T I G A

7.4K 501 6
                                    

Empat tahun kemudian....

Raynzal menatap foto mendiang ibunya, tak terasa empat tahun sudah ibunya pergi meninggalkan dirinya. Empat tahun Raynzal jalani tanpa ibunya. Rasanya sulit menjalani semua ini tanpa sosok ibu yang biasanya selalu bersamanya.
Namun, kini ada sosok baru yang selalu bersamanya. Malaikat kecil yang Ia jaga selama empat tahun ini, malaikat kecil yang selalu menghadirkan senyuman diwajahnya, malaikat kecil yang Ia beri nama Alexa.

Ya, bayi mungil itu kini sudah berusia empat tahun. Bayi mungil itu kini menjadi balita yang menggemaskan, yang selalu Reynzal jaga.
Menjaga Echa tak semudah yang dibayangkan, selama empat tahun ini Ia harus bolak balik ke rumah sakit untuk memantau perkembangan juga melakukan check up untuk penyakit bawaan sang adik. Namun itu semua tak seberapa dengan rasa sayangnya pada makhluk mungil itu.
Jika ada kata yang melebihi kata sayang, mungkin kata itulah yang tepat untuk Echa dari Raynzal.

Ceklekk

Raynzal menatap arah pintu ruang kerjanya yang menampilkan sosok mungil yang berada dipikirannya sedang dalam gendongan nanny

"maaf tuan, nona terbangun lalu menangis memanggil tuan," ucap nanny Kia sambil menggendong Echa yang sedang menangis dengan wajah memerah. Sangat menggemaskan.

Tanpa sepatah kata Raynzal membawa Echa dalam gendongannya. "kau boleh keluar," ucapnya dengan nada datar.

Nanny menundukkan kepala lalu keluar dari ruangan tersebut.

"kenapa? hm?," ucap Raynzal sambil mengelus lembut punggung sang adik manisnya itu.

"hiks....," hanya ada isakan yang terdengar dari bibir mungil adiknya. Raynzal berjalan kearah balkon sambil tetap mengelus punggung adiknya juga menyempatkan mencium puncak kepala sang adik.

Ia tetap diam sembari menunggu sang adik menyelesaikan tangisnya. Bukankah menangis saat bangun tidur siang itu hal yang wajar untuk balita seusia adiknya.
Echa sudah tak menangis, namun isakan kecilnya masih terdengar, "abang...," suara lembut nan menggemaskan itu terdengar.

"hm? apa sayang?Echa mau apa?," tanya Raynzal

"mumm...," jawab Echa dengan suara teredam di dada bidang Raynzal.
'mum' sebutan minum dari si mungil, Echa memang masih kesulitan berbicara untuk beberapa kata, juga cara berbicara yang cadel dan belum fasih.

Raynzal tersenyum, suara adiknya ini sangat lembut juga menggemaskan. Ah sudah berapa kali Ia berkata menggemaskan tentang adiknya ini?
Ia keluar dari ruang kerjanya menuju dapur, untuk mengambilkan 'mum' untuk si manisnya ini.

"Echaaa!!!!," panggil seorang pemuda dengan nada teriaknya.
Echa terjengit kaget karena teriakan itu. Bibirnya melengkung tanda ingin menangis. Raynzal yang melihat itu langsung menatap tajam sang pelaku yang kini hanya memasang wajah cengengesan itu.

"sorry Zal, natapnya biasa aja dong,"  Daniel meringis melihat tatapan itu.
Daniel, seorang pemuda yang baru saja memanggil Echa dengan teriakannya itu merupakan sahabat Raynzal dari masa SMA. Ia memang cukup dekat dengan 'manusia es', sebutan untuk Raynzal.

Raynzal melanjutkan langkahnya ke dapur tanpa memperdulikan sahabatnya itu.
Daniel yang melihat itu mendengus, sangat cocok bukan sebutan darinya untuk sahabatnya itu.

"Echaa....," panggil Daniel dengan lembut.

Echa yang sedang minum hanya melirik Daniel sejenak, lalu kembali fokus ke minuman yang ada ditangannya itu.

"ih sombongnyaa," Daniel menggoda Echa dengan menyolek tangan mungil itu.
Echa merengek karena merasa terganggu dengan sahabat abangnya ini.

"diem Niel," titah Raynzal

Little Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang