Chapter 6

1.8K 223 35
                                    




"Dasar bodoh!"

Dua kata singkat namun menyakitkan keluar dari mulut si kecil Renjun dengan lantang. Pria manis itu menyalak, menatap geram pada sosok dewasa di depannya.

"Kau—aishhh. Bagaimana aku bisa membujuknya kembali." Ucap Renjun frustasi.

Saat ini Renjun tengah menyidang Jeno. Dengan si pria Lee yang menunduk menyesal dan Renjun yang berdiri menunjuk-nunjuk tanpa rasa sungkan.

Seperti anak kecil yang dihukum oleh ibunya..

"Aku sudah menipunya saat pesta dan mungkin ia tak mempercayaiku lagi saat ini. Tapi kenapa kau justru membuatnya marah!" Satu kali gebrakan di meja membuat Jeno terperanjat. Rupanya sepupunya ini tidak main-main marahnya.

"Aku.. akan mencoba membujuknya."

"Dengan apa?!" Potong Renjun cepat. "Saat bersama aku dan Haechan saja dia bisa sekeras itu. Apalagi dengan kau."

"Sial, Haechan sedang ke luar negeri sekarang. Pikir sendiri masalahmu. Aku menyerah, tidak bisa membantu." Final Renjun. Kemudian pria kecil itu melenggang pergi meninggalkan Jeno dengan langkah yang menghentak-hentak.

Kalau sudah seperti ini memang harus dirinya yang berjuang sendiri..

Renjun tadi sempat mengatakan kalau biasanya Jaemin akan pulang jika ia punya masalah. Mengingat tidak ada tempat lain untuknya bernaung selain rumah kecil pemberian orang tuanya. Ia menyarankan untuk menyusul pria Na itu ke sana.

Maka jadilah sekarang, Jeno dengan tampilan casual pergi mengendarai mobilnya sendiri menuju rumah Jaemin.

Mengindahkan pekerjaan, meeting, atau urusan kantor lainnya. Semua sudah ia serahkan kepada Renjun—dan untungnya diterima oleh sepupu kecilnya walau dengan wajah yang merah karena kesal.

Sudah sangat lama Jeno tidak berkunjung ke rumah ini. Terakhir dua tahun lalu, ketika ia dan Jaemin masih menjadi sepasang kekasih. Begitu hubungan mereka berakhir, si pria Lee sama sekali tidak kesini. Ia dan Jaemin hanya beberapa kali bertemu dalam beberapa kesempatan, sampai akhirnya terikat kontrak kembali.

Melewati beberapa menit di jalanan aspal, tibalah ia memasuki daerah dengan jalanan berbatu. Jeno mengemudikan sedannya pelan, mengingat mobilnya rendah dan bisa saja bagian bawahnya tergores batu. Lima menit setelahnya ia berhenti di depan rumah kecil dengan halaman luas di depannya.

Sudah lama sejak ia kesini, dan tempat ini sama sekali tidak berubah. Dengan mengumpulkan sedikit keberanian, ia mulai mengetuk pintu.

Tok tok

Beberapa detik, namun masih tidak ada respon apapun. Lantas Jeno mengetuk untuk kedua kalinya.

Kali ini ketukan Jeno dibalas oleh bunyi debuman. Pria itu mengernyit bingung, bertanya-tanya akan apa yang terjadi di dalam. Tak lama kemudian pintu kayu di depannya terbuka.

Menampilkan sosok yang sangat ia rindukan..

"Kau.. kenapa kemari?" Tanya Jaemin. Atasan kaos putih ketat dipadukan celana training adidas serta rambut berantakan yang disibak ke atas. Demi tuhan Jeno tidak bisa menampik jika Jaemin terlihat sangat menggairahkan.

Ditambah dengan noda tanah yang mengotori kaosnya dan keringat yang menetes dari dahi. Si pria Lee itu menyimpulkan jika Jaemin baru saja selesai berkebun.

"Hanya ingin berkunjung." Balas Jeno singkat. Dalam hati ia membatin, bukan ini yang sebenarnya ingin ia katakan.

Jaemin mengernyitkan dahinya, menatap Jeno dengan pandangan mengejek. "Ada gerangan apa Tuan Muda Lee datang ke gubuk kecil ini? Pergilah. Aku tidak menerima tamu." Sedetik sebelum pintu itu tertutup, tangan Jeno terulur untuk menahan.

IdeapolismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang