Part 6

297 32 5
                                    

Kemalangan yang menimpa Haruto dan Junkyu tidak lagi masuk dalam daftar hari tersial yang mereka alami. Pertemuan tidak di sengaja berhasil mencairkan suasana antara mereka dengan silih berbagi penjelasan. Jika dilihat aura Junkyu kembali berseri, si pemuda Kim tak lepas mengulas senyum pun ketika mobil Haruto yang di kendarai sekretarisnya memberinya tumpangan pulang.

"Kita sudah sampai," Haruto berujar sembari membantu Junkyu melepas sabuk pengaman. "Kau masih tinggal dengan orangtua mu?"

Mengangguk, si pemuda Kim melirik sekilas pada bangunan tingkat dua melalui jendela mobil. "Doyoung ingin mandiri, dia sekarang tinggal di apartemen sementara eomma melarangku melakukan hal serupa. Padahal usiaku sudah cukup matang untuk melakukannya juga, tapi orang tuaku sepertinya tidak pernah percaya padaku!"

Si tuan muda meringis, menatap Junkyu yang mengerucutkan bibir lantas menggumam, "ku pikir aku tahu alasannya."

"Huh?"

"Bukan apa-apa," imbuhnya cepat. Haruto memasang senyum agar nampak meyakinkan. Sembrono, mudah terpengaruh, dan naif, kau terlalu mengkhawatirkan untuk dilepas sendiri Kyu. "Lalu kenapa tidak tinggal bersama saudaramu?"

Mendengus, hidung Junkyu mengerut tak senang. "Apa kau tipe orang yang senang mengurutkan sesuatu dari warna, jenis atau abjad?"

"Ya ... Terkadang," balas Haruto ragu, kedua alisnya saling tertaut.

"Sungguh?" Junkyu memberi tatapan mencela. "Kalau begitu kita tidak cocok! Doyoung senang melakukannya dan dia sering memarahiku jika aku menyentuh barang-barangnya apalagi ketika lupa mengembalikan pada tempatnya. Dia juga akan mengumpat saat melihatku memakan popcorn atau kacang sambil menonton dan tidak sengaja mengotori sofa. Haruto-kun, sekarang aku memberimu kesempatan untuk memilih antara lanjut atau berhenti untuk ini!" Kim Junkyu mengacungkan gelang pasangan di lengannya dengan sorot penuh kesungguhan. Tidak nampak mengintimidasi, justru lucu karena ia mencebikkan bibir sementara matanya berkilat seperti anak kecil yang keinginannya tidak terpenuhi.

Haruto butuh gigitan keras di bibir untuk tetap pada tempatnya dan menghapus pikiran ingin membasahi bibir kemerahan Junkyu yang begitu menggoda dalam pandangan. Urgh, dia sudah membayangkan hal ini selama bertahun-tahun dan mampu mengendalikan diri, lantas ke mana kendali dirinya itu pergi sekarang? Di saat seperti ini Haruto tidak ingin gegabah, mereka baru kembali —bisa disebut seperti itu. Haruto hanya takut sikapnya yang terburu-buru tidak akan disenangi oleh Junkyu.

"Kenapa diam? Kau harus memilih. Aku tidak mau melanjutkannya jika di masa depan ada kemungkinan kau akan berlaku sama seperti Kim Doyoung si perfeksionis, karena hidup bersama jenis orang seperti itu hanya akan membuatku gila!"

Hidup bersama?

Sebuah cahaya seolah menyinari Haruto dan dua orang cupid cilik terbang mengelilinginya. Perasaan si tuan muda melambung tinggi berkat kata-kata Junkyu yang seolah memberinya lampu hijau. Haruto terharu, Junkyu bahkan sudah berpikir ke depan tentang masa depan mereka dan hidup bersama, itu berarti dia sudah memasrahkan jiwa dan raganya untuk Haruto miliki. Mine, Haruto tidak salah mengukir kata karena Kim Junkyu memang miliknya.

"Boleh aku menjawabnya dengan cara lain?" ah, dia tidak lagi dapat menahan diri.

Sorot Junkyu memicing. "Bagaimana kau akan melakukannya?"

"Seperti ini." gerakan kilat Haruto hampir membuat Junkyu memekik saat sebelah tengkuknya ditarik tiba-tiba. Si pemuda Kim spontan menahan nafas ketika bibir mereka hampir bersinggungan dan suara ketukan terdengar pada kaca mobil.

Sekretaris Haruto yang bernama Cha Junha mengerjap canggung melihat adegan yang tak sengaja masuk dalam atensinya ketika dia melirik spion, untunglah seseorang datang tepat waktu dengan mengetuk kaca mobil mereka. Junha menghela nafas, berdehem, memberi intruksi pada sang atasan untuk tidak melanjutkan niat 'baik'nya karena ada seseorang yang menunggu tidak sabar di luar.

It's All About UsWhere stories live. Discover now