Skit Us

306 62 5
                                    

Naruto bukan tipe orang yang ingin membuang waktu untuk hal yang tidak berguna. Namun, apa yang dilakukannya sekarang tidak mencerminkan demikian.

Beberapa jam lalu ia mendapat surat berwarna thistle dari seorang yang tidak dikenal. Ia berani bertaruh bahwa surat itu dari anak perempuan di sekolahnya. Teman-teman sepermainan menggoda dirinya yang berujung pemaksaan untuk mendatangi si pemilik surat tersebut.

Dan di sinilah ia sekarang. Tepat di halaman belakang sekolah yang menghubungkan langsung dengan lapangan baseball.

Ia menatap arloji, dengan sekali-sekali mengamati kembali isi surat ̶ ̶ mencoba mengingat setiap bentuk tulisan teman-temannya. Siapa tahu ada seseorang yang mencoba bermain-main dengannya. Pikiran itu muncul, setelah ia menunggu lebih dari empat puluh lima menit.

"Sial, sepertinya ini perbuahan Sai. Akan kuha ̶ ̶ "

"Maaf membuatmu menunggu."

Sikap dadakan itu membuatnya tersentak. Gadis berambut panjang itu membungkuk padanya. Tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana bentuk wajah gadis itu, namun Naruto mengakui kalau helaian rambut yang berayun-ayun itu menunjukkan cerminan gadis tersebut ̶ ̶ gadis itu merawat dengan baik penampilannya.

Dan itu benar, ketika sang gadis mengangkat kepalanya ̶ ̶ ah, satu hal yang tidak ingin ia akui ̶ ̶ bahwa gadis itu sangat cantik dan anggun.

Naruto mengalihkan pikirannya dengan menunjukkan surat itu di hadapan gadis tersebut. "Kau yang membuat surat ini?" Itu majas retoris, seharusnya dia tidak perlu melakukan hal tersebut. Namun, demi mengalahkan pikirannya ̶ ̶ tidak menerima diri sendiri memuji gadis itu.

"Jika bukan diriku. Aku tidak akan di sini sekarang dan meminta maaf atas keterlambatan menemuimu."

Ini agak memalukan bagi Naruto. Tapi dia berusaha tenang, dengan deham sebentar. Ia tidak berpikir tentang; menerima atau menolak gadis itu. Ini tetang, pernahkan ia melihat gadis itu?

Atau ia yang tidak pernah memungsingkan orang di sekitar ̶ ̶ rasa keingintahuan yang minus. Naruto sempat berpikir; jika ia tidak tahu siapa yang mengirim surat tersebut, setidaknya ia pernah melihat gadis itu. Dia bahkan sempat mencurigai seluruh anak perempuan di kelasnya. Sebab, merasa yakin bahwa surat di tangannya sekarang berasal dari mereka.

"Namaku Hinata Hyuuga, aku berada di kelas 2-2," kata gadis itu. "Sebelumnya, aku terlambat karena ada urusan dengan wali kelasku."

Kelas 2-2, berada di ujung koridor. Itu berarti, selang dua kelas lagi adalah kelas Naruto. "Oh, begitu. Lalu ... tentang surat ini ̶ ̶"

"Tolong, jadilah kekasihku!" Hinata membungkuk kembali, hingga membuat pemuda itu refleks mengambil langkah mundur.

Baru pertama kali mereka bertemu, gadis itu selalu mengejutkan dirinya. Naruto mengamati dengan seksama, detik kesepuluh gadis itu juga belum mengangkat kepala. "Tolong?" gumamnya.

"Ya! Tolong, jadilah kekasihku." Gadis itu mengulang kalimatnya, lalu mengambil sikap berdiri.

Pemuda pirang itu bergeming, memandang datar ke arah surat bergantian. Aneh, gadis itu malah meminta tolong padanya. Apa ini semua hanya lelucon? Seperti mereka yang akan memainkan sandiwara panggung di depan banyak orang. Jika disimpulkan demikian, maka Naruto menyebutnya dengan membuang waktu. Membuang waktu adalah hal yang tidak dia sukai. Jika ia berpacaran dengan gadis di depannya sekarang, maka sama dengan membuang waktu.

Baiklah, pikiran itu bertambah ruwet. Dia mengakui hal itu tersebut.

Naruto menghela napas. "Baiklah. Aku akan menjadi kekasihmu." Pikiran bertolak belakang. "Cukup berpura-pura saja, 'kan? Itu yang kau mau?"

Moral of The StoryWhere stories live. Discover now