ada beberapa line yang Jaemin pahami, dan ada beberapa pula yang membuatnya mengernyitkan dahi.

"Apa maksud dari 'Meminjam sejumlah nominal sekian dengan bunga di atas 10%?" Tanya Jaemin.

Si pria itu lantas menunjukkan satu dokumen lainnya, yang terdiri dari beberapa lembaran kecil dan satu lembar ukuran A4. Lagi, yang membuatnya menonjol adalah materai yang ditempel pada bagian ujung bawah surat serta tanda tangan seseorang di atasnya.

IdeapolismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang