1

1.1K 64 1
                                    

Hubungan persaudaraan yang renggang, memang apa anehnya? Terlebih mereka bertiga sama-sama lelaki. Ego nya sama-sama tinggi, gengsinya pun demikian. Sanksi rasanya untuk memberi kasih satu sama lain.

Pemikiran demikian lah yang membuat tali persaudaraan mereka makin merenggang, terkikis, hingga berjarak. Saling acuh dan tak mau di repotkan satu sama lainnya.
Mereka masih bernaung di satu atap yang sama namun tak pernah bertegur sapa. Hampir delapan tahun lamanya sejak umur mereka sama-sama menginjak angka sepuluh, perang dingin tanpa ketersengajaan ini terjadi pada Arsena, Ardhian dan Aryyan--tiga anak lelaki kesayangan Ine dan Diaz.

Iya, mereka triplets. Si sulung namanya Arsena. Sena seringkali mengenakan pakaian berlapis, 'biar ga kelihatan kurus', katanya. Wajahnya mulus dan lumayan kecil ketimbang dua saudaranya. Sena itu gatau polos atau emang o'on, dia ini sering banget dibodohi orang.

Yang kedua itu Ardhian. Doi pake kacamata, kalo ngga pake berarti lagi pake kontak lensa. Dhian punya tahi lalat di ujung mata kirinya. Si jenius, kayaknya sari pati kepintaran semua dia yang hisap pas dalam kandungan, makanya Sena polos-polos bego kalo Ary bego tok mentok.
Style berpakaian Dhian formal, entah saking pembawaan atau gimana, walaupun cuman lagi makai kaos polo aja Dhian udah keliatan apik.

Yang terakhir lahir itu Aryyan namanya. Style rambutnya mullet entah sudah berapa tahun menolak ganti, makanya salah satu barang yang slalu Ary bawa adalah kuncir rambut. Kalo Dhian di samping mata, kalo Ary punya tahi lalat di bawah mata. Tatapannya tajam, sedikit kasar, semaunya sendiri, bengal. Disaat Sena dan Dhian punya wajah yang lucu dan senyum manis, tipe wajah Ary justru arogan dengan senyum yang sinis.

Bertahun-tahun mereka bertiga saling diam, rupanya tuhan tak membiarkan mereka berlarut dalam keangkuhan lebih lama lagi. Pada akhirnya satu coretan takdir yang sang pencipta tulis mampu membolak-balikkan keadaan,

Di umur ke-21 tahun mereka, Sena dinyatakan tahap terminal setelah 3 tahun menjalani pengobatan yang sialnya tidak mengusir tumor di tubuh Arsena sama sekali, membuat si bengal Ary menyesali segala waktu yang telah ia sia-siakan. Ary pikir Sena akan sembuh, jadi dia tak peduli, toh, kedua orang tuanya dan Bram tak kekurangan uang sama sekali untuk mencoba berbagai cara pengobatan.

Saat mendengar Sena tak memiliki harapan sembuh, hati mereka berdua seperti tergores belati tak kasat mata. Menyadari Sena yang lebih murung, Ary dan Dhian jadi luluh, perlahan melunturkan ego masing-masing untuk menjalin hubungan persaudaraan yang sudah lama mati membeku.

Waktu berlalu begitu lambat setelahnya, namun dalam sekejap 6 bulan berlalu bak mengedipkan mata. Penebusan atas perang dingin mereka justru di bayar dengan rasa pahit. Dokter yang menangani Sena angkat tangan, mengatakan bahwa Sena hanya mampu bertahan tiga hari berbaring koma di ICU dengan alat medis di tubuh kurus keringnya--dikarenakan sel-sel kanker yang berupa tumor ganas sudah menginfeksi hingga ke organ-organ vital.

Otak jenius Dhian tak habis pikir. Lalu untuk apa pengobatan yang dijalani Sena selama bertahun-tahun lamanya jika akhirnya seperti ini?!

Segala pemikiran buruk dan kata 'seandainya' hanya bisa berenang di kepala.

Waktu enam bulan terakhir kebersamaan ini tidak cukup untuk Ary dan Dhian menebus bertahun-tahun lalu yang mereka lewati dengan kebisuan yang terbuang termakan gengsi. Pada dasarnya mereka menyayangi satu sama lain begitu dalam. Kebersamaan mereka di beberapa waktu terakhir yang cukup membaik ini tentu tidak akan pernah cukup untuk menebus rindu jika Sena benar-benar mati tiga hari lagi.

Persetan pada perkataan para medis!

Tiga hari kedepan itu tepat ulang tahun mereka bertiga yang ke-22 tahun. Ary tak akan membiarkan Sena mati begitu saja.

The Past For The Future Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang