19

184 18 1
                                    


👶👶👶

Suasana tenangnya malam dikamar orangtua itu terpecah tatkala tangisan si anak tengah terdengar dari alat baby monitor. Ine yang pertama kali bangun langsung menekan tombol speaker dua arah guna berbicara perlahan menenangkan Dhian yang terus terisak disudut ranjangnya.

"Aa takut maa"

"Lampunya udah Mama nyalain sayang, tidur lagi ya? Mama liatin dari sini"

Kamar yang tadinya gelap gulita kini diterangi cahaya biru gelap. Ine menekan icon music lalu irama untuk terapi perkusi guna melatih syaraf motorik anak mengalun di kamar tiga bocah itu. Namun Dhian bukannya kembali tertidur, justru malah bergerak gelisah seraya lanjut merengek.

"Abang sama adek kira-kira mimpi apa ya A?" Mematikan music, Ine memilih mengalihkan rengekan Dhian dengan topik pembicaraan.

"Adek mimpi pee"

"Iya, eh, malah pee beneran" Ine terkekeh mengingat pagi tadi putra bungsunya menceritakan kejadian mengompol dengan antusias. Ine menekan tombol sound saat hendak berbicara kembali, "selimut jeruk Aa mana A?"

"Gamau. Panas, gelah."

"Abang sama adek pake selimut nya ga A?"

"Pake maa"
"Papa mana maa?"

"Papa bobok disamping mama"

"Aa mau disitu maa,"

"Aa kan udah punya kamar sama Abang sama adek,"

"mm, iya"
"Minum maa"

"Ada disebelah ranjang sayang, Mama udah siapin"

Terlihat Dhian merangkak, meneguk minumannya lalu kini mulai berbaring kembali. Ine hanya menjawab seadanya saat Dhian melantur berbicara dalam kantuknya. Beberapa saat setelah dilihat anaknya itu kembali lelap, Ine turut melihat kedua anaknya yang lain dari layar baby monitor masing-masing. Sena yang berada di ranjang tingkat diatas ranjang Ary tampak lelap, sementara Ary sendiri terlihat menggulung badannya dengan sprei seperti biasa tidurnya kacau. Ine tersenyum hangat, menarik kembali selimutnya dan bersiap melanjutkan tidurnya.

-

"Mas, mau pololo"

"Papa, dek, Papa"

"Hu'um, maspapa"

"Ngga pake mas, mas itu buat Mama, adeeek"

"Abang juga mau mas, kenapa mama doang yang boyeh?"

Diaz menepuk jidatnya pasrah, lelah menjelaskan. Selesai mengganti channel Diaz kemudian kembali duduk santai di sofa, fokusnya kembali pada laptopnya sementara tiga bocil kini langsung menikmati lengkeng satu box penuh yang Ine bawa dari kulkas. "Kalo ngga disuap makanan ga bakal bisa diem"

Ine duduk disamping Diaz, menyilangkan kakinya, mulai menyuap mentai yang dibawanya dengan lengkeng tadi, netranya kini ikut fokus menikmati tontonan sang anak.

Semenjak menjadi ibu, tontonan nya kini bukan lagi gosip terpanas. Kesehariannya bukan lagi jalan-jalan atau ongkang-ongkang kaki menunggu suami pulang. Semenjak memiliki si triplets Ine baru mengerti apa arti ibu sesungguhnya. Intinya dunianya sekarang yaitu anak-anaknya, keegoisan pasal kepuasan diri untungnya sudah ia tuntaskan pasca 2 tahun awal-awal pernikahannya dengan Diaz. Menikah bukan pasal keturunan, beruntungnya Ine mendapat Diaz yang pengertian akan hal itu walaupun selama dua tahun didesak keluarga besar, di iming-imingi program bayi tabung-lah, apalah, sampai dituding tak subur pun pernah, eh, sekalinya hamil malah langsung kembar tiga seperti ini.

"Maa, adek mau duck"

Begitu kartun yang tengah ditonton terjeda berganti iklan komersial, tiga bocah itu langsung berhambur tak lagi duduk anteng.

The Past For The Future Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang