Part 2

4 0 0
                                    

"Ini kamar Anda. Jika ada yang kurang, silahkan langsung mengatakannya." ujar Ed sambil membuka sebuah kamar. Tampilannya sederhana tapi cukup hangat. "Tidak, tidak. Ini lebih dari cukup." ujar Helferich cepat. "Jika Anda sudah selesai membersihkan diri, tuan dan nona menunggu Anda untuk makan malam." 

"Aku boleh ikut mereka makan malam?" 

Ed hanya mengangguk. Jarang sekali ada seorang bangsawan yang mau satu meja makan dengan rakyat biasa. Berbagi meja dengan status yang lebih rendah bisa mencoreng harga diri mereka. 

"Baiklah, aku akan segera berganti pakaian." Helferich cepat cepat menyeka tubuhnya dengan air hangat dan mengganti pakiannya dengan pakaian bersih yang sudah disiapkan. Ed menuntunnya kembali melewati hall tengah menuju ke ruang makan. 

Sebuah meja panjang dengan berbagai sajian yang tertutup tudung saji sudah tertata cantik di tengah ruangan. Helfereich dapat melihat dua orang yang menyambutnya tadi sudah duduk di ujung meja. Lord Landriche menempati tempat duduk di tengah, tempat yang biasa digunakan kepala keluarga. Sedangkan Lady Landriche duduk di kursi kanannya. Mereka tampak mengobrolkan sesuatu sambil tertawa. Sepertinya mereka terlalu asyik mengbrol sehingga tidak menyadari kedatangan Helferich. Helferich memandang Ed ragu. Dia tidak mungkin duduk begitu saja jika tuan rumah tidak mengijinkannya. Ed sepertinya paham dan segera berdeham.

"My Lord, My Lady, maaf memotong pembicaraan Anda. Tuan Theobald sudah tiba."

"Ah maafkan kami. Silahkan duduk." ujar Lord Landriche sambil mempersilahkan Helferich untuk duduk di bangku di sebelah kirinya.

"Terima kasih, Lord Lanriche." ujar Helferich sambil membungkukan badannya.

"Ah, tidak perlu terlalu formal. Kau bisa memanggilku Zeno."

"Dan juga Reinhilde" tambah Lady Landriche.

Helferich hanya tersenyum canggung. Sepertinya keluarga ini terlalu ramah dengan orang asing. Mengijinkan makan malam bersama, dan memanggil nama di hari pertama mereka bertemu. Bukan sesuatu yang umum terjadi di kalangan kelas atas.

Zeno menyadari senyum canggung Helferich. Dia menambahkan "Kami jarang menerima tamu dan juga tidak terlalu banyak yang tahu tentang keluarga kami. Lagi pula, siapa juga yang memedulikan formalitas di tempat terpencil seperti ini." 

"Sebelum hidangan menjadi dingin, mari kita segera menikmatinya." ujar Reinhilde sambil memberikan tanda agar hidangan di sajikan. Dan benar saja, begitu tudung saji diangkat, berbagai hidangan tersaji membuat Helferich nyaris meneteskan air liur. Sudah 2 minggu ini karena tugasnya dia tidak bisa memakan makanan yang enak seperti ini. Dengan segera, dia menyuapkan sendok demi sendok ke mulutnya.

"Syukurlah jika cocok dengan selera Anda." senyum Reinhilde melihat Helferich makan dengan lahap.

"Masakan buatan kakakku adalah yang terbaik. Tunggu saja sampai bagian dessert, pasti Anda akan meminta tambah." ujar Zeno membanggakan kemampuan memasak Reinhilde, yang ternyata adalah kakaknya.

Helferich nyaris tersedak mendengar ucapan Zeno. Kakak? Apa tidak salah? Helferich mengira mereka pasangan muda. Wajah mereka sama sekali tidak mirip. Dan juga, orang pasti mengira Zeno lebih tua sedikit dibandingkan Reinhilde. Tapi dibanding itu semua, cara Zeno menatap Reinhilde tidak seperti seorang adik. Seperti ada yang berbeda.

"Ah, Anda kakaknya? Wah Anda terlihat muda sekali." puji Helferich.

"Terima kasih." balas Reinhilde dengan senyum simpul.

"Apa Anda mengatakan saya terlihat tua?" canda Zeno. 

"Tidak, tidak. Anda juga masih muda. Tapi, jika boleh jujur, Anda adalah pria tertampan yang pernah saya temui selama saya berkeliling di Ansgar Imperium*."

The Spring That Never CameTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon