CH-2

69.9K 5.2K 24
                                    

Happy Reading!

.
.
.

Zio mengerjabkan kedua mata bulatnya, lalu menatap sekeliling. Ini adalah ruangan yang sama saat dia terbangun untuk pertama kali. Lalu matanya menatap tangan kirinya yang kini sudah terpasang jarum infus, lagi.

Bibir nya mencibik dengan kedua mata bulat yang berkaca-kaca, badannya sakit semua. Zio tak memiliki tenaga lagi untuk bergerak, tapi Zio tak suka jarum infus. Jadi, dia menggerakkan tangan kanannya untuk menarik jarum infus itu. "Ugh! Lepas ... Hiks ... Lepaaass ... " Rengeknya.

' Ceklek '

"Baby, hey!"

Zio menatap Pria yang sekarang sedang berjalan ke arahnya.

"Kenapa, hm?"

Zio terisak pelan, lalu mengulurkan tangan kirinya. "Lepaaass ... " Rengeknya. Dia tak perduli Pria itu siapa, yang terpenting jarum yang menancap di punggung tangannya bisa terlepas.

Pria itu mengerjabkan matanya, lalu tersenyum lembut. Tangannya menarik tangan Zio yang terulur, lalu mengecupnya.

Zio mencibikkan bibir nya. "Bukan cium! ... Lepaaass ... " Zio menyentak-nyentakan kakinya kesal, hingga selimutnya terjatuh ke lantai.

Vano menghembuskan nafas panjang, lalu menggeleng pelan tanda tidak boleh.

Zio mengerutkan keningnya, kalau tidak mau membantu bilang saja! Kemudian Zio menarik tangannya yang dipegang oleh Vano. Lalu dia menarik paksa selang infusnya.

Vano membelalakan matanya, dengan terburu dia menahan pergerakan Zio. "Varenzio! Hentikan!"

Zio tersentak kaget, dia menatap takut ke arah Vano. Kemudian beringsut mundur, dia tak pernah dibentak seperti ini.

Vano mengacak rambut nya frustasi, dengan perlahan dia menarik Zio mendekat. "Maaf," gumamnya seraya memeluk Zio yang sudah tenang.

Zio mencoba menenangkan diri, dia mencoba mengingat apapun yang membuatnya terbaring diranjang rumah sakit. Juga, ini dimana?

' Ceklek '

Damien dan kedua putranya memasuki kamar rawat Zio.

"Ada apa ini?" Tanya Damien seraya berjalan mendekati Zio yang berada di pelukan Vano.

Zio mengangkat pandangannya, dia menatap memelas ke arah Damien. Zio ingat bahwa Pria yang ada di hadapannya ini adalah Pria yang mengaku sebagai Daddy nya, jadi dengan pikiran yang masih kosong Zio mengulurkan tangannya ke arah Daddy nya.

Damien mengedipkan matanya beberapa kali, lalu dia berjalan mendekat dan mengangkat tubuh kecil putranya. "Pangeran Daddy kenapa, hm?"

Zio terisak pelan, lalu mengulurkan tangan kirinya. "Hiks ... Lepaaass ... " Rengeknya dengan kaki yang bergerak kecil.

Damien mengecup kedua mata berair milik Zio. "Gak boleh," ucapnya dengan nada lembut.

Zio mencibik. "Sakiit ... Lepas! Lepas! Lepaaass ... " Zio kembali mencoba menarik selang infus.

Damien menahan tangan Zio. "Iya iya, jangan di tarik nanti berdarah," Damien mengecup tangan kiri Zio. Lalu dia menatap Vano, memberi kode untuk memanggil Dokter.

Vano mengangguk pelan, lalu berjalan keluar kamar rawat untuk memanggil Dokter.

"Baby."

Zio yang tadinya menyembunyikan wajahnya di dada bidang Daddy nya pun, kini melihat ke dua orang Pria yang datang bersama Sang Daddy.

"Siapa?" Tanya nya dengan suara serak.

"Leon, panggil abang," Leon menatap sendu adiknya, mungkin dia harus sedikit bersabar.

Zio menekuk alisnya, perasaan dia tak memiliki abang yang bernama Leon.

Asta yang sedari tadi melihat pun, melangkah mendekat. Lalu meletakkan telapak tangannya di kening sempit milik Zio. "Jangan di paksa," ucap nya pelan.

Zio mengerjabkan matanya, lalu memiringkan kepalanya seraya menatap Pria itu heran. Siapa? Memangnya apa yang harus dia pikirkan? Dia hanya belum bisa menerima kalau dia sudah mati, dan sekarang malah terbangun di tubuh seseorang.

Sibuk melamun hingga Zio tak menyadari jika dia sudah duduk di ranjang rumah sakit.

Zio mengerjabkan matanya, lalu meringis pelan saat merasakan rasa nyeri di punggung tangan nya.

"Sudah."

Zio melihat Dokter yang berada di sampingnya, kedua mata bulatnya yang sudah basah terus menatap pergerakan dari Dokter.

Beberapa menit berlalu, dan hanya di isi keheningan. Dokter yang sudah selesai memeriksa pasiennya pun, memutuskan untuk pergi.

"Zio."

Zio yang sedari tadi melamun, mengedipkan matanya dan melihat ke seseorang yang memanggilnya.

"Siapa?" Tanya nya seraya memiringkan kepalanya.

"Asta, panggil abang ya," ucapnya.

Zio hanya mengangguk pelan, kemudian kembali menundukkan wajahnya dan memandang lantai rumah sakit. Ini bukan mimpi, Zio benar-benar sudah mati dan masuk ke tubuh orang lain. Lalu, bagaimana sekarang? Kalau dia merindukan keluarganya yang asli?

Zio mengerjabkan matanya saat tiba-tiba seseorang mengangkat tubuhnya.

"Jangan menangis."

Zio menyentuh pipinya, dan merasakan tangannya basah. Jadi, dengan segala pikiran yang berkecamuk. Zio memeluk erat Pria yang mengaku Daddy nya itu, dan menangis sekuat-kuatnya.

"Tak apa, Pangeran Daddy pasti bisa mengingatnya. Jangan di paksa oke?"

Apa nya yang harus dia ingat!? Dia hanya sedih karena belum bisa menerima semuanya! Tapi tak ada yang bisa Zio lakukan selain mengangguk dan menangis.

"Jangan menangis."

Zio melonggarkan pelukannya, lalu sedikit mendongak untuk menatap Daddy nya. Dengan bibir mencibik, dia berujar dengan polos. "A-Air matanya ... Tidak bisa berhenti ... Hiks ... "

"Pfft!"

Zio melihat ke balik punggung Daddy nya, di sana ketiga orang yang mengaku abangnya sedang menutup bibir dan berusaha menahan tawa.

Zio kembali menatap Daddy nya, tangannya bergerak menunjuk ketiga abangnya itu. "Daddyyy ... Me-mereka ... Hiks ... J-Jahaaatt ... HUAAAA ... Huhuhu~" Zio kembali memeluk Daddy nya dan menangis dengan kencang.

Damien menatap tajam ketiga Putranya, sedangkan yang di tatap malah berpura-pura tidak tau. Menggeleng pelan. "Kalian keluarlah, dan jemput Mommy dan yang lain," titah nya.

Ketiganya mengangguk santai, lalu pergi untuk menjalankan perintah.

Damien mengelus punggung Putra nya. "Sstt... Sudah ya? Nanti sesak."

Zio menatap Daddy nya dengan isakan pelan, kedua mata bulatnya terus saja mengeluarkan air mata.

Damien tersenyum tipis, lalu mengecup kedua mata bulat milik Putranya. "Air mata, tolong berhenti."

Zio memiringkan kepalanya, mana bisa begitu! Tapi anehnya, air matanya benar-benar berhenti. Jangan-jangan, Pria ini adalah penyihir!?

Damien mengecup dahi Putranya yang terlilit kain kasa. "Jangan terlalu banyak berfikir, semua akan baik-baik saja."

Zio kembali memeluk Damien, dan mengangguk pelan. Mungkin benar, dia akan mencoba menerima semuanya.

___
25 April 2022

CryBabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang