Detik Demi Detik

2.5K 197 36
                                    

---NEW SEASON---

Aku harap kalian gak lewatin satu kata pun bab ini.

Soalnya ini bagian penting.

Takutnya nanti kalian malah gak ngerti kalo banyak yang diloncat.

.

.
.
.
.
.
.

Ruangan serba putih, bau obat-obatan yang menyeruak di setiap sudut ruangan. Gadis itu masih terlelap dalam tidur lamanya, tepatnya dirinya yang koma. Empat bulan lamanya Oh Harin terbaring di rumah sakit.

Tubuhnya yang kini kurus, rambut kusam tidak terawat, serta kulitnya yang pucat. Terus terbaring dengan dikelilingi orang-orang asing untuknya, bahkan negara asing. Harin saat ini tengah berada di rumah sakit terbaik Tokyo, Jepang.

Keajaiban itu hari ini tiba, jari-jarinya bergerak pelan untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan tertidur lelap. Matanya pun kini terbuka. Rasa pusing yang pertama ia rasa, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan mendapati seorang wanita yang tak ia kenali tertidur di sofa di sudut ruangan.

Ingin bangkit duduk, tapi tak bisa, ototnya masih kaku. Perlahan ia mengingat kenangan terakhir yang tersimpan di kepalanya. Jeno, orang pertama yang ia ingat dan orang terakhir yang berada dalam memorinya. Jeno, orang yang ia inginkan ada di sampingnya saat ini.

"Anakku, kamu sudah sadar, sayang?" Wanita tadi begitu mengejutkan Harin. Langsung mencium pipi gadis itu.

Harin terdiam. Anak? Ia membatin. Matanya menatap wanita yang baru pertama ia lihat itu, benar-benar pertama. Diakah ibu kandungnya? Batinnya lagi. Air mata menitik di sudut matanya, ia seperti bercermin dengan wanita yang menangisinya itu.

"Bunda panggilin Dokter, ya," ucap wanita itu kembali mencium Harin lagi, kali ini di kening.

.

Sang dokter telah memeriksa Harin dan berbincang serius dengan ibu kandung Harin itu. Bibir wanita itu tersungging dan tampak senyum kelegaan terpancar.

"Tan-te i-bu-ku?" tanya Harin dengan suara terputus-putus juga serak.

Air mata wanita itu kembali menitik, seperti mimpi dirinya berbincang dengan putrinya yang selalu ia rindukan bertahun-tahun. Ia menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Harin, "Panggil Bunda ya, sayang."

Harin tersenyum masam, wanita itu asing untuknya. Ingatannya kini tertuju pada ibu angkat yang telah membesarkannya. Di mana wanita yang ia panggil Mama itu?

"Bunda, di mana Mamaku, Mama Soojung? Lalu, Jeno juga? Dan Kak Nara, mereka bakal secepatnya datang, kan?" tanya Harin lirih, matanya mengedar ke sekeliling seolah mencari mereka.

Sang ibu yang diketahui bernama Park Jiyeon itu menghela napas beratnya, matanya terpejam. Ia harus sabar dan secara perlahan mendapatkan perhatian Harin untuknya.

"Nak, mereka masih di Korea," jawabnya pelan.

"Korea?" tanya Harin dengan nada pilu. Itu berarti mereka sangat jauh.

"Ya, kamu jangan sedih. Di sini ada Bunda yang menemani kamu," ucap Jiyeon menggenggam tangan Harin, "Bunda sangat merindukan kamu. Selama ini Bunda—

"—Selama ini Bunda buang aku?" potong Harin tersenyum miris.

Jiyeon tersentak, menatap Harin sendu. "Bunda gak pernah buang kamu, Bunda hanya menitipkan kamu yang masih bayi merah pada teman Bunda," jelasnya sangat sedih harus mengingat belasan tahun lalu, saat dirinya mencari pertolongan dan bertemu dengan teman lamanya - Tiffany Hwang ibunda dari Jeno perempuan yang sudah seperti kakak untuknya di masa lalu.

BIG NO !! - Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang