Part_23 Selfharm lagi 2

1.7K 95 4
                                    

Sudah 4 bulan ini Alfin sedikit menerima kehadiran Alya, dia juga sudah mulai sedikit bersikap baik pada Alya, meskipun masih dingin. Tapi untuk tidur? Dia masih belum bisa tidur bersama setiap hari dengan Alya.

Alfin hanya akan tidur dikamar Alya saat istrinya itu mengamuk dan memukuli perutnya saja, jika tidak dia akan tidur dikamarnya sendiri.

Di dalam kamar mandi, Alfin terus menatap datar tangannya yang mengeluarkan darah, di bawah guyuran shower, Alfin menikmati rasa sakit dan perih lukanya yang terbilas air.

Ya Alfin masih melakukan itu, menyayat lengannya sendiri lalu dengan sengaja menyiramnya dengan air, kadang juga lukanya dia rendam di dalam air yang sudah dicampur sabun. Bisa dibayangkan rasa perihnya.

Tapi dia selalu menutupi lukanya dengan jaketnya, berpura-pura jika dia baik-baik saja.

Dia tertekan, meskipun Putra sudah menerimanya dan tidak memukulinya lagi, entah Putra benar-benar berubah atau tidak. Tapi tetap saja dia merasa tertekan karena terlalu memikirkan apa benar Putra sudah menerimanya

Dia masih berpikir jika Putra berpura-pura, memasang topeng di depan semua orang agar terlihat seperti ayah yang baik.

Dia juga memikirkan Wina yang masih membencinya, setidaknya Wina selalu menunjukkan kebenciannya secara terang-terangan, bukan seperti Putra yang hanya akan baik padanya jika di depan klien dan rekan bisnisnya, lalu jika hanya ada keluarganya dan para pembantu, dia akan selalu disiksa.

“Gue masih belum percaya kalau ayah berubah, pasti ini cuma pencitraan di depan keluarga aja biar bunda nggak jadi minta pisah.” Alfin berbicara sendiri melihat wajahnya yang pucat dicermin.

“Gue masih inget kalau bang Kevin bilang bunda ngancem ayah. Kalau bunda minta pisah kalau ayah nggak minta maaf dan bersikap baik ke gue,” tanpa mengobati lengannya, Alfin langsung meminum obat tidur lalu berbaring di atas kasurnya.

‘Semoga mimpi buruk itu nggak datang lagi,’

Akhir-akhir ini Alfin sering mimpi buruk, dia melihat bayangan penyiksaan yang dilakukan Wina dan Putra padanya, sungguh ingatan yang menakutkan itu membuatnya ingin cepat-cepat pergi dari dunia ini.

Sejak umur 1 tahun sampai 4 tahun dia disiksa mama kandungnya dan papa tirinya.

Lalu umur 4 sampai 12 tahun dia disiksa ayah kandungnya, belum lagi saat umurnya 14 tahun harus kembali lagi mendapat siksaan dari ayah kandungnya itu.

Membuat dia menjadi pribadi yang kasar dan keras kepala.

Keesokan paginya, rumah Alfin sudah ribut dengan suara barang pecah. Entah apa lagi yang dikatakan Alfin pada Alya sampai dia mengamuk lagi.

Plak

Alya membelalakan matanya, sekarang matanya sudah berkaca-kaca, “Kenapa nampar aku lagi?”

Mendengar suara Alya yang bergetar menahan tangis membuatnya merasa bersalah sedikit.

Alfin seketika lupa jika Alya sedang hamil, dia menatap tangannya yang sudah berani menampar Alya lagi.

‘Tangan nakal’ batin Alfin merutuki tangannya yang tidak bisa direm.

“Jangan cengeng!” tidak, bukan itu yang ingin Alfin katakan.

Sekali lagi dia merutuki mulutnya yang suka berkata kasar itu.

Dia ingin memeluk Alya dan mengatakan kata ‘Maaf’

Tapi yang keluar malah ucapan dengan nada dingin miliknya.

“Iya, maaf kalau aku cengeng.” Alya mencoba menahan tangisnya, dia mengusap air matanya yang dengan tidak sopannya keluar tanpa ijin dari pemiliknya.

ALFIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang