7

564 44 0
                                    

"Yeoboseyo... Tuan Min, hehe. Tumben sekali, kenapa semalam kau menelponku hm?" Tanya Namjoon, pagi ini setelah bangun dari tidur nyenyak nya, ia langsung menelpon Yoongi karena melihat ada 3 panggilan tak terjawab dari pria kecil itu.

"Yeoboseyo? Ya, Min Yoongi!! Kau di sana?!" Panggil Namjoon lagi karena tidak menerima jawaban.

"Yoon-"

"Hm? Menganggu saja..." Balas Yoongi akhirnya dengan suara rendah khas bangun tidur.

Namjoon tersenyum, mendengar suara rendah itu, ia jadi teringat saat Yoongi menginap di apartemennya, "Kau juga menggangguku semalam. Kenapa kau menelpon?"

"Salah sambung. Oke, aku matikan ya."

"Jangan!" Cegah Namjoon cepat, "Ya! Kau kira aku percaya? Kau salah sambung sampai 3 kali? Itu tidak masuk akal."

"Bye bye..." Balas Yoongi dari sana, "Mmh... Ngantuk sekali~" Tambahnya lagi, tapi kali ini dengan suara nyaris berbisik yang didahului erangan kecil. Kemudian gemeresak terdengar dan sambungan pun terputus.

Namjoon mematung, kalimat terakhir dari Yoongi dan juga gemeresak itu seperti sebuah ASMR yang membuatnya kecanduan. "Hah... Apa kau gila Kim Namjoon?!" Tanyanya pada diri sendiri tanpa memungkiri kalau ia ingin mendengar suara berat itu lagi.

"Daddy?"

Panggilan Jimin menyadarkan Namjoon dari ketidak warasannya, "Yes, baby?"

Jimin hanya tersenyum manja, kemudian memeluk tubuh Namjoon.

"Apa aku membangunkanmu?" Tanya Namjoon sambil mengusap lembut punggung Jimin yang tidak tertutup itu.

Jimin mengangguk, "Tak apa... Aku harus memasak untuk daddy, daddy mau makan apa?"

"Apa saja baby, aku suka semua yang kau masak."

Jimin tersenyum malu-malu, kemudian mengecup bibir tebal milik daddy-nya.

.
.
.

Malam tiba, Yoongi sedang duduk di luar gedung Kim Corp sambil menunggu seseorang keluar dari kantornya. Siapa lagi kalau bukan Namjoon.

"Sudah lama menunggu?" Tanya Namjoon yang baru keluar.

"Tidak, kalau lama aku lebih memilih pulang." Jawab Yoongi.

Namjoon bergabung di sebelah Yoongi, duduk di sebuah kursi taman yang menghadap kolam bulat dengan air mancur di tengahnya. "Kau ingin mengatakan sesuatu?" Tanya Namjoon lagi sambil melonggarkan dasi dan kerah kemejanya.

Yoongi memberikan paper bag, "Bajumu, Terima kasih. Di dalamnya sudah ada uang juga."

Namjoon mengernyit sambil memandang Yoongi, "Hanya ini? Apa kemarin malam kau menelponku untuk ini juga?"

Yoongi diam sejenak, kemudian mengedikkan bahu.

Namjoon merotasikan bola matanya, lalu mengembalikan paper bag itu, "Ambil saja, pakailah bajuku, aku suka melihatmu memakai bajuku."

"Terima kasih, tapi aku tak suka berhutang, Kim." Tolak Yoongi.

"Aku tak menanggap demikian, Yoon. Apa ini? Jadi hanya aku yang menganggapmu sebagai teman?"

"Bukan begitu-"

"Kalau begitu ambillah."

Yoongi merasa tidak enak, dan akhirnya ia ambil kembali paper bag itu, "Hahh... Berarti sia2 saja aku datang kemari."

"Kalau gitu, jangan buat sia-sia. Mau minum bersama sebelum pulang?" Tanya Namjoon.

"Ide bagus, pasti menyenangkan. Tapi maaf, aku harus mengejar deadline malam ini. Dan juga aku harus bersiap, karena besok siang aku ada penerbangan ke Jepang. Kita lakukan lain kali, oke?"

Namjoon manggut-manggut, ada sedikit rasa kecewa di hatinya, "Oke, have a safe flight. Jangan lupa oleh-oleh, hehe."

Yoongi mengangguk.

"Hmm... Yoon, kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku kan?" Tanya Namjoon kemudian.

Yoongi terkejut dan langsung menatap Namjoon, "Apa aku terlihat seperti itu?"

Namjoon mengangguk.

Yoongi kembali menatap air mancur, 'apa aku bilang saja? Ini juga demi Namjoon kan? Dia terlalu baik untuk Jimin yang seperti sampah. Tapi, itu kan juga bukan urusanku?' perang batin Yoongi. Kadang ia kesal dengan orang seperti Namjoon, ia tau Namjoon jenius, tapi semua itu jadi tak berguna jika sudah dibutakan oleh cinta. Oke, Yoongi sudah memutuskan, "Sebenarnya ada."

"Mwo?! Jadi benar?? Katakan padaku!" Ujar Namjoon.

Yoongi menatap Namjoon, ia takut, tapi sekali lagi ini untuk kebaikan temannya itu, "Maaf jika terkesan ikut campur, kau mungkin juga tidak percaya. Tapi kemarin aku melihat Jimin dengan pria lain."

Namjoon mengernyit, "Maksudmu, dia selingkuh? Kau melihatnya? Bukankah dia ada di busan?"

"Ku pikir juga begitu. Entahlah... Maaf." Yoongi menunduk.

"Kenapa kau minta maaf?"

"Tidak, aku hanya berpikir kalau aku terlalu ikut campur. Aku juga sudah bilang pada Jimin tidak akan cerita padamu, tapi akhirnya... Aku tetap cerita."

Namjoon mulai paham, "Yoon, jangan merasa bersalah seperti itu. Aku senang kau memberi tau ku. Tenang, aku tak akan menyalahkanmu jika hubunganku dengan Jimin jadi tak semanis dulu."

Yoongi menatap Namjoon, "Tapi aku akan menyalahkan diriku." Yoongi tertawa miris, "Sial, harusnya aku tak usah bilang."

Namjoon menghela napas, ia tak suka Yoongi yang mudah sekali membenci dan menyalahkan dirinya sendiri, "Yoon..."

"Ah! Aku sudah dijemput. See you next week, Kim." Yoongi segera berlari ke sebuah mobil hitam dan masuk tanpa sedikitpun menoleh pada Namjoon.

Namjoon menengadahkan kepala, ia jadi kepikiran dengan Jimin sekarang. Sejujurnya ia sulit percaya dengan semua yang Yoongi katakan.

The Top Of LoveWhere stories live. Discover now